Aksi Massa. Tan Malaka |
Judul Buku : Aksi Massa
Penulis : Tan Malaka
Halaman : 148
Cetakan : 1, 2013
Penerbit : Pustaka Narasi
ISBN : 9789791683357
"Revolusi itu bukan sebuah ide yang luar biasa, dan istimewa, serta bukan lahir atas perintah seorang manusia yang luar biasa. Kecakapan dan sifat luar biasa dari seseorang dalam membangun revolusi, melaksanakan atau memimpinnya menuju kemenangan, tak dapat diciptakan dengan otaknya sendiri. Sebuah revolusi disebabkan oleh pergaulan hidup, suatu akibat tertentu dari tindakan-tindakan masyarakat," Tan Malaka.
Ketika mendengar kata revolusi, hal pertama yang terlintas dibenak kebanyakan orang adalah perihal kekerasan, kudeta, dan berbagai tindakan ngeri lainnya. Tak dipungkiri, ini terjadi karena beberapa aksi revolusi yang pernah terjadi selalu dibarengi dengan tindak kekerasan di belakangnya. Sebut saja Revolusi Perancis yang membuat Raja Louis XVI beserta istrinya menghadapi pedihnya pancung guillotine, atau Revolusi Rusia yang memakan korban hampir setengah juta jiwa.
Padahal kekerasan bukanlah inti dari sebuah gerakan revolusi. Kerusuhan serta pertempuran yang terjadi di jalanan ketika sebuah gerakan revolusi pecah, menurut Alexander Berkman dalam bukunya, Anarkisme dan Revolusi Sosial disebut sebagai tindakan persiapan yang paling tidak penting dari sebuah revolusi itu sendiri.
Sebenarnya banyak juga, aksi revolusi yang berlangsung secara damai, sebut saja aksi People Power pada tahun 1986 yang terjadi di Filipina, yang berhasil meruntuhkan kediktatoran dari Ferdinand Marcos, atau aksi Revolusi Mawar ala rakyat georgia yang secara langsung berdampak pada mundurnya Eduard Shevardnadze sebagai presiden.
Tentunya aksi-aksi revolusi sosial seperti itu, jarang dibangun narasinya di masyarakat. Media-media mainstream selalu menampilkan bahwa tindak revolusi itu selalu harus dibanjiri dengan darah dan hilangnya sebuah nyawa. Entah, apa maksud dibuatnya narasi seperti itu, yang pasti dan dapat terlihat oleh mata telanjang ialah si pembuat narasi menginginkan bahwa, rakyat menjadi takut untuk melakukan revolusi, sehingga kelanggengan suatu sistem akan terus terjaga.
Beranjak dari hal tersebut, penulis teringat sebuah buku yang terbit pada tahun 1926. Buku tersebut berjudul Aksi Massa. Aksi Massa karya Tan Malaka, seorang pencetus bentuk negara Republik Indonesia. Dalam bukunya tersebut, Tan menyuguhkan sebuah taktik gerakan revolusi, sehingga nantinya gerakan tersebut dapat berhasil dengan baik.
Tan menyebutnya sebagai taktik aksi massa. Baginya, aksi massa timbul karena sebuah kesenjangan terjadi dengan begitu tinggi di antara kelas dan golongan. Tujuan dilakukannya aksi massa pun, apalagi kalau bukan untuk merebut dan mengambil alih kekuasaan guna menciptakan sebuah kesejahteraan di masyarakat.
Dalam bukunya ini, Tan tidak melulu hanya berbicara mengenai bagaimana sebuah gerakan revolusi dapat terjadi dengan baik. Melainkan, dia juga menjelaskan bagaimana riwayat Indonesia yang sejak zaman Kerajaan Majapahit, hingga periode zaman modern selalu mendapatkan intervensi dari negeri-negeri lain, seperti halnya dengan masuknya beberapa agama ke nusantara, terbuktinya ramalan Empu Sedah tentang pecahnya revolusi yang dipimpin oleh orang asing (penjajah belanda), serta masih banyak bukti lainnya.
Hal tersebut tidak menjadi sesuatu yang muluk, mengingat sampai kini segala lini kehidupan yang ada di negeri yang katanya 'Zamrud Katulistiwa', tangan-tangan asing selalu menjadi bayang-bayang yang menghantui.
Salah satu bukti konkretnya ialah, Data Statistik Utang Internasional yang dipublikasikan oleh Bank Dunia pada tahun 2020, yang menyebutkan bahwa Indonesia berada di posisi ketujuh dengan utang luar negeri terbesar. Meski beberapa orang membantahnya dan mengatakan bahwa perihal utang negara itu tidak bisa disangkutpautkan dengan intervensi asing, akan tetapi banyak ditemukan bahwa intervensi asing, muncul ketika suatu negara terlilit hutang dan sederhananya tidak bisa melunasinya.
Dani Setiawan, ketua Koalisi Anti Utang (KAU) pada tahun 2012 telah menyebutkan bahwa pinjaman utang yang diberikan kepada Indonesia, akan erat kaitannya dengan kebijakan ekonomi-politik dari negara pemberi pinjaman. Paling sederhananya, dalam klausul pemberian utang, sudah barang tentu negara pemberi utang akan mencantumkan beberapa syarat peminjaman, seperti halnya negera yang diberi pinjaman harus menggunakan produk-produk dari negera yang memberi pinjaman. Jika hal tersebut berlangsung secara terus-menerus, dapat dipastikan bahwa Indonesia akan selalu dipaksa 'mensejahterakan' negeri asing.
Kemudian, Aksi Massa juga menerangkan berbagai bentuk imperialisme yang terjadi di berbagai negara yang kemudian dibandingkan oleh Tan dengan imperialisme yang terjadi di Indonesia. Ia mengatakan bahwa imperialisme Inggris di India dapat dikatakan lebih manusiawi, ketimbang apa yang dipraktikkan oleh Belanda di Nusantara, karena Inggris masih peduli terhadap tingkat pendidikan rakyat India, daripada praktik politik etis ala Belanda yang hanya sekedar formalitas belaka.
Maksud dari adanya konsep perbandingan ini mengartikan, bahwa Tan ingin agar rakyat Indonesia dalam waktu dekat dapat tergugah hatinya dan lekas dapat mewujudkan sebuah revolusi melalui aksi massa yang besar. Sehingga, apa yang dicita-citakan oleh Tan Malaka untuk dapat hidup tanpa kekangan dapat terwujud.
Jika direlevansikan dengan kondisi saat ini, perbandingan Tan tersebut menjadi pelajaran berharga, misalnya dalam hal ekonomi. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, sebut saja Malaysia, taraf perekonomian Indonesia boleh dikatakan kalah jauh. Dilansir dari Katadata.com, pendapatan per kapita Malaysia pada tahun 2018 berada pada besaran US$ 10 ribu per tahun, dan hanya membutuhkan tingkat kenaikan sebesar 8.4% per tahun guna mencapai taraf negara maju (high income) pada tahun 2020-2024.
Berbeda sekali dengan Indonesia, yang pendapatan per kapitanya pada tahun 2018 masih berada pada kisaran US$ 3-4 ribu per tahun, yang mengharuskannya memiliki tingkat kenaikan dua kali lipat dibandingkan Malaysia untuk dapat menyamainya. Dari hal tersebut, jika dari segi konsep penulisan Aksi Massa oleh Tan Malaka, dapat diambil kesimpulan bahwa secara tidak langsung kita juga harus belajar dari apa yang telah diterapkan oleh Malaysia, sehingga pendapatan per kapitanya, bisa berada satu tingkat di atas Indonesia.
Lalu, apa kelebihan taktik aksi massa yang ditawarkan oleh Tan Malaka dalam sebuah gerakan revolusi?
Tan menyebutkan bahwa, dengan aksi massa perjuangan pembebasan dapat dijaga, pemimpin dapat menentukan berapa jauh ia boleh mengadakan tuntutan politik dan ekonomi. Hubungan dengan massa dan antar massa pun perlu dijaga, agar tidak putus.
Tan juga menyebutkan bahwa putch atau tindakan perebutan kekuasaan secara radikal, merupakan aksi gerombolan kecil yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepentingan rakyat banyak. Gerakan putch ini hanyalah manifestasi dari rasa iri terhadap keberhasilan musuh, dan gerakan ini menjadi mudah dipatahkan karena tidak terstrukturnya dasar dari sebuah gerakan.
Tan tidak mengatakan bahwa narasinya ini adalah kritik terhadap gerakan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1926. Namun, Tan juga tidak menampik kemungkinan bahwa dirinya menentang keras terkait tindakan PKI yang melakukan pemberontakan tanpa adanya perencanaan yang matang tersebut.
Bagi Tan, sebuah aksi yang melibatkan massa besar, seharusnya juga harus dipimpin oleh pemimpin yang berkarakter. Dalam hal ini, karakter pemimpin yang diinginkan oleh Tan adalah cerdas, revolusioner, sabar, waspada, peka terhadap rencana musuh, serta mampu mengubah keinginan massa menjadi sebuah tindakan massa.
Oleh sebab itu, pemikiran Tan Malaka ini secara tidak langsung mengajak kita untuk bercermin dari barat, bercermin dari bagaimana gerakan aksi massa yang terjadi di barat bisa berhasil dengan baik. Akan tetapi, Tan juga tidak menginginkan bahwa bercerminnya kita ke barat tersebut, secara serta merta membuat kita pasrah dan hanya bisa tunduk ke barat. Karena menurutnya, suatu kemajuan tidak akan pernah diperoleh dibawah lutut imperialisme.
Tan juga mengatakan bahwa, kemerdekaan yang telah kita alami saat ini hanyalah kemerdekaan semu, imperialisme gaya baru telah mencoba untuk mengekang kebebasan setiap individu secara lebih halus, sehingga setiap praktik perbudakan yang terjadi, tidak lantas membuat rakyat sadar dan melakukan pemberontakan terkait hal itu. Agak aneh memang, buku yang terbit hampir satu abad yang lalu, mampu memprediksikan hal-hal yang bakal terjadi di masa depan.
Selain itu, kelebihan lain yang dimiliki oleh Aksi Massa, adalah perihal penyampaian praktik revolusi, yang merubah segala stigma. Revolusi tidak harus dilakukan dengan cara berdarah-darah. Aksi Massa sebagai taktik revolusi, dapat dilakukan dengan damai, dengan berbagai perhitungan yang matang, sehingga esensi revolusi sebagai media perubahan ke arah yang lebih baik dapat terwujud.
Hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh Berkman yang mengatakan bahwa, yang lebih penting dan utama dari adanya tindakan revolusi sosial adalah perihal konsistensi dari masyarakatnya. Bagaimana masyarakat tersebut tetap dapat menjaga pemikiran revolusionernya. Sehingga dalam upaya untuk melakukan perubahan tadi, tidak hanya sebatas pada penggulingan kekuasaan atau perubahan suatu sistem pemerintahannya saja.
Meski menyuguhkan berbagai pemikirannya yang brilian, tidak menutup kemungkinan buku Aksi Massa ini masih memiliki kekurangan tersendiri. Salah satunya, adalah perihal penulisan kalimatnya. Karakter yang selalu muncul dalam karya Tan adalah susunan kalimatnya yang terbilang cukup sulit untuk dapat dicerna dengan sekali baca. Penulis sendiri ketika membaca buku ini, perlu untuk mengulangi membaca beberapa paragraf yang dianggap sulit untuk dipahami, sebelum akhirnya lanjut membaca paragraf berikutnya.
Akan tetapi, bagi penulis, kesan seperti itu lah yang kemudian menjadi unsur estetiknya membaca buku-bukunya Tan Malaka. Karena semakin susah untuk dipahami dan diselesaikan, semakin puas pula para pembaca ketika berhasil menyelesaikan dan memahaminya.
Perihal bentuk fisik, buku setebal 148 halaman ini terbilang ramah bagi mata pembaca, mengingat penggunaan kertas kuning serta tata letak paragraf yang pendek-pendek, berdampak pada tidak terlalu kontrasnya pantulan cahaya bagi indera pengelihatan.
Namun, meski begitu penulis tetap menyarankan bagi anda yang berkeinginan untuk membaca Aksi Massa, agar tidak tergesa-gesa guna dapat menyelesaikannya. Karena dipungkiri atau tidak, pemikiran Tan Malaka merupakan pemikiran-pemikiran yang radikal, sehingga dalam memahaminya pun harus secara radikal pula.
Ahmad Wahyu Mubarok
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Trunojoyo Madura