Judul film: The Dictator
Produser: Sacha Baron Cohen, Alec Berg, Jeff Schaffer, David Mandel, Anthony Hines, Scott Rudin
Sutradara: Larry Charles
Tanggal rilis: 16 Mei 2012
Durasi: 83 menit
Genre: Komedi, Drama
Film komedi satu ini menceritakan Laksamana Jenderal Aladeen, seorang diktator eksentrik dan kejam dari Republik Wadiya di Afrika Utara. Aladeen dikenal karena kebijakan-kebijakannya yang anti-Barat, penganut antisemitisme, misoginis dan sering terlibat dalam aktivitas teroris.
Antisemitisme sendiri merupakan prasangka atau kebencian terhadap kaum Yahudi, sedangkan misoginis ialah seseorang yang membenci wanita.
Ketika Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berencana untuk mencampuri urusan militer di Wadiya karena program nuklirnya, Aladeen langsung memberangkatkan diri ke New York untuk memberikan pidato penolakan di hadapan PBB. Namun, sesampainya di New York, Aladeen diculik oleh Clayton, seorang pembunuh bayaran yang disewa oleh pamannya sendiri, Tamir Mafraad. Tamir berencana menggantikan Aladeen dengan seorang tiruan bodoh bernama Efawadh agar bisa mengambil alih kekuasaan dan menjual ladang minyak Wadiya kepada pihak asing. Setelah berhasil melarikan diri dari penculikan yang membuatnya harus kehilangan janggutnya hingga tidak dikenali, Aladeen bertemu dengan Zoey, seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang menawarkan pekerjaan di toko kooperatifnya.
Adegan lain menampilkan Aladeen bekerja sama dengan Nadal, mantan kepala program nuklir Wadiya yang ternyata masih hidup meskipun sebelumnya dianggap telah dieksekusi. Bersama-sama, mereka merencanakan untuk menggagalkan rencana Tamir dan merebut kembali kekuasaan Aladeen.
Film ini menggambarkan potret kediktatoran dalam suatu negara secara komedi. Mungkin tak heran jika penonton akan merasa dejavu saat melihat adegan kediktatoran yang muncul. Karena beberapa hal yang ada pada film ternyata pernah terjadi di negeri sendiri, sebut saja Indonesia pada masa orde baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Jika Aladeen digambarkan sebagai pemimpin yang memaksakan kultus pribadi, di mana wajah dan citranya dipromosikan di seluruh penjuru negara, serta penghormatan dan pemujaan berlebihan dari rakyatnya. Maka pada masa Orde Baru, Soeharto juga melakukan hal yang sama. Ia dipromosikan sebagai “Bapak Pembangunan” dan pahlawan yang membawa stabilitas serta kemakmuran bagi Indonesia. Propaganda media sering menampilkan dirinya dalam cahaya positif. Kritik terhadapnya bahkan jarang terlihat, karena pers hanya diizinkan untuk memberitakan hal-hal baik tentang pemerintahannya.
Tak hanya itu, di masa Orde Baru, Soeharto juga menindas oposisi politik melalui berbagai cara. Mulai dari penahanan tanpa pengadilan, penculikan, hingga pembunuhan terhadap aktivis dan tokoh oposisi. Organisasi yang dianggap berbahaya atau berseberangan dengan pemerintahannya sering kali dilakukan pemberangusan. Hal ini yang menjadi representasi dari film “The Dictator”. Aladeen digambarkan sebagai tokoh yang akan mengeliminasi siapa saja yang menentangnya atau dianggap sebagai ancaman, termasuk mengatur eksekusi tanpa proses yang adil.
Sistem pemerintahan yang diktator memang memiliki beberapa kelebihan, terutama dalam hal kecepatan saat pengambilan keputusan dan stabilitas jangka pendek. Namun, dampak negatifnya jauh lebih signifikan, terutama dalam hal pelanggaran HAM, korupsi, ketiadaan akuntabilitas, ketidakstabilan jangka panjang, dan penghambatan inovasi.
Secara keseluruhan, pemerintahan diktator sering kali merugikan masyarakat dan menghambat perkembangan negara dalam jangka panjang. Sistem pemerintahan yang demokratis dengan mekanisme check and balance bisa menjadi alternatif untuk diterapkan di dalam suatu negara. Mekanisme ini merupakan prinsip ketatanegaraan yang menghendaki agar lembaga negara kedudukannya sederajat dan saling mengontrol satu sama lain. Dengan mekanisme check and balance yang kuat, suatu negara cenderung lebih mampu dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan memastikan keberlanjutan pembangunan yang adil dan merata.
Meskipun demokrasi dengan mekanisme check and balance tidak dapat menjamin kesejahteraan rakyat secara absolut, ia menyediakan kerangka yang lebih kondusif untuk mencapai tujuan tersebut dibandingkan dengan sistem otoriter. Demokrasi yang berfungsi dengan baik dapat meningkatkan partisipasi publik, melindungi HAM, dan menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan responsif. Namun, keberhasilan demokrasi dalam meningkatkan kesejahteraan juga sangat tergantung pada kualitas institusi, kepemimpinan yang baik, dan partisipasi aktif masyarakat.
Film tentang sosok pemimpin diktator ini penuh dengan humor yang vulgar dan kontroversial. Banyak adegan dalam film yang sengaja dibuat untuk memprovokasi pemikiran penonton tentang stereotipe Timur Tengah serta kritik terhadap politik internasional dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Meskipun demikian, beberapa kritikus menilai bahwa humor dalam film ini terkadang terasa dipaksakan.
Salah satu aspek menarik perhatian dari film ini adalah karakter Aladeen yang berkembang di sepanjang cerita. Dari seorang diktator kejam menjadi seseorang yang mulai memahami nilai-nilai kemanusiaan melalui hubungannya dengan Zoey. Namun, perubahan karakter ini juga menimbulkan perdebatan apakah film ini benar-benar menyampaikan pesan moral atau hanya sekadar hiburan semata..
“The Dictator” menerima ulasan beragam dari para kritikus. Beberapa memuji keberanian sutradara dan produser film ini dalam menyentuh isu-isu sensitif dengan cara yang lucu dan satire, sementara yang lain mengkritik pendekatan humornya yang dianggap terlalu kasar atau ofensif bagi sebagian orang. Meskipun demikian, film ini berhasil meraih pendapatan sebesar $179 juta di seluruh dunia.
Secara keseluruhan, “The Dictator” adalah sebuah film komedi satire yang menghibur tetapi kontroversial. Bagi penonton yang sudah cukup umur dan terbiasa dengan humor yang provokatif, film ini mungkin akan sangat menghibur. Sebaliknya, bagi mereka yang di bawah umur dan mudah tersinggung atau tidak menyukai humor vulgar, lebih baik untuk menghindari film ini.