Sidang
Pengesahan RUU Pemilu E-Vote Tuai Kontroversi
WKUTM - Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
(DPM-KM) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) telah menggelar
sidang paripurna pengesahaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu E-vote,
Selasa (27/10). Namun, acara yang berlangsung di Gedung Rektorat Lt. 4 UTM ini
masih menuai kontroversi dan banyak disayangkan oleh kalangan mahasiswa. Informasi yang mendadak dan terkesan tidak
ada koordinasi, menjadi keluhan yang banyak dilontarkan terhadap sidang ini.
Sebagai mana yang diuangkap Mawar Eka Berlina, ketua umum
DPM Fakultas Pertanian (FP) itu menyayangkan jika DPM-KM UTM tetap mengesahkan
RUU Pemilu E-vote. Mengingat dalam
perumusannya, DPM-KM UTM tidak melakukan koordinasi apapun, baik dengan mahasiswa atau DPM di
setiap fakultas.
”Mereka
(red, DPM-KM UTM) sama sekali tidak melakukan koordinasi dengan DPM fakultas
ataupun mahasiswa lainnya,” ujarnya saat diwawancarai, Senin
(26/10).
Selain Mawar, Ketua DPM Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Sofa
Adi Wibowo, mengatakan bahwa dirinya tidak setuju dengan pengesahan RUU Pemilu E-vote ini lantaran tidak melibatkan DPM
dari setiap fakultas. Padahal, menurut Sofa, RUU ini juga akan diterapkan pada
pelaksanaan pemilu di tingkat fakultas, akan tetapi dalam proses perumusannya
hanya dilakukan secara sepihak.
“Saya
tidak setuju dengan pengesahan RUU Pemilu E-vote
oleh DPM-KM UTM ini. Karena nantinya, peraturan ini juga akan diterapkan
pada saat pemilu di tingkat fakultas, lalu kenapa dalam pembahasannya tidak
menyertakan perwakilan badan legislatif yang ada di setiap fakultas?,”
ujarnya.
Firman Syafi'i ketua umum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni
Nanggala juga memberikan tanggapannya terkait hal ini, Ia merasa sedikit
kecewa, karena dalam perumusan RUU Pemilu E-vote
ini, tidak ada koordinasi yang dilakukan oleh DPM-KM UTM kepada perwakilan
mahasiswa. Bahkan Ia mengaku belum mengetahui lebih jauh tentang perancangan
RUU ini, hal itu disebabkan karena minimnya komunikasi antara badan kelengkapan
mahasiswa dengan organisasi mahasiswa (ormawa) lainnya.
”Tidak
ada koordinasi apapun terkait hal ini, saya baru mengetahui informasi tentang sidang
paripurna ini dari teman-teman UKM lain. Mungkin, ini dikarenakan kurangnya
komunikasi antara badan kelengkapan mahasiswa dengan teman-teman UKM, atau
mahasiswa lainnya,” ungkapnya saat diwawancara via WhatsApp.
Tanggapan lain, juga muncul dari Muhammad Malik Latif selaku
Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis
(FEB). Menurutnya, DPM-KM UTM terlalu
tergesa-gesa dalam mengesahkan RUU Pemilu E-vote
ini.
”Masa
iya, tidak ada pembahasan apa pun, ujug-ujug sudah pada tahap
pengesahan,” tukas mahasiswa Program Studi Manajemen tersebut.
Bagi Malik, sidang pengesahan RUU ini harusnya bisa ditunda
terlebih dahulu. Sebab menurutnya, sudah menjadi kewajiban bagi DPM-KM UTM
untuk dapat melakukan musyawarah bersama dengan setiap perwakilan mahasiswa
guna merumuskan isi RUU Pemilu E-vote ini.
”Alangkah
baiknya sidang paripurna ini ditunda terlebih dahulu agar DPM-KM UTM dapat
duduk bersama perwakilan mahasiswa, guna merumuskan RUU ini,”
tegasnya.
Banyaknya kabar miring terkait sidang paripurna yang diselenggarakan DPM-KM UTM, Moh. Kurdi selaku
Ketua Umum DPM-KM UTM akhirnya buka suara. DPM-KM UTM akan menindaklanjuti
harapan dan keinginan dari mahasiswa dengan tanggapan yang akan disampaikan
pada saat sosialisasi terkait UU Pemilu E-vote.
”Terkait
keinginan dan harapan mahasiswa, kami dari DPM-KM UTM akan menanggapinya pada
saat sosialisasi UU Pemilu E-vote ini dilakukan,”
ujarnya (27/10).
Dirinya juga mengaku, kalau sebenarnya perumusan RUU
Pemilu E-vote ini tidak dilakukan secara mendadak, mengingat tahap
perumusannya sudah berlangsung sejak dua bulan yang lalu.
Akan tetapi, saat disinggung perihal tidak diikutsertakannya
perwakilan mahasiswa dalam perumusan RUU ini, dirinya berdalih kalau perumusan
RUU ini sudah melibatkan beberapa pihak yang berkompeten di bidangnya, semisal
dengan menggandeng beberapa dosen yang ahli dalam urusan perumusan
undang-undang, juga pihak pusat komputer (puskom) UTM yang ahli di bidang
Informasi Teknologi (IT).
”Memang
kami tidak melakukan koordinasi dengan perwakilan mahasiswa, karena dalam
perumusan RUU ini, kami sudah melibatkan beberapa pakar yang ahli di
bidangnya. Seperti, dosen yang membidangi perumusan undang-undang, juga pihak
puskom yang ahli di bidang IT,” dalihnya. (PAM/S)