Panel Surya Tidak Maksimal Akibatkan Penerangan UTM Minim

Panel Surya Tidak Maksimal Akibatkan Penerangan UTM Minim

LPM Spirit - Mahasiswa
Rabu, 18 Maret 2020


WKUTM – Sumber penerangan listrik Universitas Trunojoyo Madura (UTM) beberapa masih menggunakan energi terbarukan, seperti penggunaan panel surya. Amrin Rozali, Staf Unit Layanan Pengadaan (ULP) mengatakan beberapa titik di UTM yang masih gelap karena rusaknya solar cell  atau accu pada panelnya.

”Mungkin yang di  belakang rektorat itu solar cellnya rusak, saya juga pernah menemukan di taman atau jalan kembar, accu sudah diganti tapi tetap tidak nyala,” ujarnya.

Penggunaan panel surya yang tidak maksimal  juga disebabkan pendeknya usia accu serta mahalnya biaya penggantian accu. Sekelas  accu mobil harganya berkisar antara Rp 700.000,-  sampai Rp 800.000,- sedangkan untuk kategori accu panel surya sendiri selisih Rp 200.000,-  sampai Rp 300.000,- jelas Amrin.

Menurut keterangan Amrin, energi listrik menggunakan panel surya akan lebih mahal. Dirinya mengibaratkan UTM  menggunakan  1000 buah lampu listrik membutuhkan biaya kisaran 500 juta rupiah. Namun ketika menggunakan panel surya justru membutuhkan anggaran yang lebih besar yaitu sekitar satu miliar. Adapun tidak ada perawatan khusus untuk pemasangan panel surya, sementara itu biaya masih menggunakan anggaran umum.

“Kalau perawatan khusus tidak ada, adanya perawatan yang meliputi seluruh fasilitas yang ada di UTM seperti digabung dengan anggran rekontruksi bangunan, perawatan peralatan komputer, dan printer yang berjumlah 1,2 miliar pertahun,” jelasnya.

Koko Joni, selaku dosen Fakultak Teknik juga turut menambahkan bahwa pemasangan panel surya membutuhkan anggaran yang cukup tinggi, namun  jika sudah berfungsi dengan baik akan menghasilkan energi yang terjangkau, Jika dibandingkan dengan listrik dari PLN.

”Tenaga surya mahalnya di awal ketika sudah dipasang bisa membantu, kalau saya di rumah pake panel surya itu biasanya 50.000 itu untuk 1 minggu token, dengan panel surya bisa 1 bulan,” tutur pria lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember tersebut.

Selain permasalahan anggaran, kurang maksimalnya operasi panel surya juga disebabkan seringnya pencurian accu meskipun telah diletakkan pada kotak. Seringkali dibobol padahal sudah dikunci, akibatnya panel surya tidak bisa beroperasi sebagaimana fungsinya.

Koko Joni juga menyayangkan kurangnya penerangan yang ada di UTM akibat belum maksimalnya pemanfaatan panel surya yang dinilai lebih ramah lingkungan. ”Kalau tenaga surya investasinya mahal, sama akinya yang tidak bisa tahan lama, kalau PLN pembangkitnya dari gas ( PLTG) itu tidak ramah lingkungan, karena gasnya pencemaran,” imbuhnya.

Koko juga berharap agar UTM menggunakan energi listrik terbarukan agar tagihan listrik lebih sedikit. Selain itu dapat digunakan sebagai pembelajaran bagi mahasiswa pecinta lingkungan dan  mahasiswa program Teknik Elektro.

Sementara itu Muhammad Fajrul Islam, selaku mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,  juga mengeluhkan kurangnya lampu penerangan di UTM, terutama penerangan di sekitar taman, parkiran, dan belakang gedung rektorat.

”Bukan hanya di gedung fakultas bahkan di dekat gedung rektorat saja kurang, apalagi yang gedung-gedung baru. Kalo benar demikian, ya bisa dibilang UTM itu kurang tanggap,” keluhnya.

Akibat kurangnya penerangan, Fajrul menyesalkan adanya beberapa pihak yang memanfaatkan keadaan ini untuk perbuatan asusila.

”Banyak yang pacaran di taman kampus, merasa aman karena redup,” sesalnya. (Cha/Mel/HIY).