Penulis : M.
Quraish Shihab
Judul : Perempuan
Penerbit : Lentera Hati
Cetakan : Pertama, 2018
Tebal : 452 Halaman
ISBN : 978-602-7720-77-0
Perempuan menurut Drs. Quraish Shihab adalah pendamping bagi laki-laki
agar bisa hidup bersama, bahagia bersama, dan sedih bersama. Meskipun
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, perempuan tidak harus dipandang
lemah, karena mereka bisa melakukan apa yang tidak bisa laki-laki lakukan,
seperti mengandung, melahirkan, dan menyusui.
Namun di zaman patriarki ini, perempuan kalah pertarungan dengan
laki-laki. Mereka seakan tersisihkan dan termarginalkan. Bahkan di desa,
perempuan dilarang untuk berpendidikan tinggi karena mereka tidak akan menjadi
apa-apa. Tempat mereka hanya ada tiga,
‘dapur, kasur, dan sumur. Dapur, perempuan—dalam perspektif orang
desa—hanya akan menjadi tukang masak bagi suami. Kasur, sebagai pemuas birahi.
Dan sumur, sebagai pencuci baju keluarga.
Buku karya M. Quraish Shihab ini berisi tentang perempuan yang tidak
harus selalu disalahkan dan disisihkan. Buku tersebut cocok bagi perempuan dan
laki-laki. Jika pembacanya perempuan, maka dia akan tahu bahwa dirinya adalah
makhluk mulia dan patut dimuliakan. Jika pembacanya adalah laki-laki, maka ia
akan merasa bahwa perempuan adalah pendamping bukan pelengkap semata.
Buku yang berjudul “Perempuan” ini, memandang perempuan dari kaca mata
orang ketiga. Orang ketiga menurut peresensi adalah pandangan moderat, artinya
melihat kehidupan laki-laki dan perempuan dengan tidak mengakui statusnya
laki-laki atau perempuan. Jadi, perspektif buku ini tidak perlu diragukan
karena pandangannya tidak partiarki atau matriarki (moderat).
Bisa dikatakan bahwa buku ini adalah dakwah penulis agar manusia di dunia
ini bisa memuliakan perempuan. Hal ini dibuktikan ketika penulis mengkritisi pendidikan
terhadap perempuan. Dalam pandangannya, perempuan rendah pendidikannya karena
kurangnya wadah bagi perempuan untuk memperolehnya (hal.188).
Meskipun di Indonesia sendiri sudah banyak perempuan yang jabatannya
cukup tinggi dalam tatanan masyarakat, seperti Ibu Khofifah (walikota Jawa
Timur) dan Ibu Susi (Menteri Kelautan), namun dalam masyarakat desa perempuan
tetap saja tidak boleh berkarir tinggi. Dalam pandangan mereka perempuan tetap
harus di kasur, dapur, dan sumur.
Kehadiran buku ini juga mengupas tentang masalah-masalah perempuan. Seperti
hukum aborsi, poligami, kawin kontrak, dan masih banyak tentang perempuan yang
dibahas di buku tersebut.
Mengkaji tentang perempuan tidak cukup dengan memaknai kesetaraan dalam
status sosial. Buku ini juga mengkaji tentang perempuan lebih dalam, yaitu dalam
sebuah ikatan pernikahan atau rumah tangga. Dalam sebuah pernikahan, laki-laki
dan perempuan harus menjalin kerjasama demi terwujudnya keluarga yang harmonis (hal.126).
Di bagan tersebut merupakan kritik terhadap ajaran islam yang mengajarkan
perempuan untuk tidak bekerja, hanya di kamar saja untuk melayani suami. Artinya
semua pekerjaan di dalam buku tersebut, jelas berbeda dengan pandangan Islam
yang membebankan semua pekerjaan terhadap suami.
Penulis menilai bahwa, dalam sebuah ikatan keluarga harus dijalani dengan
rasa sayang dan pengertian agar tidak terjadi sebuah ketimpangan. Laki-laki
yang sudah diwajibkan untuk mencari nafkah untuk keluarga, tidak harus melakukan
kewajibannya dalam rumah. Seorang istri harus pengertian dan perhatian karena
berjuang mencari nafkah tidak sebercanda tertawa di kamar. Jadi, dua insan yang
sudah resmi terikat dalam suatu pernikahan harus siap untuk berjuang bersama
dan mewujudkan apa yang mereka inginkan bersama-sama.
Lazimnya, dua orang yang sudah menikah akan mendapatkan ucapan (sakinah,
mawaddah wa rohmah) dari para undangan. M. Quraish Shihab juga membahas
tentang kata tersebut. Sakinah berasal dari bahasa arab yang berarti
ketentraman. Mawaddah artinya tanggung jawab. Serta rahmah artinya
kasih sayang.
Pasangan yang sudah menikah tidak semerta-merta langsung memperoleh tiga
kata di atas, namun harus melalui proses dulu. Prosesnya diawali dengan rasa
tanggung jawab (mawaddah), dengan rasa saling tanggung jawab tersebut
dua sejoli akan memperoleh ketenteraman (sakinah), setelah kedunya tenteram, maka sudah secara
otomatis rasa kasih sayang yang tidak pernah luntur akan timbul dalam lubuk
hati (rohmah). Tiga kata tersebut adalah yang diharapkan oleh semua
pasangan. Jadi buku ini bisa juga dikatakan tuntunan hidup sejatera bersama
perempuan. Selamat membaca!
Bagis Syarof, adalah penulis di gubuk Garawiksa Yogyakarta, dan tercatat sebagai mahasiswa UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta