WKUTM–Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 176 Tahun 2023 Universitas Trunojoyo Madura (UTM) resmi ditetapkan sebagai universitas dengan pola pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) (22/05). Peresmian ini dilaksanakan setelah UTM memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Adapun meninjau dari SK yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati tersebut, adanya peralihan status UTM menjadi BLU berdampak pada fleksibilitas dalam mengelola keuangan. Beragam tanggapan diungkapkan oleh mahasiswa terkait perubahan status UTM yang mulanya sebagai Satuan Kerja (Satker) menjadi BLU sampai adanya rumor mengenai kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Merespons hal tersebut, Ari Basuki selaku Wakil Rektor (Warek) II Bidang Umum dan Keuangan membenarkan penetapan status UTM yang berubah menjadi BLU. Penetapan ini dilakukan setelah tim penyusun proposal BLU UTM mengirimkan hasilnya dan dikeluarkannya SK oleh Menteri Keuangan. Sebagai langkah selanjutnya, Ari mengungkapkan saat ini UTM akan membentuk tim implementasi BLU yang calon anggotanya akan diajukan kepada Rektor.
”Saat ini akan dibentuk tim implementasi BLU di mana komposisi tim terdiri dari tim penyusun proposal BLU ditambah beberapa anggota yang disesuaikan dengan kebutuhan,” ungkap Ari (22/05).
Saat disinggung terkait penetapan UKT, Ari enggan menjawab mengenai hal itu dan melemparkan kepada rektor mengingat hal tersebut menyangkut keputusan strategis yang harus mendapatkan persetujuan oleh rektor. Namun saat dihubungi, rektor belum dapat ditemui lantaran sedang berada di luar kota.
”Pertanyaan terkait UKT yang menyangkut keputusan strategis harus mendapatkan persetujuan dari Rektor dulu,” ungkapnya saat wawancara via WhatsApp.
Deny Setyawan, mahasiswa Program Studi (Prodi) Manajemen juga menyoroti perubahan status UTM dari dua sisi. Dirinya menyoroti perubahan kebijakan yang memungkinkan UTM memiliki proporsi 50% dalam mengelola keuangan, dan sisanya masih harus didiskusikan dengan pihak kementerian sedangkan jika masih berstatus Satker, kementerian memiliki proporsi yang lebih besar yakni sekitar 90%. Dengan perubahan ini UTM diharapkan dapat semakin maju karena kemudahan dalam pengelolaan seperti pendirian program dan fakultas serta pengadaan fasilitas untuk kampus.
”Perubahan ini diharapkan dapat memajukan UTM karena pengelolaannya semakin mudah. Katanya UTM mau mendirikan fakultas kedokteran dan usaha di bidang garam,” ungkap Deny (22/05).
Selain Deny, Eksya Aditya Nurul Azmi selaku mahasiswa Prodi Sastra Inggris mengungkapkan bahwa UTM yang telah menjadi BLU merupakan badan milik negara yang harus melayani dan mengabdi kepada masyarakat melalui penyediaan barang dan jasa. UTM dapat mengusahakan dari sisi tenaga jasa seperti les Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Sedangkan dari sisi produk, UTM dapat menggandeng Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) misalnya dalam hal pembuatan surat kabar atau majalah sehingga bisa lebih menjangkau masyarakat sekitar dan dapat diperjual belikan.
”Kalau dari sisi jasa UTM bisa mengadakan les, kalau barang misalnya dalam bentuk surat kabar atau majalah yang bisa diperjualbelikan,” ujar mahasiswa asal Bangkalan tersebut.
Rumor Adanya Perubahan UKT UTM dari Satker ke BLU
Menanggapi adanya penetapan UTM dari Satker menjadi BLU, Deny mengungkapkan terkait UKT yang mulanya berada pada kisaran dua hingga tiga juta sehingga tergolong murah, kemungkinan akan dinaikkan. Hal ini menurutnya mengingat pada hasil yang akan diperoleh dari usaha yang akan dilakukan oleh UTM tidak akan didapatkan secara instan, besar kemungkinan dana yang dibutuhkan UTM ke depannya akan didapatkan dari kenaikan UKT mahasiswa.
”Mungkin UKT mahasiswa akan naik, tapi dari yang aku dapatkan hasil sharing dengan dosen kemarin, untuk satu tahun ini akan diusahakan UKT nya tetap, sedangkan untuk tahun ajaran berikutnya bisa saja naik,” tutur mahasiswa angkatan 2020 tersebut.
Terkait kemungkinan adanya kenaikan UKT, Deny mengaku keberatan jika kenaikan tersebut tidak dibarengi dengan adanya feedback yang lebih baik dari tahun ajaran sebelumnya. Apalagi jika kenaikan tersebut tidak disertai dengan perbaikan dan penambahan fasilitas. Namun pihaknya tidak akan keberatan apabila kenaikan tersebut dibarengi dengan peningkatan UTM dari berbagai sisi seperti sarana prasarana dan pengadaan inovasi yang lebih maju untuk mahasiswa UTM.
”Saya keberatan jika semisal ada kenaikan UKT namun kita tidak mendapatkan feedback. Namun jika dibarengi dengan peningkatan sarana prasarana yang lebih maju, saya rasa tidak apa-apa,” pungkas Deny.
Senada dengan Deny, Eksya mengungkapkan jika perubahan UTM dari Satker ke BLU mendatangkan kemungkinan adanya kenaikan anggaran UTM, apalagi dengan adanya rumor pendirian Prodi Kedokteran sehingga akan menyebabkan kenaikkan UKT. Dirinya mengaku keberatan jika kenaikkan UKT tersebut terjadi sebab tidak semua mahasiswa dapat mengikuti kenaikan UKT. Jika hal itu terjadi maka tidak sedikit mahasiswa yang akan kesulitan membayar UKT. Terlebih UTM memiliki branding UKT yang murah.
”Banyak dari teman saya yang dari Bogor bahkan Papua mengatakan bahwa UKT UTM murah. Mereka rela merantau karena UTM merupakan satu-satunya universitas negeri yang menurut mereka murah UKT-nya,” ujarnya.
Eksya selaku mahasiswa menginginkan agar ke depannya tidak ada kenaikan UKT yang dilakukan oleh UTM karena menurutnya akan banyak mahasiswa yang mengeluhkan hal tersebut. Eksya berharap adanya kemungkinan UTM dapat menemukan cara lain untuk mendapatkan tambahan pendanaan tanpa harus menaikkan UKT yang ditanggung mahasiswa.
”Semoga UTM sebagai satu-satunya universitas negeri di Madura dapat menjaga nama baik dan terus berkembang kedepannya,” pungkas mahasiswa semester enam tersebut. (GIE/THA)