WKUTM – Universitas Trunojoyo Madura (UTM) telah mengadakan rapat senat terbuka dalam rangka pengukuhan Safi’, Rektor UTM, sebagai guru besar bidang hukum dan perundang-undangan, Senin (24/12). Safi’ menyampaikan pidato dengan tema Urgensi Penyatuan Kewenangan Pengujian Peraturan Perundang-Undangan (Judicial Review) kepada Mahkamah Konstitusi dalam Menjamin keadilan dan Kepastian Hukum.
Safi’ selaku rektor UTM memaparkan permasalahan peraturan hukum di Indonesia saat ini, terutama yang tertera dalam Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1), menimbulkan problematika hukum. Adapun berbunyi sebagai berikut.
Pasal 24A ayat (1) Mahkamah Agung (MA) berwenang mengadili pada tingkat koalisi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Pasal 24C ayat (1) Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD), memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kesewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
”Kewenangan yang memisahkan MA dan MK menimbulkan berbagai problematika hukum, dari berbagai sisi. Baik dari problem filosofis, problem teoritis, problem yuridis, problem sosiologis,” jelas Safi’ di depan hadirin (24/12).
Rektor UTM tersebut menambahkan, perihal arah dan tujuan penyatuan kewenangan judicial review, yang tercantum dalam artikel ilmiahnya, bahwa pihaknya ingin sinkronisasi dan harmonisi nilai-nilai pancasila dan konstitusi ke dalam peraturan perundang-undangan. Ada empat alasan mengapa dirinya memilih MK. Salah satunya ialah, agar MA fokus menangani persoalan keadilan dan ketidakadilan bagi warga negara, sedangkan MK fokus menjamin konstitusionalitas keseluruhan peraturan perundang-undangan.
”Menghindari potensi konflik putusan antara MA dan MK, menghindari salah tafsir tentang kesetaraan kedudukan antara MA dan MK dan menghindari kekosongan hukum,” ungkapnya.
Baca juga: Debat Terbuka Capresma Bahas Aksesibilitas Kampus serta Transparansi dan Akuntabilitas Ormawa
Guru Besar Bidang Hukum dan Perundang-Undangan ini menawarkan dua konsep sebagai tawaran solusi untuk menyatukan kewenangan judicial review kedalam MK, yaitu:
1. Amandemen rumusan ketentuan Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, dengan mengeluarkan kewenangan MA untuk menguji Peraturan Perundang Undangan dibawah UU terhadap UU dan memasukkan menjadi kewenangan MK.
2. Menafsirkan kewenangan Judicial Review MA dalam ketentuan Pasal 24A ayat (1) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam penangan perkara konkritnya, serta menafsirkan kata undang-undang dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 sebagai wet in materiele zin, yang meliputi undang-undang dan seluruh jenis peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Dalam sesi tanya jawab bersama wartawan, Safi’ membagikan prinsip hidup yang dimiliki. Terdapat dua kalimat pegangannya, “Never give up” dan “Never stop doing good”. Kedua hal itu yang disebut Safi’ mengantarkan dirinya memperoleh gelar profesor yang diembannya saat ini.
”Harus kerja keras, jangan mudah putus asa. Jangan pernah berhenti untuk melakukan kebaikan Karena kerja keras kita ditambah dengan kebaikan itu akan nambah mempermulus ikhtiar kita,” ujarnya.
Ihwal target yang akan dilakukan selanjutnya, Safi’ menuturkan bahwa sebagai guru besar dan juga Rektor UTM, pihaknya akan membawa UTM melahirkan berbagai macam program studi yang ber-akhlahkul karimah dan bermanfaat untuk masyarakat luas.
”Tentunya saya ingin membawa UTM menjadi kampus yang melahirkan jurusan-jurusan yang lebih dibutuhkan oleh masyarakat, bangsa dan negara. Serta ingin UTM bisa sejajar dengan kampus-kampus besar lainnya di Indonesia ,” pungkasnya. (sha/frd)