Penilaian MKBM Belum Terapkan sistem RPS OBE Sesuai Ketentuan

Penilaian MKBM Belum Terapkan sistem RPS OBE Sesuai Ketentuan

LPM Spirit - Mahasiswa
Senin, 14 Juni 2021


WKUTM – Metode penilaian perkuliahan  Universitas Trunojoyo madura (UTM) menerapkan Rencana Pembelajaran Semester Outcome Based Education (RPS OBE) yang berbasis dari regulasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) semenjak 2020/2021. Sesuai  ketentuan dari MKBM, sistem penilaian OBE menekankan kepentingan input, proses perkembangan mahasiswa serta fokus terhadap luaran (outcome), dimana assessment lebih menekankan ujian, tes dan tugas.  Namun, dalam penerapannya, mahasiswa UTM mengeluhkan bahwa penilaian yang diberikan dosen belum menyentuh keseluruhan aspek OBE.

Misalnya, permasalahan penilaian perkuliahan dipaparkan oleh MO,  selaku mahasiswa Program Studi (Prodi) Agribisnis angkatan 2019, menjelaskan bahwa ada salah seorang dosennya yang memberi nilai mahasiswa dengan pembagian 60% dari nilai tugas dan 40% dari tambahan untuk mahasiswa yang sudah menyukai postingan media sosial dan berlangganan akun youtube milik dosen tersebut. 

”Jadi nilai mahasiswa itu tidak 100% tergantung like postingan, melainkan 60% dari nilai tugas dan 40% tambahan untuk mahasiswa yang sudah menyukai postingan media sosial miliknya,” jelasnya saat dihubungi melalui Whatsapp (07/06).

Permasalahan yang sama juga dirasakan oleh NH, sebagai mahasiswa Prodi Sastra Inggris angkatan 2020. NH mengungkapkan jika dia juga dimintai menyukai dan berkomentar di unggahan dosennya untuk presensi kehadiran dan tambahan nilai.

”Pertama itu pasti kirim link sesuatu, lalu meminta tolong suruh like dan komen sebagai absensi pertemuan keberapa gitu, atau nanti buat dijadikan tambahan skor nilai,” ungkapnya (07/06). 

NH menambahkan bahwa dirinya keberatan dengan ucapan yang mengaitkan presensi kehadiran dan penambahan skor nilai. Dirinya menganggap hal tersebut tidak profesional untuk seorang dosen. 

”Awalnya saya tidak keberatan dengan hal itu, tetapi kata-kata yang mengaitkan presensi dan penambahan skor nilai menurut saya kurang tepat jika dipakai untuk seorang dosen, hal itu tidak profesional, karena  mencampur urusan pribadi dengan akademik,” ucapnya.

Novi Diana Badrut Tamami, selaku Kepala Prodi (Kaprodi) Agribisnis mengaku bahwa dirinya belum mengetahui permasalahan ini. Novi mengungkapkan bahwa untuk masalah penilaian seperti ini, mahasiswa dapat menyuarakan keluhan pada survei kepuasan dosen pada akhir semester yang nantinya akan dijadikan evaluasi. Adapun untuk tindak lanjut yang diberikan untuk permasalahan ini, kemungkinan dosen yang bersangkutan bisa menerima teguran, peringatan, bahkan penurunan nilai Indeks Prestasi Dosen (IPD).

“Setiap akhir semester mahasiswa diberikan survei kepuasan dosen untuk apa yang dikeluhkan sebagai bahan evaluasi, dan untuk tindak lanjutnya dosen yang bersangkutan bisa menerima teguran peringatan bahkan nilai IPD bisa turun,” ungkapnya (10/06).

Novi juga menjelaskan apabila  rubrik penilaian berfungsi sebagai indikator penilaian yang harus diserahkan sebelum ujian atau penugasan, agar mentransparansi tugas kepada mahasiswa.

”Yang namanya rubrik penilaian, indikator penilaian harusnya diberikan sebelum ujian, jadi mahasiswa punya hak untuk mengetahuinya, agar tugasnya bisa mendapatkan nilai maksimal,” jelasnya.

Terkait penilaian kuliah bahwa 40% diambil dari aktivitas sosial media, Novi menanggapi bahwa hal itu tidak dibenarkan sebagai seorang dosen. Dirinya menjelaskan bahwa tidak ada kompentensi apapun yang didukung oleh kegiatan menyukai postingan, apalagi kehadiran mahasiswa yang digantikan dengan like ke unggahan dosen.

Sama halnya dengan Novi, Andrie Kisroh Sunyigono selaku dosen Prodi Agribisnis berpendapat bahwa bobot ketentuan penilainnya sudah ada pada rubrik penilaian. 

”Penilaian tentunya mengikuti pedoman yang ada, untuk bobot penilaian dan ketentuan detailnya sudah ada di rubrik penilaian, itu yang saya jadikan dasar selama ini,” ujar dosen lulusan Universitas Brawijaya tersebut (09/06).

Andrie berharap mahasiswa bisa terbuka terkait ketidaksesuaian akademik dan non akademik, dan melaporkan ke pihak Prodi atau bidang satu akademik. 

”Pihak mahasiswa terbuka saja jika terjadi hal akademik dan non akademik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, salurkan aspirasinya melalui prodi atau bidang satu akademik dengan bukti otentik, jadi mudah penangannya,” harapnya.

Adapun, Deny Setya Bagus Yuherawan, selaku Wakil Rektor I bidang akademik dan Kurniyati Indahsari, selaku Ketua Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LP3MP) tidak memberikan respon hingga berita ini terbit. (Na/Ahr)