Selamat datang di dunia serba cepat. Makan tinggal klik pesan, bikin tulisan tinggal copas. Tugas kuliah? sat, set, tinggal ketik: “Tolong bikinin saya makalah 1000 kata lengkap dengan daftar pustaka.” Dalam hitungan detik, jadi deh. Hebat, kan? Mahasiswa jadi semakin pintar. Pintar menyuruh mesin berpikir.
Tapi anehnya, di tengah segalanya yang makin canggih, hoaks masih saja laku keras. Bahkan yang dikemas rapi sekalipun, bahasanya formal, narasinya mengalir, ada data—eh, ternyata informasi bodong. Lucunya, banyak yang percaya. Mungkin karena tampilannya mirip jurnal ilmiah, atau karena sumbernya kelihatan meyakinkan. Pokoknya, kalau tampilannya profesional, berarti isinya benar.
Belum lagi tren FOMO (Fear of Missing Out), alias ketakutan akan ketertinggalan. Tiap ada isu viral, langsung nimbrung. Lihat sumber sih nanti aja, yang penting update dulu. Jangan sampai ketinggalan biar bisa ngomong: “Aku sih, udah baca kasusnya dari kemarin.” Walau aslinya yang dibaca cuma judulnya.
Mahasiswa zaman sekarang memang punya bakat luar biasa. Bisa jadi pintar secara instan hanya dengan membaca ringkasan. Bisa marah soal isu negara, tanpa tahu konteks dan kronologinya seperti apa. Pas ditanya aksi nyata? Bentar kak, mau take video velocity dulu.
Padahal, kita sering dengar, mahasiswa itu agen perubahan. Tapi gimana mau mengubah kalau yang diyakini aja belum tentu benar? Terlalu sibuk jadi yang tercepat, sampai lupa cara memahami. Berpikir kritis dianggap galak dan sok paling benar. Padahal, kritis itu sabar. Sabar membaca, sabar memahami.
Berpikir kritis bukan berarti curiga ke semua hal, tapi sadar bahwa nggak semua hal yang viral itu valid. Nggak semua yang “menyentuh hati” itu layak dibagikan. Kadang, informasi yang benar itu membosankan, nggak dramatis, nggak clickbait. Tapi justru di situlah tantangannya. Berani nggak, kita membaca yang membosankan demi tahu yang sebenarnya?
Mungkin ini saatnya kita rem sedikit. Tugas mahasiswa bukan jadi komentator tercepat, tapi pembaca paling waras. Mikir sebelum manggut. Baca sampai tuntas. Cek sebelum ngegas. Karena kalau semua sibuk jadi yang paling tahu, siapa yang mau jadi yang paling paham?
Stevani Agustin
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum