Tak Ditanggung UTM, Mahasiswa Penerima Internasional Students Scholarship Bayar Biaya E-visa

Tak Ditanggung UTM, Mahasiswa Penerima Internasional Students Scholarship Bayar Biaya E-visa

LPM Spirit - Mahasiswa
Jumat, 15 November 2024
Halimov Nematullo dan Emad Ahmad mahasiswa asal Tajikistan dan Pakistan, penerima beasiswa Internasional Students Scholarship 2024 temui secara langsung di Learning Business Center (LBC) Garam, Kamis (7/11). (NRA/LPM-SM)

WKUTM – Berdasarkan pamflet Universitas Trunojoyo Internasional Students Scholarship 2024, tertera penerima beasiswa mendapatkan tunjangan berupa: biaya kuliah selama delapan semester, biaya hidup serta asrama, asuransi kesehatan, visa, izin tinggal terbatas (ITAS) dan pelatihan program Bahasa Indonesia selama satu semester. kendati demikian, penerima beasiswa mengaku menanggung biaya pembuatan E-visa dan Izin Tinggal Terbatas (ITAS) secara mandiri.

Halimov Nematullo, mahasiswa penerima beasiswa asal Tajikistan membenarkan, bahwasanya terdapat perubahan informasi terkait tunjangan beasiswa. Ia mengetahui hal tersebut setelah melakukan sesi wawancara. 


Halim mengaku mendapatkan email tagihan pembayaran dana pengurusan E-visa sejumlah Rp6.200.000 dari pihak kampus. Ia mengeluhkan permintaan tersebut, karena harus menyiapkan uang dalam waktu terbatas. Ditambah keberangkatan ke UTM mengalami kemunduran karena masa pendaftaran beasiswa yang diperpanjang. 

”Saya terkejut saat tahu dan ketika wawancara sempat menanyakan, tapi ya sudah, itu tidak masalah karena sudah dilewati,” jelasnya (7/11).

Adapun Halim menjelaskan, bahwa mulanya dirinya juga mempertimbangkan untuk kuliah di Tiongkok. Akan tetapi, temannya menyarankan untuk kuliah di Indonesia. Alhasil Halim pun mendaftar di UTM meski kesulitan saat mempersiapkan dokumen yang diperlukan.


”Pemenuhan persyaratan dokemen agak sulit bagi saya dan butuh waktu yang lama. Tapi untungnya, teman saya juga membantu dalam mengurus dokumen,” jelasnya.

Berbeda dengan Halim, Emad Ahmad, mahasiswa penerima beasiswa yang berasal dari Pakistan mengatakan, bahwa Ia tidak mengetahui tentang informasi dana tunjangan untuk E-visa. Emad pun baru mengetahui ketika sudah berada di UTM.


”Saya tidak tahu soal itu. Bahkan saya baru mengetahui,” ujarnya (7/11).

Menanggapi keluhan tersebut, Syahrul Arief, selaku pengurus International Relation Office (IRO) menuturkan, bahwa keputusan tersebut dikeluarkan oleh pihak pimpinan UTM. Syahrul mengaku tak mengetahui alasan mengapa perubahan tersebut dilakukan sebab Ia bagian pelaksana. 


”Kalau yang disebarkan memang ada informasi terkait gratis kepengurusan visa, tapi kenyataannya tidak ada. Saya tidak tahu kenapa, itu urusan atasan, saya hanya yang melaksanakan,” jelasnya (5/11).

Adapun Ari Basuki, selaku Wakil Rektor (Warek) Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Umum, mengaku tidak mengetahui perubahan terkait biaya E-Visa yang ditanggung mahasiswa penerima beasiswa, serta menyatakan bahwa hanya menandatangani berkas penjaminan pembiayaan saja.


”Itu bukan ranah saya, dan seharusnya tidak langsung ke Warek. Coba ke bagian BAK,” ujarnya ketika ditemui di Gedung Graha Utama.

Supriyanto, selaku kepala Biro Akademik, Kemahasiswaan dan Kerjasama (BAK), ketika dimintai keterangan, enggan memberi tanggapan dan mengarahkan pada Bangun Sentosa selaku Person in Charge (PIC) Universitas Trunojoyo International Students Scholarship 2024.


“Silakan itu ke pak Bangun, yang mengurusi mahasiswa asing,” ujarnya ketika ditemui di ruangannya (13/11). 

Saat dikonfirmasi reporter LPM-SM, Bangun selaku PIC, menjelaskan jika biaya mengurus E-visa dan tansportasi sejak awal ditanggung oleh mahasiswa asing. Pihak UTM hanya membantu dalam proses pembuatan.

”Tidak gampang E-visa dikeluarkan, maka yang kita bantu adalah pengawalan pembuatannya. Jika diperlukan kita ke Jakarta untuk wawancara sebagai universitas penerima mahasiswa, serta sebagai universitas penjamin pembiayaan kuliah,” jelasnya via WhatsApp (13/11). 

Halim berharap UTM melakukan prosedur penerimaan beasiswa sesuai dengan waktu yang ditentukan di awal. Agar penerima beasiswa tidak mengalami ketertinggalan pembelajaran akibat keterlambatan kedatangan ke UTM. 

”Sebenarnya akan lebih baik jika mematuhi batas waktu. Batas waktunya mengalami keterlambatan, Penerimaan seharusnya di bulan Juli tapi kemudian diubah hingga sampai Oktober,” ujarnya. (NIS/TFA)