Akhir-akhir ini viral kasus penipuan uang melalui aplikasi berkedok trading atau lebih tepatnya binary option, aplikasi ini sedang ramai diikuti oleh banyak orang di Indonesia. Memang beberapa orang menganggap binary option memiliki arti yang sama dengan trading. Namun, perlu diketahui bahwa keduanya memiliki arti yang berbeda.
Binary option terdiri dari dua kata yaitu binary dan option. Binary artinya dua dan option artinya pilihan. Jadi dapat disimpulkan bahwa binary option memiliki arti yaitu di antara dua pemilihan. Cara main binary option rasa-rasanya sangatlah mudah dan sederhana karena pengguna tidak perlu melakukan transaksi, mereka hanya perlu menebak saja. Sedangkan, untuk trading sendiri adalah kegiatan jual beli, dan untuk orangnya yang melakukan trading disebut trader. Konsep trading sama seperti kegiatan jual beli di pasar konvensional. Bedanya, jika pada pasar konvensional kita menjual dan membeli barang nyata, jika pada kegiatan trading kita membeli “barang” di pasar modal. Trader dapat memilih aset yang di-trading-kan, umumnya berupa mata uang, indeks saham, kripto, hingga komoditas. Jika sudah menentukan aset yang ditradingkan, selanjutnya trader harus mempertaruhkan sebagian modal yang ia miliki untuk mendapatkan keuntungan.
Selayang pandang, cara kerja binary option hampir mirip dengan judi. Bagaimana tidak, pengguna platform itu hanya perlu menebak dari grafiknya untuk beberapa menit atau hari ke depan. Namun, jikalau tebakan mereka salah, maka modal yang telah diberikan itu akan menghilang. Begitu sebaliknya, jika menang ia akan mendapat untung berlipat ganda dari modal tersebut.
Kini sudah banyak aplikasi atau platform penghasil uang bermunculan yang berkedok trading, sebut saja IQ Option, Olymp Trade, Weltrade, Binomo. Setiap perusahaan binary option memiliki afiliator tersendiri, supaya membuat orang-orang tertarik seperti dengan apa yang dilakukan si afiliator tersebut. Jika disederhanakan afiliator dibaratkan sales yang mempromosikan produknya ke masyarakat supaya mereka memakai produk tersebut.
Salah satu contoh aplikasi Binary Option paling terkenal yakni Binomo, aplikasi yang sudah lama dipakai di kalangan masyarakat sejak tahun 2019. Pemerintah sendiri sudah tahu bahwa aplikasi ini dapat merugikan masyarakat dikarenakan sifatnya yang judi dan tidak ada yang diperjualbelikan. Maka dari itu, sejak tahun 2019 Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BPPBK) melakukan pemblokiran terkait Binomo.
Walaupun sudah lama diblokir, aplikasi ini masih saja tetap eksis. Hingga saat ini aplikasi Binomo masih bisa diakses oleh masyarakat dan kembali dengan nama berbeda-beda. Dengan alasan karena pandemi, masyarakat Indonesia semakin ingin memperbanyak uang dengan cara yang instan, tidak heran jika pemilik aplikasi terus menggembangkan Binomo dengan mencari seorangr yang dianggap mampu memberi peluang besar bagi Binomo.
Kini, banyak orang yang melapor bahwa mereka merasa ditipu karena telah merasa dirugikan oleh aplikasi Binomo. Tidak hanya pemilik aplikasi saja yang dilaporkan, namun afiliator juga terseret dalam kasus ini. Pasalnya, setiap korban mendaftar melalui berbagai afiliator. Kerugian yang diterima salah satu korban ada yang mencapai 2,4 Miliar, sungguh nominal yang fantastis bukan.
Salah satu afiliator yang dilaporkan yaitu Indra Kenz. Indra Kenz yang dikenal dengan sebutan Crazy Rich Medan itu diduga melakukan judi online berdalih trading Binary Option. Tidak hanya melalui Afiliator, Binomo juga banyak diperbincangkan karena iklannya yang ikonik sudah meluas di beberapa media. Mulai dari iklan di Televisi, Twitter, hingga Youtube. Menggunakan konsep iklan monolog dan membawa tokoh iklan yang mengaku sebagai “trader profesional Binomo”, tentu membuat banyak masyarakat tertarik dan percaya dengan apa yang dikatakan dalam penawaran iklan tersebut.
Indra Kenz selalu influencer terjerat dalam kasus dugaan penipuan lewat aplikasi perjudian online yakni Binomo. Influencer yang sudah ditetapkan sebagai tersangka penipuan dan judi online tersebut terancam hukuman 20 tahun penjara. Tidak seharusnya Indra Kenz dituduhkan dengan ancaman hukuman tersebut, karena ia di sini hanya sebagai pihak yang bekerja di bawah pemilik Binomo.
Indra sebagai influencer hanya bekerja dengan mempromosikan aplikasi Binomo. Ia tidak memaksa orang-orang untuk berbondong-bondong mendaftar ke aplikasi tersebut. Hal yang membuat masyarakat mau mendaftar di aplikasi Binomo berasal dari diri mereka sendiri. Terlihat bahwa masyarakat di Indonesia suka dengan hal-hal yang instan. Mereka terlalu malas untuk melakukan usaha yang besar dalam meraih hal yang diinginkannya. Alhasil Binomo adalah solusi dari permasalahan mereka.
Akibat promosi menarik yang dilakukan Indra Kenz di instastory maupun media sosialnya sehingga membuat penonton merasa tertarik untuk bergabung di aplikasi tersebut. Padahal, hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk bergabung ialah melakukan riset terhadap perusahaan tersebut. Tanpa melakukan riset terlebih dahulu terhadap perusahaan tersebut, tiba-tiba langsung memberikan modal ke dalamnya. Lalu jika terjadi kerugian terhadap pemilihannya yang salah nantinya pasti menyalahkan influencer-nya. Padahal jika dilihat lebih dalam lagi, itu bisa menjadi salah masyarakat sendiri salah sendiri suka dengan hal yang instan dan tidak mau berusaha keras.
Banyak pihak hanya fokus pada sang afilliator saja, sehingga lupa dengan pemilik aplikasi. Padahal, yang seharusnya bertanggung jawab atas semua kasus ini adalah pemilik aplikasi Binomo. Tetapi, pihak mereka malah melarikan diri keluar negeri. Sejumlah uang yang bermain di Binomo juga dibawa kabur olehnya. Polisi atau pemerintahan perlu melakukan kerja sama dengan pihak luar negeri untuk menangkap dalang di balik kasus yang sedang viral ini. Namun kabar baiknya, polisi kini sedang melakukan pencarian kepada pemilik aplikasi terebut.
Syahdan, kasus ini seharusnya bisa membuat mata kita terbuka lebar mengenai konsep keuangan dan berusaha, di mana tidak mungkin datang kekayaan yang bisa diperoleh hanya dengan santai-santai saja. Apa pun yang datang dengan cepat, rawan hilang dengan cepat pula.
Aisyah Nurainy Kusuma Wardani
Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Universitas Trunojoyo Madura