WKUTM - Adanya tes kemampuan bahasa Inggris Test Of English as a Foreign Language (TOEFL) oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Bahasa Universitas Trunojoyo Madura (UTM) dilakukan untuk mengembangkan kemampuan bahasa Inggris Perguruan Tinggi, namun dalam pelaksanaannya mendapat keluhan dari beberapa mahasiswa. Beberapa keluhan diantaranya, ketidakjelasan prosedur penilaian, fasilitas yang kurang memadai, serta terindikasi menjadi lahan bisnis.
Adapun keluhan mahasiswa terkait pelaksanaan tes TOEFL, seperti yang dialami M. Fanani Kuswanto, mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menganggap bahwa tes tersebut
hanya dijadikan sebagai formalitas belaka karena rata-rata mahasiswa mengikuti
tes sebanyak 10 hingga 12 kali baru lulus tes.
“Menurut saya TOEFL seolah hanya sebagai lahan bisnis, kalau
saya pribadi semisal harus daftar 10-12 kali baru lulus itu sangat buang-buang
waktu, mending langsung membayar Rp.
120.000,- langsung bisa lulus,” ujarnya.
Selain itu, Fanani mengungkapkan bahwa dirinya beberapa kali mengkuti tes
TOEFL secara offline dan ia
mengeluhkan bahwa ketika offline fasilitas
yang diberikan kurang memadai, seperti Air
Conditioning (AC) tidak memadai dan speaker
yang suaranya kurang jelas.
“Ketika tes offline itu ya fasilitasnya parah dari kampus. AC tidak tidak terasa sama sekali
dan yang terpenting menjadi sarana utama yakni speaker gak jelas,” keluh
mahasiswa semester sembilan tersebut.
Senada dengan, M. Fanani, Ana Silvia, mahasiswa Prodi Teknologi Industri Pertanian. Ia menilai bahwa penilaian TOEFL masih kurang memadai.
"Jika soal
sama, mahasiswa bisa saling tanya ke
temannya atau mencatat jawaban sehingga atis kita akan
belajar untuk memperbaikinya dan nilai dari hari ke hari bisa tambah baik. Namun terkadang, nilainya naik turun seperti
dikatrol," keluhnya.
Silvia, juga merasa bahwa adanya indikasi lahan bisnis dalam pengadaan
TOEFL. Dirinya juga menambahkan bahwa seharusnya TOEFL UTM dibuat resmi seperti
standar Institusional
Testing Program (ITP) agar bisa digunakan sebagai syarat S2 dan
kerja.
Menanggapi keluhan pelaksanaan TOEFL tersebut, Suryo Tri Saksono, selaku kepala UPT Pusat
Bahasa mengungkapkan bahwa dalam soal TOEFL setidaknya terdapat 11 paket varian soal, maka tidak menutup kemungkinan jika
mahasiswa akan mendapat soal yang sama ketika mengikuti tes ulang
berikutnya. Ia juga menambahkan terkait
pembuatan soal ujian, bahwa UPT Pusat Bahasa telah menyiapkan tim yang
beranggotakan dosen dari UTM yang telah terpilih dan sesuai standar penilaian.
Terkait standar tes, Suryo menambahkan bahwa UPT
Pusat Bahasa pernah bekerja sama dengan Education
Testing Service (ETS) untuk menyelenggarakan TOEFL ITP di UTM yang berlaku secara
Nasional. Namun kerja sama tersebut diberhentikan karena persyaratan dinilai terlalu
memberatkan mahasiswa, adapun
syaratnya yakni setidaknya harus diikuti
sebanyak peserta 600 selama satu tahun dan peserta diwajibkan untuk
membayar biaya Rp. 400.000,-.
Meskipun demikian, sebagai uji verifikasi manajemen
pengelolaan, pihak UPT Pusat Bahasa telah mendapatkan serfitikat dari United Registrar of Systems (URS) dan
diperiksa setiap bulan Oktober. Pihaknya
menambahkan terkait teknis dan mekanisme
penyelenggaraan TOEFL, tercantum di laman pusatbahasa.trunojoyo.ac.id , yakni
peserta diharuskan mengakses Google Meet
untuk absensi, kemudian akan diberikan link agar masuk
ke dalam website
joinmyquiz.com untuk mengerjakan tes.
"Untuk
memastikan bahwa manajemen pengelolaan di kantor sudah sesuai
standar, jadi sejak bulan Oktober diperiksa oleh URS untuk memastikan bahwa
standar pengelolaan terjaga, dan
mekanisme seperti biasa di laman website UPT Pusat Bahasa," ucapnya.
Terkait prosedur penilaian TOEFL, Suryo menuturkan penilaian tes menggunakan cara semi
manual, artinya jawaban peserta akan diprogram untuk diperiksa dan kemudian
diketik, sehingga penilaian ini memerlukan waktu dua hari.
“Sekarang masih semi manual, artinya nilai itu
kemudian kita program terus kita ketik, kalau dulu masih manual masih satu-satu
tertinggal. Kalau sekarang dua hari sudah keluar,” tuturnya.
Perihal besarnya
biaya TOEFL, dari website UPT Pusat
Bahasa memberikan biaya sebesar Rp. 10.000,- untuk mahasiswa Diploma tiga dan Sarjana,
serta mahasiswa Magister dan umum sebesar Rp. 50.000,-. Suryo mengungkapkan bahwa dana
tersebut digunakan untuk biaya soal dan koreksinya, terkait data banyaknya
pendaftar dalam satu tahun terakhir pihaknya enggan
memberikan keterangan.
Adapun persoalan TOEFL tersebut, Fanani berharap agar kedepan TOEFL tidak
dijadikan sebagai ajang bisnis, serta penilaian TOEFL sesuai dengan standar
yang semestinya.
“Harapannya untuk kedepannya semoga sesuai dengan standar
TOEFL yang
semestinya, dan tidak lagi menjadi ladang bisnis,” harap mahasiswa asal Gresik tersebut.
Adapun Silvia juga berharap jika TOEFL UTM bisa digunakan untuk keperluan
pekerjaan dan mencari beasiswa.