Pemira UTM Tingkat Fakultas Tuai Banyak Permasalahan

Pemira UTM Tingkat Fakultas Tuai Banyak Permasalahan

LPM Spirit - Mahasiswa
Rabu, 29 Desember 2021
WKUTM – Pemilihan Mahasiswa Raya (Pemira) tingkat fakultas Universitas Trunojoyo Madura (UTM) tahun 2021, dijadwalkan dari Rabu (12/22) hingga Rabu (12/29). Pemira tingkat fakultas ini dilaksanakan secara Dalam Jaringan (daring) menggunakan Google Formulir. Kendati demikian, acara tersebut menuai permasalahan seperti adanya kritik terhadap sistem aklamasi karena hanya terdapat satu Pasangan Calon (Paslon) dan munculnya dua Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang sama dengan isi yang berbeda.

Aisyah Nur Fadhilah, selaku mahasiswa Fakultas Hukum menilai jika adanya aklamasi menjadikan Pemira UTM belum sepenuhnya menerapkan demokrasi. Hal tersebut lantaran tidak tersedianya kotak kosong. 

”Kalau aklamasi satu Paslon, untuk menjaga demokrasi seharusnya disediakan kotak kosong. Bukannya dipaksa memilih Paslon yang tidak didukung dan dipercayai, ini keresahan dari tahun kemarin juga,” ungkap mahasiswi asal Sidoarjo (24/12).

Adapun Agung Ali Fahmi, selaku Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan, menolak memberikan tanggapan ihwal sistem aklamasi dan administrasi pemberkasan pendaftaran Paslon. Dirinya berdalih adanya perbedaan pada proses kepengurusan administrasi per-fakultas.
 
”Saya tidak ingin menanggapi perihal aklamasi ataupun administrasi yang kurang, karena proses administrasinya berbeda,” ungkapnya saat diwawancara di rumahnya (28/12).

Selain itu, Agung juga menyayangkan tidak banyak Paslon yang lolos administrasi. Menurutnya Pemira adalah acara bergengsi yang seharusnya terdapat 10 hingga 15 Paslon, tidak hanya satu atau dua saja.

”Saya cuma menyesalkan saja karena tidak banyak yang lolos administrasi, harusnya kan ini menjadi ajang bergengsi sehingga calon itu tidak hanya satu atau dua, tetapi 10 sampai 15, artinya ada kaderisasi kepemimpinan,” tuturnya.

Sementara itu, Achmad Arianto, selaku Panitia Pengawas Pemilu Mahasiswa (Panwaslu-M) Fakultas Keislaman (Fkis), mengungkap jika sistem aklamasi telah termaktub dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa Fakultas (PKPUM-F). Dirinya juga membenarkan Fkis menggunakan sistem aklamasi dalam pemilihan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur (Cagub-Cawagub) tahun ini.

”FKis menerapkan sistem aklamasi, pada PKPUM FKis sudah dijelaskan, jika diakhir seleksi hanya menyisakan paslon tunggal, maka langsung aklamasi,” ungkap Achmad via WhatsApp (25/12).

Lebih lanjut, Achmad membeberkan pada awalnya terdapat dua Paslon yang mendaftar, namun salah satunya gugur dalam tahap pemberkasan. Hal ini dikarenakan Paslon yang gugur tersebut masih belum melengkapi pemberkasan setelah diberi waktu oleh pihak KPUM-F.

"Cagub-Cawagub awalnya terdapat dua Paslon, namun gugur karena berkasnya tidak lengkap. KPUM-F sendiri sudah memberikan waktu, namun masih belum bisa melengkapi,” bebernya.

Anshar Gafur, selaku penanggung jawab Pemilihan Umum (Pemilu) mahasiswa FKis, menegaskan bahwa untuk informasi Pemilu sudah dijelaskan panitia. Namun, jika mahasiswa merasa tidak puas, maka dapat menyampaikan aspirasinya melalui pihak berwenang seperti KPUM-F, Panwaslu-M, dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPM-F).

”Mahasiswa bisa menyampaikan aspirasinya kepada pihak yang berwenang seperti KPUM, Panwaslu-M, dan DPM-F, tidak hanya di kolom komentar atau story WhatsApp saja,” saat diwawancara via WhatsApp (25/12).

Munculnya Dua PKPU di FISIB
Adapun di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB), terjadi permasalahan yang disebabkan oleh adanya dua PKPU FISIB dengan isi yang berbeda, namun nomor peraturan dan stempel di tanggal yang sama. Fariszal Aji Pratama, selaku mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi, berpendapat jika bisa saja terdapat ketidakberesan di dalam tubuh lembaga tersebut. Dirinya juga mengungkapkan rasa dilemanya apakah hal ini dikarenakan adanya miskomunikasi atau sengaja dimanfaatkan karena saat ini sedang gencar-gencarnya Pemilu.

”Bisa jadi ini menunjukkan ada yang tidak beres di dalam tubuh lembaga itu sendiri, kenapa bisa sampai ada kejadian seperti itu, entah karena miskomunikasi atau karena memang saat ini gencar-gencarnya pemilu, lalu momen tersebut bisa dimanfaatkan,” ungkapnya saat diwawancara via WhatsApp (29/12).

Adapun Akbar Junaedy, selaku ketua KPUM FISIB, mengaku kurang mengetahui perihal adanya dua peraturan tersebut. Pihaknya menduga hal tersebut dikarenakan adanya kesalahan dari pihak panitia Hubungan Masyarakat (Humas). 

”Bisa ditanyakan langsung ke Humasnya saja, karena dari panitia KPUM sudah merapatkan untuk peraturan KPUM, jadi semisal Humas ngasih dokumen yang salah, itu bukan salah ketua KPUM nya, narahubungnya yang dipertanyakan,” ungkapnya (25/12).

Akbar menambahkan, narahubung PKPU tersebut adalah delegasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIB, yang termasuk bagian advokasi. Dirinya berpendapat adanya PKPUM rangkap dua tersebut bukan termasuk kesalahan panitia, karena dari pihak panitia telah melakukan rapat. Namun lebih ke arah adanya kejanggalan dari pihak narahubung sehingga mengirim dua kali file berbeda.

”Kalau ada kecolongan seperti itu bukan salah panitia, karena panitia sendiri sudah melakukan rapat. Jadi semisal ada data yang sampai dua kali dikirim, berarti ada kejanggalan dari narahubung,” tambahnya. (WN/J1)