Pengelolaan Sampah di UTM Belum Maksimal

Pengelolaan Sampah di UTM Belum Maksimal

LPM Spirit - Mahasiswa
Kamis, 27 Februari 2020

Tempat sampah di UTM. Foto : Raa

WKUTM – Pengelolaan sampah di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) masih dinilai kurang maksimal. Pemilahan antara sampah organik, anorganik, dan berbahaya dari tempat sampah yang tersedia tidak dilanjutkan sampai ke tempat pembuangan, sebagaimana yang diakui Amrin Rozali, Staf Unit Layanan Pengadaan (ULP).

Sebagian besar sampah yang ada di UTM dikelola dengan cara ditampung lebih dahulu di dekat asrama dan kantin untuk selanjutnya diangkut oleh truk pemda ke Tempat Pembuangan Akhir. Pemilihan lahan dekat asrama sebagai Tempat Pembuangan Sementara lantaran asrama dan kantin merupakan penghasil limbah terbesar di UTM. Selain itu, penempatan pembuangan sampah di daerah tersebut juga didasari oleh aksesnya yang minim mobilitas dan menghindari cost yang lebih besar.

”Kalau penghasil limbah itu di asrama, kami taruh di sini. Siapa yang mau bawa setiap hari. Costnya kan lebih besar,” katanya.

Pengelolaan limbah kimia yang diproduksi kampus juga belum tersedia. Menurut Amrin, hal tersebut masih belum menjadi prioritas karena selain biayanya yang relatif besar, limbah kimia yang relatif sedikit itu, baginya tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.  

Oleh karena itu, untuk limbah bahan kimia pratikum belum ada pengelolahan khusus untuk menetralisir efek bahaya. Amrin hanya menjelaskan kalau cairan sisa pratikum tersebut hanya dibilas sebelum dibuang agar tidak terlalu pekat. Adapun untuk limbah rumah tangga, kampus sudah mengolahnya dengan STP (Seaweed Treatment Plant).

Pengelolaan sampah organik juga belum tersedia di UTM. Padahal, untuk mengolah sampah organik menjadi kompos hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat. Seperti yang dikatakan Mujiono, Dosen Fakultas Pertanian tersebut menjelaskan kalau sampah organik bisa terurai di alam karena ada fermentasi.  Agar proses lebih cepat bisa menambah bakteri dekomposer yaitu bakteri EM4.

”Jika secara alami membutuhkan waktu satu bulan dengan menggunakan bantuan bakteri dekomposer hanya memakan waktu tiga minggu.”

Di sisi lain, pengadaan tempat sampah setiap lima meter masih belum memungkinkan. Menurut Amrin, banyaknya tempat sampah hanya akan menambah beban cleaning service. Selanjutnya Amrin berharap agar seluruh warga kampus UTM bekerjasama untuk menjaga kebersihan kampus.

Selain itu, ia juga menyarankan untuk memakai barang reuseable, sebagaimana edaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang larangan penggunaan kemasan air minum berbahan plastik sekali pakai, meskipun di UTM masih belum ada aturan khusus yang dibuat mengenai hal itu.

Menanggapi masalah ini, Presiden Mahasiswa UTM, Khoirul Amin, hanya memaparkan kegiatan yang telah dilakukan Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM)  yang telah melakukan aksi moral sesuai instruksi bupati beberapa waktu lalu. BEM periode sebelumnya juga telah mencangangkan program ekoliterasi, namun Amin mengaku  kalau dirinya tidak terlalu mengikuti isu tersebut.

Tetapi, menurut Amin, UTM kekurangan produk hukum untuk mengatasi permasalahan terkait sampah, “Kekurangan kita apa? Kurangnya produk hukum. Misal BEM kemarin menginisiasi ekoliterasi, itu hanya akan menjadi formalitas ketika belum ada peraturan resmi yang dikeluarkan. Selesai disana. Belum ada naungan yang mengatur ekoliterasi itu,” ungkapnya.

Salah satu mahasiswa Program Studi PBSI yang juga warga asrama mengaku bahwa program ekoliterasi kurang berdampak pada mahasiswa, hal ini terlihat dari  masih maraknya kemasan air sekali pakai yang digunakan mahasiswa.

“Kalau saya dan teman-teman di kelas banyak membawa air minum dari botol, menurut saya itu cukup baik digunakan karena setelah ada ekoliterasi kemarin, mereka menyadari lebih membutuhkan botol reusable dari pada botol sekali pakai. Tapi kalau secara luas, saya maupun teman-teman di fakultas menilai ekoliterasinya enggak ada yang muncul,” ujar mahasiswa asal Gresik itu.

Selain itu ia juga mengeluhkan dampak pembakaran sampah di dekat asrama yang menggangu pernapasan.  Selanjutnya ia berharap ada penanganan lebih lanjut mengenai persoalan sampah yang ada di UTM, seperti diadakannya program bank sampah. Dengan hal tersebut menurutnya, pembuangan sampah tidak hanya semakin berkurang, namun  sampah juga bisa dimanfaatkan dengan baik.

Hal serupa juga diserukan Amin. Sebagai Presma ia menghimbau mahasiswa untuk menumbuhkan kesadaran untuk saling menjaga lingkungan, ”Tumbuhkan kesadaran, kesadaran itu bermula dari diri sendiri, bukan menunggu intruksi.  Jadi, mulai dibiasakan. Itu tips paling ampuh,” pungkasnya. (Cha/Aml/S)