Judul Novel
: Anak Semua Bangsa
Penulis : Pramoedya Ananta
Toer
Penerbit : Lentera Dipantara,
Jakarta Timur
Isi : 536
halaman
Tahun Terbit
: 2009 cetakan ke-11
“Kejahatan datang dari
semua bangsa dari segala zaman”.
Dengan ilmu pengetahuan modern,
manusia keji semakin keji. Anak Semua Bangsa, buku kedua dari tetralogi Buru.
Mencoba mengenali bangsa sendiri melalui peristiwa-peristiwa sekitar yang
menghilangkan cinta, tawa para manusia keji. Itulah Minke, bayi dari semua
bangsa dan kemudian menjadi anak dari bangsanya serta berbuat untuk manusia
bangsanya.
Di sisi lain, Nyai Ontosoroh tetap
tampil dengan keganasan melawan ketidakadilan yang tersembunyi dalam sosoknya yang mempesona,
berwibawa, dan air muka yang menenangkan.
Pram menyuguhkan perjalanan
cerita yang memukau, mencairkan emosi pembaca melalui tokoh-tokoh yang berjalan
dalam perjalanan kisah masing-masing.
Dalam seri ini, Minke berusaha mengenali bangsa sendiri, sebab selama ini ia terlalu sibuk dengan
pergaulannya dengan bangsa Eropa. Khouw
Ah Soe memberi pencerahan pada Minke bagaimana pentingnya membela bangsa
sendiri, menjunjung peradaban yang melahirkannya.
Konflik merupakan hiasan pada
setiap bab yang menjadikan pembaca merasa penasaran disertai alur runtut namun
tidak membingungkan. Akan tetapi, suasana akan lain jika pembaca tidak menyukai
setting yang terlalu ke-kolonial dalam keseluruhan buku tersebut.
Meskipun demikian, buku ini cocok
untuk semua kalangan sebab mengandung cerita sejarah, keajaiban pengetahuan,
keberanian, ketidakberdayaan pribum melawan raksasa Eropa, dan kisah dari anak
semua bangsa.
“Kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu,
pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka terpelajar. Kau harus,
harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu.” - (Nyai
Ontosoroh)
Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UTM