Mahasiswa UTM Bagikan Sejumlah Permasalahan Kontrak Kuliah

Mahasiswa UTM Bagikan Sejumlah Permasalahan Kontrak Kuliah

LPM Spirit - Mahasiswa
Rabu, 21 Februari 2024
WKUTM - Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 tahun 2020 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, setiap mata kuliah berlandaskan Rencana Pembelajaran Semester (RPS), yang dikembangkan dan ditetapkan oleh dosen secara mandiri atau bersama kelompok keahlian bidang ilmu pengetahuan Program Studi (Prodi). RPS juga menjadi acuan penyusunan kontrak kuliah. Kendati ditetapkan oleh dosen pengajar, sejumlah mahasiswa mengeluhkan RPS dan kontrak kuliah yang disepakati sepihak, serta terdapat sejumlah dosen yang tidak menaati kesepakatan jadwal pembelajaran.

Lucky Dafira Nugroho, selaku Koordinator Pusat Jaminan Mutu (PJM) menjelaskan bahwa UTM tidak memiliki ketentuan khusus mengenai RPS dan kontrak kuliah. Lantaran hal tersebut merupakan kebijakan dari setiap dosen pengajar. 

”Tujuannya untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa terkait rencana perkuliahan selama satu semester, sekaligus agar mahasiswa mempersiapkan diri,” jelasnya di ruang Jaminan Mutu (21/2).

Lebih lanjut, menanggapi keluhan mahasiswa mengenai dosen yang datang terlambat saat pembelajaran di kelas, Lucky menyatakan bahwa hal tersebut melanggar kontrak kuliah  yang telah disepakati. 

”Nanti bisa dievaluasi pihak fakultas, seharusnya dosen juga masuk sesuai jamnya” ungkap dosen Fakultas Hukum tersebut.

Wahyu Rohmatul selaku mahasiswa Teknik Informatika, menjelaskan bahwa dengan adanya kontrak kuliah mahasiswa bisa mengetahui presentase target nilai yang akan dicapai.

”Jadi kita bisa tahu persentase nilai Ujian Akhir Semester (UAS) dan Ujian Tengah Semester (UTS) itu, untuk persiapan belajar,” ungkap mahasiswa angkatan 2022 tersebut (19/2).

Selain itu, Ia menuturkan, dalam kontrak kuliah biasanya terdapat negosiasi perihal aturan perkuliahan dalam satu semester.

”Biasanya dosen muda masih bisa diajak negosiasi selama kontrak kuliah, tapi dosen senior mau tidak mau kita harus ikut aturan dosennya.” tutur mahasiswa asal Trenggalek tersebut.

Saat pembahasan kontrak kuliah, Wahyu juga menjelaskan jika terdapat mahasiswa yang keberatan dengan persentase nilai yang ditentukan, akan dilakukan diskusi untuk mencapai kesepakatan. 

"Ketika persentase nilai ujian besar, ada mahasiswa yang protes. Sehingga persentase nilai UAS dan UTS yang semula 30%, berubah menjadi 25% sesuai kesepakatan," jelasnya.

Begitu pun dengan kesepakatan  waktu pelaksanaan mata kuliah. Beberapa dosen memberikan toleransi keterlambatan 15 menit, selebihnya tidak boleh mengikuti perkuliahan. Meski begitu, Wahyu berujar masih terdapat dosen yang melanggar aturan keterlambatan yang sudah disepakati. 

”Ada dosen terlambat, yang seharusnya masuk 09.30 WIB, dosennya masuk 10.30 WIB. Jadi kita mahasiswa mau bagaimana lagi, tetap menunggu 30 menit tanpa dikonfirmasi yang bersangkutan,” pungkasnya.

Sedangkan Hasby Asshiddiqi selaku mahasiswa Agroekoteknologi angkatan 2022 mengungkapkan, bahwa ketentuan kontrak kuliah sepenuhnya dari dosen dan mahasiswa tidak ada yang menentang hal itu. Meskipun beberapa dosen memberikan penawaran dalam kriteria penilaian.

”Mahasiswa tidak ada yang protes selama kontrak kuliah, tapi mayoritas dosen juga sekadar memberikan informasi saja, tanpa meminta masukan mahasiswa,” ungkap mahasiswa asal Gresik tersebut (20/2).

Adapun mengenai batas waktu keterlambatan perkuliahan mahasiswa, Hasby menuturkan terdapat perbedaan dari berbagai dosen mengenai aturan keterlambatan dan presensi. 

”Setiap dosen berbeda-beda, ada yang bebas telat satu jam boleh masuk, ada yang presensi dibatasi dua menit di waktu acak saat jam mata kuliah. Ada yang batas keterlambatan 10 sampai 15 menit, ada yang tidak boleh memasuki ruang kelas,” tutur mahasiswa Fakultas Pertanian tersebut.

Senasa dengan Hasby, Dwiki Ramadhani mahasiswa Sastra Inggris angkatan 2020 menjelaskan, kebanyakan mahasiswa tidak keberatan mengenai kebijakan kontrak kuliah. Namun, kerap kali sejumlah mahasiswa menyatakan ketidak sepakatannya setelah kontrak perkuliahan diakhiri.

”Mahasiswa itu menggerutu dibelakang, tidak berani ngomong langsung di depan dosennya, kenapa kriteria absensinya segini, UTS dan UAS segini. Kebanyakan seperti itu,” ungkap mahasiswa asal Gresik tersebut (21/2).

Perihal toleransi keterlambatan perkuliahan, Rama menuturkan, beberapa dosen memiliki aturan yang berbeda.

”Toleransi biasanya 15 menit, ada juga yang tepat waktu sesuai jam perkuliahan dimulai, ada yang terlambat boleh mengikuti perkuliahan tapi tidak boleh presensi," tutur mahasiswa Sastra Inggris tersebut.

Rama berharap, agar dosen mengikuti ketentuan yang telah disepakati agar menjadi contoh baik bagi mahasiswa.

”Dosen kita yang membuat aturan tersebut, mereka juga harus menaatinya,” harapnya.(KHA/DIN)