Judul film: Yang Tak Pernah Hilang
Tahun rilis: 2024
Jenis film: Dokumenter
Sutradara: Hari Nugroho dan Anton Subandrio.
Siapa sebenarnya Herman dan Bimo? Mengapa kisah hidup mereka menarik perhatian orang-orang hingga dijadikan sebagai film dokumenter? Apa yang telah mereka lakukan sehingga sampai puluhan tahun berlalu sejak hilang, masih dikenang dan diperjuangkan keadilannya?
Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin akan muncul bagi mereka yang belum pernah mendengar kisah Herman dan Bimo sebelumnya. Barangkali kalian yang membaca ini salah satunya. Jika iya, maka lanjutkanlah membaca agar rasa penasaran itu terjawab dan tidak meluap begitu saja.
Yang Tak Pernah Hilang merupakan film dokumenter yang diproduseri oleh Dandik Kajjasungkana, koordinator Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi) dan berkolaborasi dengan Adreena Media. Film ini menceritakan bagaimana dua orang mahasiswa Universitas Negeri Airlangga (Unair) tiba-tiba menghilang ketika aksi tahun 1998. Mereka adalah Herman Hendrawan jurusan Ilmu Politik dan Petrus Bima Anugerah jurusan Ilmu Komunikasi.
Herman lahir di daerah Pangkal Pinang pada 29 Mei 1971. Sedangkan, Petrus Bima atau yang kerap disapa Bimpet, lahir di Malang pada 24 September 1973. Mereka berdua memiliki kesamaan sejak berada di bangku kuliah, yakni berdiskusi persoalan politik dan fenomena sosial yang ada di Indonesia.
Herman ialah sosok aktivis yang gemar menyuarakan kritikan kepada pemerintah. Herman sering membela masyarakat kelas bawah (red: buruh) yang pada saat itu tengah mengalami ketidakadilan. Mereka dibayar dengan upah kecil sedangkan harga pokok seperti beras semakin melambung tinggi. Pada saat itulah ramai di kalangan mahasiswa untuk menyuarakan seruan aksi di setiap wilayah masih-masing. Tak terkecuali Herman dan Bimpet yang berada di Surabaya. Mereka juga tergabung dalam organisasi pro-demokrasi yakni Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter, para mahasiswa tidak tinggal diam, mereka bergerak melakukan demonstrasi. Berlanjut pada tahun 1998, Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) kembali melantik Soeharto sebagai presiden. Atas keputusan tersebut pecahlah demonstrasi besar mahasiswa di Jakarta.
Herman pada saat itu ditugaskan ke wilayah Jakarta untuk turun ke jalan bersama aktivis lain. Ketika keributan besar itu terjadi, pemerintah memerintahkan penangkapan terhadap mahasiswa yang diduga tergabung dalam organisasi anti pemerintah. Mahasiswa yang tertangkap sebagian berhasil kembali setelah Soeharto lengser, akan tetapi ada yang tak kembali, termasuk Herman.
Mahasiswa Ilmu Politik Unair tersebut seolah tenggelam tanpa kabar. Tak ada yang tahu apakah Herman telah mati atau masih dalam tahanan hingga sekarang.
Selanjutnya ialah Bimpet yang merupakan adik kelas Herman. Keduanya sama-sama berada di Jakarta ketika aksi demonstrasi di Jakarta pecah. Bimpet ikut tertangkap dengan beberapa mahasiswa lain. Saat itu Bimpet hendak menuju terminal setelah berpisah dengan rekannya.
Sebelum berpisah, Bimpet berpesan pada rekannya “Jika saya tidak mengirim kabar sampai jam satu, maka saya telah tertangkap. Dan jika setelah jam 3 saya masih tetap belum ada kabar, maka beri tahu teman-teman kalau saya hilang,” ujar Bimpet kali terakhir kepada salah satu sahabatnya.
Beberapa rekan mahasiswa lain yang tertangkap mengatakan bahwa mereka sempat bertemu dengan Herman dan Bimpet ketika dalam sel tahanan. Namun, kemudian mereka menghilang tanpa kabar, bahkan setelah sebagian rekannya telah dibebaskan. Hingga tahun-tahun berlalu, di mana kah mereka sekarang? masih hidup atau kah sudah mati? Hal itu masih menjadi misteri besar hingga sekarang.
Film ini ditujukan untuk kembali mengingatkan orang-orang terhadap mereka yang hilang dan sampai sekarang masih tidak mendapat titik terang. Dan menjadi pengingat bagi generasi selanjutnya bahwa Indonesia pernah mengalami sejarah kelam.
Di mana Hak Asasi Manusia (HAM) diinjak-injak dan mahasiswa mengalami penyiksaan karena menyuarakan protes dan kritikan. Tentara dan polisi patuh menjalankan perintah atasan tanpa mempertimbangkan kemanusiaan. Begitulah sejarah kita pada masa Pra-reformasi. Sehingga film dokumenter ini bukan hanya sekedar film biasa, melainkan menjadi pengingat sejarah bagi generasi muda.
Film ini layak dijadikan tontonan wajib bagi generasi muda khususnya mahasiswa, mengapa demikian? Karena film ini seolah menjadi tamparan pengingat bahwa gelar mahasiswa bukanlah gelar biasa. Ia memikul tanggung jawab besar di belakangnya. Seperti Herman & Bimo yang memperjuangkan masyarakat buruh yang ditindas dengan menuntut reformasi. Maka mahasiswa sekarang seyogianya juga terbuka dengan keadaan masyarakat sekitar.
Nur Anisa
Prodi Ilmu Komunikasi