Penerbit: Diva Press
Tahun Terbit: 1926
Halaman: 460
Pernahkah kamu merasa kebingungan ketika berhadapan dengan urusan birokrasi?
Tentu sebagian besar pernah, baik disadari atau tidak. Terkadang, untuk mengurus hal-hal yang seharusnya sepele, kita diharuskan menghadapi prosedur yang rumit dan tampak tidak perlu.
Hal serupa juga dialami oleh K, tokoh utama dalam novel Kastil yang ditulis oleh Franz Kafka. K digambarkan sebagai seorang juru ukur tanah yang terjebak dalam kerumitan birokrasi. Ia dipanggil oleh pejabat kastil untuk melakukan pekerjaannya. Namun, setibanya di desa tempat kastil itu berada, K justru tak dipersilakan bekerja maupun ke kastil dengan alasan apapun.
K menerima kabar dari itu Klamm, salah satu pejabat kastil, yang menegaskan untuk tidak melakukan kontak langsung dengan kastil. Ia diarahkan cukup berkoordinasi dengan Walikota saja untuk pekerjaannya. Namun, berbeda dengan permintaan kastil, Walikota justru menyebut bahwa mereka sama sekali tak membutuhkan juru ukur tanah. Ia Kemudian mengarahkan K untuk menemui seorang guru untuk mendapatkan pekerjaan sementara.
K pun kebingungan ketika mengetahui hal itu. Ketika hendak komplain terhadap pejabat kastil, ia justru mendapatkan surat dari kastil yang berisi apresiasi atas kinerjanya sebagai juru ukur tanah di desa tersebut. Hal ini, membuat K semakin bingung, karena sama sekali belum bekerja. Ketidakpastian yang dihadapi K, terus berlanjut seiring berjalannya cerita karena tak kunjung mendapat titik terang walau telah menempuh berbagai cara.
Perjuangan K dalam novel ini tergambar melalui interaksinya dengan berbagai tokoh. Baik dengan kedua asisten K, Arthur dan Jeremias; pembawa pesan, Barnabas; sang kekasih, Frieda; pejabat kastil, Klamm; Walikota; hingga guru.
Melalui tokoh-tokoh tersebut, K berupaya menembus pihak kastil untuk mendapatkan kepastian atas pekerjaannya sebagai juru ukur tanah. Ia kesal, karena merasa dipanggil untuk bekerja, tetapi seakan diabaikan.
K berulang kali menghadapi titik buntu. Baik ketika ia diinformasikan tak akan diizinkan mengunungi kastil, hingga ketika menduga terjadi kesalahan administrasi terkait permintaannya untuk bekerja sebagai juru ukur tanah di sana.
Dalam novel ini, digambarkan bahwa pejabat di kastil selalu dihadapkan dengan tumpukan berkas penting yang menanti untuk dicek. Walau realitanya, berkas-berkas itu tak akan pernah dicek sama sekali. Sekalipun dicek, asal disetujui tanpa dibaca.
Hal inilah yang membuat situasi K kian rumit.
Dari penggambaran itu, dapat disimpulkan permintaan pejabat kastil dalam mendatangkan K hanya kesalahan administrasi semata. Hal ini juga diperkuat dengan sikap Walikota yang setelah mendapat kabar ada seorang juru ukur tanah yang akan bekerja di bawah naungannya, segera mengirimi kastil surat yang menyatakan bahwa ia tidak memerlukan juru ukur tanah. Akan tetapi, surat itu bernasib sama seperti berkas lainnya, tertumpuk dan tak dibaca.
Penggambaran situasi K oleh Kafka sekilas terlihat berlebihan, dialog-dialog dengan berbagai tokoh pun tampak tidak menyumbangkan apa-apa pada plot dalam novel ini. Banyak yang beranggapan hal itu dikarenakan naskah novel yang belum matang, karena masih berupa draf dan diterbitkan selepas Kafka wafat. Tetapi sepertinya tidak demikian.
Situasi K merupakan hal masuk akal bagi mereka yang pernah dihadapkan dengan rumitnya birokrasi. Pertemuan K dengan berbagai tokoh-tokoh dalam novel, menangkap situasi itu dengan baik. Rentetan pertemuan K terjadi karena berbagai tokoh, terutama yang berkaitan dengan pejabat kastil, berusaha melimpahkan tanggung jawab pada tokoh lainnya. Seperti bagaimana Klamm menyuruh K untuk cukup berkoordinasi dengan Walikota, yang kemudian turut mengarahkan K untuk menemui guru usai secara implisit menyadari bahwa ada kesalahan administrasi. Mereka masing-masing enggan menjadi pihak yang disalahkan atas hal itu.
Hal yang dialami K dapat terjadi pada siapa saja, baik dalam skala kecil atau besar. Pernah ada seorang warga desa X yang bercerita ketika hendak menambah gelar pada KTP, perlu melewati proses yang panjang. Menunggu berminggu-minggu, hingga gonta-ganti menemui staf pelayanan yang kerap kali berdalih sibuk. Ada juga yang bercerita untuk mengambil beberapa gambar di taman yang dinaungi pemerintah, perlu mengurus berkas-berkas yang harus ditandatangani oleh berbagai pihak.
Masalah lainnya, prosedur untuk mengurus berbagai hal, terkadang tidak jelas. Kalaupun jelas, prosedur tersebut sering kurang terekspos atau tidak disosialisasikan dengan baik. Guru Gembul saja yang dikenal memiliki wawasan cukup luas, bahkan hingga kini masih bingung dalam mengurus pajak. Hal ini karena prosedur yang amat panjang, kurang jelas, serta berubah-ubah.
Sayangnya, hingga kini belum ada yang menawarkan solusi terbaik atas permasalahan itu. Bahkan dalam novel kastil, nasib K juga belum jelas, apakah dia berhasil melakukan pekerjaannya atau tidak. Ada yang bilang bahwa Kafka secara sengaja membiarkan novelnya tersebut tidak tamat, lantaran tidak menemukan jawaban yang tepat untuk masalah yang dihadapi K, maupun masalah yang kita alami bersama tersebut.
Meski begitu, Kastil memberikan gambaran bahwa masalah birokrasi bukan sekadar masalah remeh yang terjadi di lingkup kecil. Masalah-masalah tersebut juga terjadi di berbagai negara. Kafka menulis novel ini berdasarkan pengalamannya selama bekerja sebagai agen asuransi. Secara implisit, Kafka membawakan pengalamannya bekerja dalam sistem birokrasi, dalam novel berjudul Kastil ini.