![]() |
Buku Perasaan-perasaan yang Menyusun Sendiri Petualangannya |
Judul : Perasaan-perasaan yang Menyusun
Sendiri Petualangannya
Pengarang : Gunawan Maryanto
Isi : 83 halaman
Penerbit: Basa-basi
Cetakan: pertama
Kategori : kumpulan puisi
... Setidaknya ia menggambarkan sebuah
perjalanan yang tak berujung- perjalanan saya pribadi dalam menemu puisi,
perjalanan perasaan-perasaan saya waktu itu.
Begitu kiranya yang dituliskan Gunawan dalam
kata pengantar kumpulan puisi tersebut.
Tidak bisa dipungkiri, perjalanan selalu
menyisakan perasaan yang ikut berpetualang. Hal tersebut dapat ditemui dalam
puisi-puisi Gunawan. Perasaan-perasaan yang Menyusun Sendiri Petualangannya,
sebuah garis waktu perjalanan sejak tahun 2002 hingga 2008.
Dalam perkembangan ranah puisi Indonesia,
tema-tema romantisme tidak pernah mati, meskipun di waktu-waktu sebelumnya tema
spiritual dan seksualitas turut meramaikan perkembangan perpuisian Indonesia.
Apa yang didapat setelah pembaca selesai
menuntaskan membaca puisi? Penulis mampu menghadirkan perasaan yang seringkali
lahir secara tiba-tiba, melalui penginderaan dan diksi-diksi yang dituliskan.
Ilusi indera lahir, kemudian pembaca
menafsirkan tanda yang timbul baru dapat dimengerti arti dari sebuah puisi.
Terlihat pola yang tidak bisa dikatakan simpel, namun sejatinya hal tersebut
merupakan suatu kesatuan. Ketika membaca puisi, memori otak akan memproses lema
demi lema yang ada untuk saling menghubungkan dan memahami makna yang ada.
Lalu bagaimana sebuah perasaan muncul ketika
membaca puisi? Inilah salah satu tugas penyair, dirinya harus mampu mengolah
diksi dan ilusi penginderaan sehingga ketika dibaca secara otomatis indera
secara refleks terhubung dan mengirim impuls yang tidak disadari turut
memunculkan perasaan pada jiwa seseorang.
Dalam 31 puisi ini, penyair seolah merangkai
jalinan perasaan yang timbul. Lalu dirangkai satu persatu hingga menjadi sebuah
perasaan yang seolah-olah berpetualang.
Hujan deras menghapusmu di stasiun//
kata-kata tak jelas/ : percakapan kapal dan badai// tak pernah sampai ke pantai
/tercecer di lantai peron// ada yang ditiup keras-keras, sekali tak mau pergi/
biji-biji mataku, dua genggam tanah kuburan/ menangisi kematian// lalu kau
menciumnya, begitu terburu/ seperti takut ada yang keliru//.
Diawali dengan sebuah puisi di atas,
berjudul Berangkat, ia menggambarkan bagaimana kegamangan ketika dipaksa
untuk meninggalkan. Sebuah ketidakrelaan untuk melepas namun diburu suatu hal
yang mengharuskan untuk sama-sama meninggalkan.
Dari gambaran penginderaan, dapat diketahui
bahwa terdapat sebuah pesan yang tidak tersampaikan dengan baik, dikonotasikan
dengan ungkapan tercecer di lantai peron.
Dalam puisi Perkara Lama, Gunawan
seolah memutar kembali kenangan yang pernah ada dan kenangannya tidak pernah
selesai. Ketika seseorang menjadi lebih tua, bahkan kenangan tetap lekat ia
masih terus menjelma jadi lebih muda dari usia.
Apa kabarmu, lama aku tak
menyentuhmu/bercak putih itu/ apa masih bertahan di jempolmu// kita menua di
ruang yang sama/ cepat lupa dan tak waspada/ tak awas pada logika/ padahal ada
yang belum usai dan bahaya// apa kabarmu, lama tak memelukmu/ racun putih itu/
apa masih melekat di ujung bibirmu?//.
Selain itu penyair juga menuliskan tujuh
pesan-pesan pendek untukmu, narasi singkat dengan perasaan yang tidak begitu
bahagia. Sebuah hati yang tanggal dan puisi menjadi pesan untuk dikirimkan.
Adapun dalam judul buku ini,
Perasaan-perasaan yang Menyusun Sendiri Petualangannya terdapat 15 sub puisi
tanpa judul.
1. Baiklah. Kujalani saja kutukan
ini/akan kutukis seribu perasaan tentangmu/mulai pagi ini hingga kelak/ketika
burung-burung tak lagi bersarang di rambutmu/ saat itulah semua berakhir//
1.1 juga diriku: mencair,/ menjelma
sungai, tak sanggup kauseberangi/ menjadi kesedihan, kau kenang sepanjang
jalan//
1.2 juga dirimu: mencair,/ datang tiap
musim penghujan/ dengan curah yang tetap, tak berubah//
Ketika puisi di atas sebagai contoh,
bagaimana perasaan-perasaan berpetualang dalam melankolianya sendiri.
Puisi-puisi Gunawan memberi kesan sedikit muram, namun dibangun atas diksi yang
lugas dan tidak berbelit-belit.
Begitu banyak kesedihan ditampung dalam
kesederhanaan kata, dirangkai begitu halus dan mengena.
Dalam bidang puisi, nilai estetis sastra
merupakan faktor utama. Ia dibangun dari banyak hal, ilusi indera, diksi,
alegori, bahkan kisah-kisah yang terdistorsi. Puisi adalah sarana utama ketika
seseorang sulit untuk mengungkapkan perasaan, dan penyair memiliki kewenangan
untuk menciptakan itu. Membangun dunia sendiri, perihal penafsiran dari pembaca
itu perkara lain, resepsi sastra membuka wadah untuk hal itu.
Sekali lagi, Perasaan-perasaan yang Menyusun
Sendiri Petualangannya adalah sebuah perjalanan hati tentang berbagai
penempuhan jalan, sebuah refleksi melankolia yang cukup berat namun dibungkus
dalam rangkaian-rangkaian diksi yang sederhana namun memikat.
Kupungut saja namamu dari udara terbuka
Seperti asal-asalan tapi kuyakin bukan
Namamu satu-satunya yang bertahan di sana
***
Cinta bikin kita tu dan lekas lupa
Hanya berdebar sebentar di lebaran
Dan mengulangnya lagi tahun depan
***
Di dekatmu aku mencium harum bayi
Meruap dari pori-pori kulitmu
Kuputuskan menjauh
Kauputuskan menjauh
Supaya tak ada yang celaka
Tak ada yang terluka
Dan seluruh peristiwa
Baik-baik saja- sepertinya
***
Idatus Sholihah
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Trunojoyo Madura