Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, berjabat tangan dengan pejabat Kabinet Merah Putih, pada sidang kabinet perdana di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10). (Prabowo/Instagram)
WKUTM – Prabowo Subianto telah melantik 136 pejabat negara, yang 48 di antaranya merupakan menteri, Senin (21/10). Adapun jumlah menteri pada masa pemerintahan Prabowo mengalami peningkatan dibandingkan masa kepemimpinan presiden Joko Widodo dengan 34 menteri.
Penambahan jumlah menteri tersebut, disebut sebagai bentuk politik balas budi serta dinilai dapat menimbulkan pembengkakan APBN.
Mohammad Afifuddin, selaku dosen Sosiologi Politik menjelaskan Prabowo sebagai presiden terpilih sengaja mengajak orang terdekatnya untuk menduduki kursi pejabat kabinet. Dengan demikian, Kabinet Merah Putih sebagian besar diisi oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang sebelumnya memenangkan Prabowo-Gibran.
”Prabowo melegitimasi dengan menambahkan kementerian dan lembaga sebanyak-banyaknya atau sebagai bentuk sharing of power. Maka, hal itulah yang menjadi faktor gemuknya kabinet saat ini, ” jelasnya (24/10).
Afifuddin menambahkan, hal tersebut berujung pada penggemukan kabinet pada masa kepemimpinan Prabowo. Selain itu, penggemukan ini juga dilakukan untuk menggaet tokoh-tokoh konglomerat.
Yakni, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait yang dekat dengan tokoh 9 naga, kemudian Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol yang ditengarai dekat dengan pengusaha besar di sektor tersebut. Yaitu, Andi Syamsuddin Irsyad atau Haji Isa, pengusaha tambang batu bara dan kelapa sawit.
”Di belakangnya itu, ada backup dari pengusaha-pengusaha besar yang bermain. Jadi konflik kepentingan kerasa siapa yang diuntungkan. Juga, kelompok dia yang mendapat proyek pengadaan itu,” ungkap dosen Sosiologi Politik tersebut.
Senada dengan Afif, Nurus Zaman, Dosen Politik dan Hukum juga menjelaskan posisi pejabat Kabinet Merah Putih belum sepenuhnya diisi oleh orang yang berkompeten di bidangnya.
Misalnya, Rafi Ahmad menjadi Utusan Khusus Presiden Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, Yovie Widianto Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Kreatif, dan Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
”Apakah tidak ada orang lain selain dia menjadi pejabat negara. Mohon maaf ya, ustaz masih muda kenapa nggak ada yang lain? Yang sudah doktor, belajar agama Islamnya kemana-mana,” tuturnya (24/10).
Selain itu, Giring Nidji ditunjuk menjadi Wakil Menteri (Wamen) kebudayaan. Menurut Nurus, dilakukan atas dasar politik balas Budi. Sebab, Giring terafiliasi dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dekat dengan pemerintahan Prabowo.
Pembengkakan APBN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.75 tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara dan Keputusan Presiden RI Nomor 68 tahun 2001. Gaji pokok Menteri sebesar Rp5.040.000 per bulan, sedangkan tunjangan Rp13.608.000 per bulan.
Adapun, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.176/MK. 02/2015 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Wamen. Wamen berhak diberikan 85% dari tunjangan jabatan menteri. Sehingga, berdasadkan aturan ini, gaji yang diterima Wamen setidaknya Rp18.991.800 per bulan.
Sementara itu, gaji penasihat khusus presiden, utusan khusus presiden, staf khusus presiden, dan staf khusus wakil presiden diatur dalam Perpres Nomor 137 Tahun 2024, bahwa hak gaji dan fasilitas disesuaikan dengan jabatan kementerian.
Nurus mengungkapkan, pemekaran Kabinet Merah Putih mengakibatkan bengkaknya anggaran. Sebab, pemerintah harus memberikan gaji, fasilitas penunjang untuk 136 pejabat yang tergabung dalam Koalisi gemuk Merah Putih.
Ia berpendapat bahwa masih banyak prioritas pembangunan dan perbaikan kebijakan yang harus diselesaikan.
”Utang negara masih banyak, insfratruktur masih amburadul, pendidikan kita kapitalisme sekarang. Masa, uang negara untuk kebutuhan itu,” kata dosen asal Kota Zikir dan Salawat tersebut.
Begitu pun dengan Afifuddin, ia turut berpendapat bahwa APBN banyak digunakan untuk biaya operasional daripada biaya modal. Sebab, belanja modal idealnya memiliki porsi lebih banyak dibanding belanja operasional.
”Baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah masih kebalik. Belanja operasional untuk pejabat atau pegawai rutin. Belanja pegawai itu kan pasti tiap bulan ada. Sedangkan belanja modal untuk kebutuhan publik seperti, perbaikan jalan dan insfratruktur porsinya itu harus lebih banyak dibanding belanja operasional,” Imbuhnya.
Dosen Sosiologi Politik itu berharap agar Presiden Prabowo menempati janji kampanyenya. Meski, pembagian para menteri Kabinet Merah Putih belum sepenuhnya ditempatkan posisi yang sesuai dengan bidangnya.
”Jadilah dirimu sendiri, keluar dari bayang-bayang pak Jokowi dan buktikan sesuai dengan rapat paripurna pertama. Yaitu, tidak mempermainkan APBN, dan mempermudah birokrasi,” pungkasnya.
Surokim, selaku Pengamat Politik UTM juga berharap agar Kabinet Merah Putih dapat menjalankan fungsi dan Tupoksi sebagai penyelenggara negara dengan baik.
”Fokus kerja, buktikan dan lunasi segera janji-janji kampanye presiden.” harapnya (KHA/FRD)