Sidang Pengesahan RUU Pemilu E-Vote Tuai Kontroversi

Sidang Pengesahan RUU Pemilu E-Vote Tuai Kontroversi

LPM Spirit - Mahasiswa
Selasa, 27 Oktober 2020



Sidang Pengesahan RUU Pemilu E-Vote Tuai Kontroversi

 

WKUTM - Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM-KM) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) telah menggelar sidang paripurna pengesahaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu E-vote, Selasa (27/10). Namun, acara yang berlangsung di Gedung Rektorat Lt. 4 UTM ini masih menuai kontroversi dan banyak disayangkan oleh kalangan mahasiswa.  Informasi yang mendadak dan terkesan tidak ada koordinasi, menjadi keluhan yang banyak dilontarkan terhadap sidang ini.

 

 

Sebagai mana yang diuangkap Mawar Eka Berlina, ketua umum DPM Fakultas Pertanian (FP) itu menyayangkan jika DPM-KM UTM tetap mengesahkan RUU Pemilu E-vote. Mengingat dalam perumusannya, DPM-KM UTM tidak melakukan koordinasi apapun, baik dengan mahasiswa atau DPM di setiap fakultas.

 

 

Mereka (red, DPM-KM UTM) sama sekali tidak melakukan koordinasi dengan DPM fakultas ataupun mahasiswa lainnya, ujarnya saat diwawancarai, Senin (26/10).

 

 

Selain Mawar, Ketua DPM Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Sofa Adi Wibowo, mengatakan bahwa dirinya tidak setuju dengan pengesahan RUU Pemilu E-vote ini lantaran tidak melibatkan DPM dari setiap fakultas. Padahal, menurut Sofa, RUU ini juga akan diterapkan pada pelaksanaan pemilu di tingkat fakultas, akan tetapi dalam proses perumusannya hanya dilakukan secara sepihak.

 

 

Saya tidak setuju dengan pengesahan RUU Pemilu E-vote oleh DPM-KM UTM ini. Karena nantinya, peraturan ini juga akan diterapkan pada saat pemilu di tingkat fakultas, lalu kenapa dalam pembahasannya tidak menyertakan perwakilan badan legislatif yang ada di setiap fakultas?, ujarnya.

 

 

Firman Syafi'i ketua umum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Nanggala juga memberikan tanggapannya terkait hal ini, Ia merasa sedikit kecewa, karena dalam perumusan RUU Pemilu E-vote ini, tidak ada koordinasi yang dilakukan oleh DPM-KM UTM kepada perwakilan mahasiswa. Bahkan Ia mengaku belum mengetahui lebih jauh tentang perancangan RUU ini, hal itu disebabkan karena minimnya komunikasi antara badan kelengkapan mahasiswa dengan organisasi mahasiswa (ormawa) lainnya.

 

 

Tidak ada koordinasi apapun terkait hal ini, saya baru mengetahui informasi tentang sidang paripurna ini dari teman-teman UKM lain. Mungkin, ini dikarenakan kurangnya komunikasi antara badan kelengkapan mahasiswa dengan teman-teman UKM, atau mahasiswa lainnya, ungkapnya saat diwawancara via WhatsApp.

 

Tanggapan lain, juga muncul dari Muhammad Malik Latif selaku Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).  Menurutnya, DPM-KM UTM terlalu tergesa-gesa dalam mengesahkan RUU Pemilu E-vote ini.

 

 

Masa iya, tidak ada pembahasan apa pun, ujug-ujug sudah pada tahap pengesahan, tukas mahasiswa Program Studi Manajemen tersebut.

 

 

Bagi Malik, sidang pengesahan RUU ini harusnya bisa ditunda terlebih dahulu. Sebab menurutnya, sudah menjadi kewajiban bagi DPM-KM UTM untuk dapat melakukan musyawarah bersama dengan setiap perwakilan mahasiswa guna merumuskan isi RUU Pemilu E-vote ini.

 

 

Alangkah baiknya sidang paripurna ini ditunda terlebih dahulu agar DPM-KM UTM dapat duduk bersama perwakilan mahasiswa, guna merumuskan RUU ini, tegasnya.

 

 

Banyaknya kabar miring terkait sidang paripurna yang  diselenggarakan DPM-KM UTM, Moh. Kurdi selaku Ketua Umum DPM-KM UTM akhirnya buka suara. DPM-KM UTM akan menindaklanjuti harapan dan keinginan dari mahasiswa dengan tanggapan yang akan disampaikan pada saat sosialisasi terkait UU Pemilu E-vote.

 

 

Terkait keinginan dan harapan mahasiswa, kami dari DPM-KM UTM akan menanggapinya pada saat sosialisasi UU Pemilu E-vote ini dilakukan, ujarnya (27/10).

 

 

Dirinya juga mengaku, kalau sebenarnya perumusan RUU Pemilu E-vote ini tidak dilakukan secara mendadak, mengingat tahap perumusannya sudah berlangsung sejak dua bulan yang lalu.

 

 

Akan tetapi, saat disinggung perihal tidak diikutsertakannya perwakilan mahasiswa dalam perumusan RUU ini, dirinya berdalih kalau perumusan RUU ini sudah melibatkan beberapa pihak yang berkompeten di bidangnya, semisal dengan menggandeng beberapa dosen yang ahli dalam urusan perumusan undang-undang, juga pihak pusat komputer (puskom) UTM yang ahli di bidang Informasi Teknologi (IT).

 

Memang kami tidak melakukan koordinasi dengan perwakilan mahasiswa, karena dalam perumusan RUU ini, kami sudah melibatkan beberapa pakar yang ahli di bidangnya. Seperti, dosen yang membidangi perumusan undang-undang, juga pihak puskom yang ahli di bidang IT, dalihnya. (PAM/S)