| Tempat sampah di UTM. Foto : Raa |
WKUTM – Pengelolaan
sampah di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) masih dinilai kurang maksimal.
Pemilahan antara sampah organik, anorganik, dan berbahaya dari tempat sampah
yang tersedia tidak dilanjutkan sampai ke tempat pembuangan, sebagaimana yang
diakui Amrin Rozali, Staf Unit Layanan Pengadaan (ULP).
Sebagian besar sampah
yang ada di UTM dikelola dengan cara ditampung lebih dahulu di dekat asrama dan
kantin untuk selanjutnya diangkut oleh truk pemda ke Tempat Pembuangan Akhir. Pemilihan
lahan dekat asrama sebagai Tempat Pembuangan Sementara lantaran asrama dan
kantin merupakan penghasil limbah terbesar di UTM. Selain itu, penempatan
pembuangan sampah di daerah tersebut juga didasari oleh aksesnya yang minim
mobilitas dan menghindari cost yang
lebih besar.
”Kalau penghasil limbah
itu di asrama, kami taruh di sini. Siapa yang mau bawa setiap hari. Costnya kan lebih besar,” katanya.
Pengelolaan limbah
kimia yang diproduksi kampus juga belum tersedia. Menurut Amrin, hal tersebut
masih belum menjadi prioritas karena selain biayanya yang relatif besar, limbah
kimia yang relatif sedikit itu, baginya tidak sebanding dengan biaya yang
dikeluarkan.
Oleh karena itu, untuk
limbah bahan kimia pratikum belum ada pengelolahan khusus untuk menetralisir
efek bahaya. Amrin hanya menjelaskan kalau cairan sisa pratikum tersebut hanya
dibilas sebelum dibuang agar tidak terlalu pekat. Adapun untuk limbah rumah
tangga, kampus sudah mengolahnya dengan STP (Seaweed Treatment Plant).
Pengelolaan sampah
organik juga belum tersedia di UTM. Padahal, untuk mengolah sampah organik
menjadi kompos hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat. Seperti yang
dikatakan Mujiono, Dosen Fakultas Pertanian tersebut menjelaskan kalau sampah
organik bisa terurai di alam karena ada fermentasi. Agar proses lebih cepat bisa menambah bakteri dekomposer yaitu bakteri EM4.
”Jika secara alami
membutuhkan waktu satu bulan dengan menggunakan bantuan bakteri dekomposer hanya memakan waktu tiga
minggu.”
Di sisi lain, pengadaan
tempat sampah setiap lima meter masih belum memungkinkan. Menurut Amrin,
banyaknya tempat sampah hanya akan menambah beban cleaning service. Selanjutnya Amrin berharap agar seluruh warga
kampus UTM bekerjasama untuk menjaga kebersihan kampus.
Selain itu, ia juga
menyarankan untuk memakai barang reuseable,
sebagaimana edaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang larangan
penggunaan kemasan air minum berbahan plastik sekali pakai, meskipun di UTM masih
belum ada aturan khusus yang dibuat mengenai hal itu.
Menanggapi masalah ini,
Presiden Mahasiswa UTM, Khoirul Amin, hanya memaparkan kegiatan yang telah
dilakukan Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) yang telah melakukan aksi moral sesuai
instruksi bupati beberapa waktu lalu. BEM periode sebelumnya juga telah
mencangangkan program ekoliterasi, namun Amin mengaku kalau dirinya tidak terlalu mengikuti isu
tersebut.
Tetapi, menurut Amin,
UTM kekurangan produk hukum untuk mengatasi permasalahan terkait sampah, “Kekurangan
kita apa? Kurangnya produk hukum. Misal BEM kemarin menginisiasi ekoliterasi,
itu hanya akan menjadi formalitas ketika belum ada peraturan resmi yang
dikeluarkan. Selesai disana. Belum ada naungan yang mengatur ekoliterasi itu,”
ungkapnya.
Salah satu mahasiswa
Program Studi PBSI yang juga warga asrama mengaku bahwa program ekoliterasi
kurang berdampak pada mahasiswa, hal ini terlihat dari masih maraknya kemasan air sekali pakai yang
digunakan mahasiswa.
“Kalau saya dan
teman-teman di kelas banyak membawa air minum dari botol, menurut saya itu
cukup baik digunakan karena setelah ada ekoliterasi kemarin, mereka menyadari
lebih membutuhkan botol reusable dari
pada botol sekali pakai. Tapi kalau secara luas, saya maupun teman-teman di
fakultas menilai ekoliterasinya enggak ada yang muncul,” ujar mahasiswa asal
Gresik itu.
Selain itu ia juga
mengeluhkan dampak pembakaran sampah di dekat asrama yang menggangu pernapasan.
Selanjutnya ia berharap ada penanganan
lebih lanjut mengenai persoalan sampah yang ada di UTM, seperti diadakannya program
bank sampah. Dengan hal tersebut menurutnya, pembuangan sampah tidak hanya
semakin berkurang, namun sampah juga bisa
dimanfaatkan dengan baik.
Hal serupa juga
diserukan Amin. Sebagai Presma ia menghimbau mahasiswa untuk menumbuhkan
kesadaran untuk saling menjaga lingkungan, ”Tumbuhkan kesadaran, kesadaran itu
bermula dari diri sendiri, bukan menunggu intruksi. Jadi, mulai dibiasakan. Itu tips paling
ampuh,” pungkasnya. (Cha/Aml/S)

Komentar