Rocky Gerung Ajak Mahasiswa Bangun Nalar Kritis

Rocky Gerung Ajak Mahasiswa Bangun Nalar Kritis

LPM Spirit - Mahasiswa
Jumat, 30 Agustus 2019
Rocky Gerung dalam Seminar Nasional. Foto : Jii


WKUTM – Rocky Gerung mengomentari tiga isu nasional dalam seminar nasional yang digelar di Gedung Graha Utama UTM Lt.10, Jumat (30/8). Tiga isu tersebut antara lain pemindahan ibu kota, kerusuhan di Papua, dan seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terkait pemindahan ibu kota, Rocky mengkritisi pidato Presiden yang menyilahkan untuk mengkaji putusan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. ”Harusnya keputusan dibuat sesudah kajian, lalu apa pentingnya melakukan kajian jika sudah ada putusan? Saya tidak mengatakan presiden dungu, tapi cara berpikirnya yang dungu,” kata Rocky

Isu mengenai pemindahan ibu kota, bagi Rocky, juga merupakan letak intoleransi dan pembatasan kritis mahasiswa. Mahasiswa, menurutnya, tengah dibelokkan dengan isu tersebut. Padahal, nasib republik apabila Papua benar-benar memisahkan diri lebih penting dari sekedar isu pemindahan ibu kota, ”Saya sepakat jika penempatan ibu kota harus di pusat atau tengah negara. Akan tetapi yang menjadi persoalannya, apakah Kalimantan Timur akan tetap berada di tengah jika Papua pisah?” ungkapnya.

Adapun mengenai pemilihan pimpinan KPK, Rocky berpandangan kalau presiden berhak memilih langsung pimpinan KPK tanpa panitia seleksi. Sebab KPK, menurut Rocky, merupakan alat presiden untuk memberantas korupsi, yang jelas 90% komisioner KPK harus dari kalangan akademis karena untuk saat ini yang terpenting bukan keahlian, tapi integritas.

Dalam kesempatan itu, Rocky juga mengkritisi pihak istana yang dinilai tidak memiliki konsistensi pemikiran. Hal tersebut menurutnya adalah akar dari gejala apatis yang ada di masyarakat. ”Keadaan Papua bergejolak, tetapi masyarakat tenang-tenang saja, itu karena masyrakat juga merasa tidak diurus oleh pemerintah. Padahal perintah konsitusi adalah sejahterakan rakyatnya, cerdaskan bangsanya.”

Sebagai pungkasannya dalam seminar yang bertema Merawat Indonesia dengan Pola Pikir Kritis Sebagai Bagian Dari DNA Mahasiswa itu, Rocky mengungkapkan bahwasannya pembatasan internet dapat membuat kegagalan dalam berlogika dan terhentinya DNA kritis. Sebab membangun nalar harus disertai juga dengan pembudayaan literasi, ”Seringkali gagal soal logika dan DNA kritis terhenti saat akses internet dibatasi. Untuk membangun nalar kritis harus budayakan literasi,” kata Rocky.
Diadakannya seminar tersebut, sebagaimana yang diungkapkan Heri Fathomullah selaku Ketua Pelaksana, bertujuan untuk menumbuhkan pemikiran-pemikiran kritis dari mahasiswa agar tidak apatis dengan permasalahan-permasalahan yang ada di Indonesia. Selanjunya, ia berharap agar mahasiswa dapat memberi solusi dan bisa berperan aktif dalam pembangunan yang ada di Indonesia. (Ir/S)