Secara langsung, peran Organisasi Ekstra Kampus
(Ormek) di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) memang tidak ada. Pasalnya,
sampai akhir tahun ini rektor UTM, Syarif, belum mendirikan Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) baru yang berhaluan empat pilar kebangsaan. Jika nanti ada,
sesuai instruksi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, UKM ini
beranggotakan kader Ormek yang ada di kampus dan mahasiswa biasa. Namun, tidak
bisa dipungkiri, dari tahun ke tahun peran Ormek di UTM sangat signifikan.
Catatan devisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang)
dari awal tahun 2019, dimulai dari terpilihnya Jailani sebagai presiden
mahasiswa, bahwa pergerakan Ormek di UTM terus berkembang dari tahun-tahun
sebelumnya. Seperti: Jailani yang saat itu aktif di UKM kesenian Nanggala,
dipilih oleh salah satu Ormek untuk menjadi calon presiden mahasiswa. Bahkan,
Jailani secara terang-terangan mengungkapkan kepada Litbang kami, dia diusung
dan akan didukung sepenuhnya. Walaupun, masih dengan Jailani, dia mengaku sudah
lama tidak aktif di almamater luarnya.
Benar saja, Jailani Muhtadhy dan pasangannya Alfiyatur
Khairiyah unggul 1.220 suara dari saingannya, Abdus Salam – Inasa Kartika.
Setelah dinyatakan menang oleh Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM), kami
mencoba mewawancarai Jailani secara eksklusif – untuk menanyakan apa saja yang
ingin dikawal pada periodenya. Hal ini tercantum di berita Warta UTM yang
berjudul ”Mengawal Kerja Presiden Mahasiswa Terpilih”.
Beranjak dari Jailani, karena kinerjanya akan kami
soroti secara lebih di artikel lain, yang menyoal kinerja badan kelengkapan
setahun penuh.
Kembali pada masalah Ormek di UTM, Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah
Ormek yang ada di sekitar UTM. Namun, kalau boleh jujur, yang sedikit
bersenggolan (berdinamika) adalah HMI vs dan PMII. Bahkan, isu ini juga
sampai di telinga jajaran rektorium. Kami mengetahui hal ini setelah salah satu
staf dari Biro Akademik Administrasi Kemahasiswaan dan Perencanaan Sistem
Informasi (BAAKPSI) menceritakan keresahannya kepada Litbang kami.
Pertarungan
Ormek
Bukan rahasia lagi, jika satu Ormek dengan lainnya
sering terjadi pertarungan, ihwal kader dan banyaknya suara lebih jelasnya.
Badan kelengkapan kampus, adalah ring yang abadi, tempat pertarungan
kader-kader Ormek yang memang butuh mengabdi kekuasaan.
Seperti cerita Jailani tadi yang diusung oleh PMII.
Sosok-sosok lain, seperti gubernur mahasiswa di tiap fakultas, himpunan
mahasiswa, bupati mahasiswa, masih marak muncul tokoh dari Ormek tertentu
.
Sebenarnya, kami sendiri tidak bisa menyalahkan hal
tersebut. Pasalnya, sedari awal mahasiswa baru memang dicekoki bahwa kampus
adalah miniatur kecil sebuah negara. Singkatnya, kami menyebut Ormek kalau di
kontestasi nasional perannya tak jauh beda dengan partai politik. Selain itu,
toh Ormek juga memiliki ideologi masing-masing yang sama baiknya.
Namun, yang kami sayangkan adalah tidak sehatnya
dinamika kaum akademisi nan intelektual (katanya) yang terkontaminasi dengan
nuansa politik. Bagaimana tidak, marwah ideologi tiap kader Ormek tertentu bisa
goyah dengan urusan jabatan di badan kelengkapan kampus.
Dalam hal ini, kami pernah mencoba bertukar pendapat
dengan salahsatu dosen Fakultas Hukum, Encik Fauzan Muhammad di kediamannya
langsung. Pihaknya secara terus terang meyangkan marwah Ormek sekarang yang
orientasinya pada politik praktis. Hal ini Encik utarakan menyikapi atas
banyaknya bendera-bendera Ormek yang menghiasi sepanjang jalan menuju kampus.
Sejujurnya, kami juga tidak mempermasalahkan
pertarungan antar Ormek dalam kontestasi perpolitikan kampus. Pasalnya, John
Rawls dalam teori keadilan menyatakan bahwa semua memiliki kesempatan yang sama
untuk menang, perihal menang atau tidak adalah lain cerita, karena telah ada
kesamaan kesempatan.
Hal ini sekaligus menyikapi Ormek ini mendukung paslon
ini, Ormek itu mengusung sosok itu. Hendak kami tolak rasanya cukup mustahil,
karena virus ini sudah mengakar di tiap Ormek sampai ke jantung para
kader-kadernya.
Hegemoni
Ormek
Menindaklanjuti virus yang telah mewabah, ada sebuah
problematika dan fenemona Ormek yang menghegemoni. Karena banyaknya massa yang
dimiliki, juga posisi strategis yang telah diduduki Ormek tertentu.
Fenomena semacam ini seolah menjadi tabiat manusia,
berindikasi menguasai karena memiliki banyak anggota. Antonio Gramsci dalam
beberapa bukunya seperti ”Catatan-catatan dari Penjara” dan ”Negara dan
Hegemoni”, menjelaskan bagaimana hegemoni bekerja. Bahkan Prison Notebooknya, Gramsci, digadang menjadi buku abadi.
Namun, kami ingin menyoroti ihwal hegemoni kekuasaan.
Seperti, dominasi PMII di UTM. Ceritanya seperti ini, ketua Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Mahkamah Konstitusi
Mahasiswa (MKM) sama-sama dari PMII. Tidak memungkiri, ada kemungkinan
kebijakan badan kelengkapan ini, akan lebih condong kepada almamater luarnya.
Dinamika semacam ini kurang baik, karena sejarah di
Indonesia pernah mencatat, partai bergambar pohon beringin pernah mendominasi
negara sebelum Orde Baru (Orba) runtuh.
Menyikapi hal ini di lingkungan UTM, hendak menawarkan
solusi agar badan kelengkapan kampus dibubarkan atau calonnya harus independen,
pasti dianggap tidak masuk akal. Lalu, hemat yang bisa kami utarakan adalah,
untuk segera menyudahi dinamika semacam ini. Pembagian kekuasaan dengan porsi
tertentu, bisa dipertimbangkan, agar ada saling mengontrol sama lain.
Walaupun, kami sendiri sedikit meragukan, karena
Gramsci memiliki teori keberlanjutan sejarah. Lalu, apakah nanti di tahun 2020
badan kelengkapan kampus akan dikuasai Ormek tertentu?
Wallahualam.
Demonstrasi
Ormek
Kami berani mengatakan, semua demo yang terjadi di
tahun ini diprakasai oleh Ormek, hampir tidak ada yang lahir dari mahasiswa
abu-abu, istilahnya. Lebih jauh, ada selentingan, itu demonya Ormek itu, itu
Ormek ini yang melakukan demo.
Dalam catatan kami, dimulai bulan Februari ada aksi
massa yang diinisiatori oleh HMI. Tepatnya, demo tersebut menyikapi isu
perjanjian pembuatan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) multifungsi. Pada berita yang
kami terbitkan dengan judul ”Aksi Mahasiswa Tuntut Transparansi Kerjasama
Pembuatan KTM” – merupakan demo yang dicetuskan oleh kader-kader HMI.
Selanjutnya, ada demo terkait indikasi korupsi oleh
BAAKPSI. Memang, demo tersebut berawal dari Jailani yang mendapatkan print out kejanggalan anggaran BAAKPSI.
Selain itu, Jailani lebih memilih mengajak anggota BEM yang dominan dari PMII.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, tidak ada kader selain PMII yang ikut demo.
Selang beberapa hari, mereka kembali demo, dengan tuntutan pemberhentian Wakil
Rektor III, yang waktu itu diduduki oleh Boedi Mustiko.
Selanjutnya ada demo ke jantung rektorat oleh HMI
cabang Bangkalan. Jelas sudah perkara ini, HMI yang sedang demo. Eh HMI yang
sedang demo, malah didemo balik oleh PMII yang terjalin dengan BEM.
Memasuki bulan September, ada demo kecil-kecilan, yang
pesertanya sangat sedikit. Demo ini dominan diikuti oleh mahasiswa yang tidak
tergabung dalam ormek tertentu. Aksi gerakan seribu tanda tangan untuk dukungan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang digerogoti rezim ini sepi
peminat.
Masih di bulan September, ada demo terbesar dari UTM,
yaitu peristiwa September berdarah. Namun, kenyataannya, demo ini pecah menjadi
dua bagian, ke Surabaya yang banyak diikuti oleh kader-kader PMII dan di
Bangkalan sendiri yang diikuti oleh kader HMI, GMNI – sedang dari IMM tidak
dalam pengamatan kami.
Terakhir, demo di Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB).
Faktanya, demo ini adalah ide dari PMII, bahkan, demo ini tercetus karena
masalah di fakultas tersebut, tapi ada massa dari fakultas lain, semacam massa
bayaran istilahnya.
Semua demo yang kami paparkan di atas, berhasil kami
kawal.
Harapan
untuk Ormek Kedepannya
Sekaligus menjadi akhir kata – kami tidak berharap
apa-apa, karena kami tahu ujungnya akan sia-sia dan membuat kami sakit hati.
Panjang umur niat baik!