Sumber foto: Pinterest/@USnewsper
War is never a solution, it is an aggravation.
-Benjamin Disraeli-
Aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat Israel belakangan ini nampaknya menjadi arah baru bagi dinamika konflik Palestina dan Israel. Sayangnya, gelombang aksi tersebut belum mampu menggoyahkan sikap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Terbukti dari aksi unjuk rasa masyarakat Israel pada 17 Agustus kemarin, Benjamin justru melontarkan pembelaan yang berseberangan dengan aspirasi massa.
Ia beranggapan aksi tersebut justru akan menguntungkan Hamas dan menghalangi kemenangan perang. Mendengar argumen tersebut, saya meyakini bahwa Benjamin tidak pernah turun langsung ke medan perang dan melihat langsung efek yang mereka hasilkan dari ambisi ini.
Berbeda dengan pemerintahnya, sebagian masyarakat Israel kini mulai mendapatkan “pencerahan” bahwa perang tidak pernah menghasilkan apa pun selain sebagai wadah tumbal nyawa. Mereka merasa arah peperangan semakin lama semakin tidak jelas, bahkan merugikan masyarakat Israel sendiri.
Sebab, ketika bepergian ke luar negeri, warga Israel kerap menghadapi perlakuan tidak menyenangkan—imbas dari serangan yang dilakukan negara mereka terhadap Gaza. Mereka dicap bak pelaku atas kematian banyak orang. Kini, tatapan penuh ketidaknyamanan itu menjadi hal yang tak terelakkan setiap kali mereka berhadapan dengan dunia luar.
Dalam aksi unjuk rasa terhadap Benjamin Netanyahu, terdapat beberapa poin yang menjadi tuntutan. Yakni penghentian perang dan pengembalian 50 sandera di Gaza. Informasi mengenai penyanderaan ini simpang siur. Ada yang beranggapan Hamas adalah pemicu, ada pula yang meyakini pemerintah Israel sengaja menjadikan kasus ini alasan untuk terus menggencarkan serangan tanpa henti, tanpa peduli seberapa banyak korban sipil yang harus meregang nyawa. Seolah-olah fokus mereka bukanlah menyelamatkan sandera, melainkan semata memenangkan perang.
Kesaksian menarik datang dari seorang korban sandera yang berhasil kembali ke keluarganya. Melalui kanal YouTube Kamar Jeri, Arbel Yehoudm menegaskan bahwa tekanan militer tidak pernah membawa sandera pulang.
“Tekanan militer tidak membawa sandera kembali-itu hanya *** mereka. Satu satunya yang membuat mereka kembali adalah kesepakatan,” ujarnya.
Dari sini dapat dilihat bahwa motif Hamas pada dasarnya untuk mendorong tercapainya gencatan senjata. Sayangnya, strategi itu dilakukan dengan menahan sandera. Lebih naas lagi, pemerintah Israel justru menargetkan masyarakat sipil yang tak tahu apa-apa sebagai bentuk balasan. Tak heran jika banyak masyarakat, khususnya dari keluarga korban, saat berdemonstrasi di Kantor Pusat Likud, menyuarakan kekecewaan bahwa pemerintah tidak serius dalam mengupayakan pemulangan sandera.
Ketegangan ini tampaknya tidak akan mereda dalam waktu dekat. Keras kepala pemerintah Israel bahkan berbalik menjadi bumerang bagi warganya sendiri. Selasa (2/9) lalu, otoritas Gaza melaporkan bahwa sepanjang Agustus terdapat 185 kematian akibat kelaparan, termasuk 12 anak-anak.
Fakta tragis ini menguatkan kembali ungkapan Benjamin Disraeli. War is never a solution, it is an aggravation. (Perang tidak pernah menjadi solusi, perang adalah sebuah kejengkelan).
Nur Anisa
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi