Cantik

Cantik

LPM Spirit - Mahasiswa
Minggu, 24 Maret 2019

Langkah gemulai, rambut hitam panjang, lekuk tubuh tanpa lemak, kulit seputih awan, dan wajah penuh riasan, diidentikkan dengan perempuan cantik yang siap dipuja seluruh mata manusia. Tidaklah heran, setiap perempuan rela menghabiskan waktunya untuk berkutat pada pernak-pernik di meja riasnya.

Cantik kini menjadi kebutuhan mutlak perempuan yang terdefinisi bahwa segala sesuatunya harus menyenangkan mata manusia lain. Mereka menelan dogma bahwa untuk cantik, menarik, dan terlihat sempurna, perempuan harus berhias. Mereka juga percaya bahwa wanita akan dikatakan cantik ketika tubuhnya tidak gemuk, wajahnya tak kusam berjerawat, kulitnya tidak gelap dan kasar, rambutnya harum dan nyaman dipegang.

Ketika saya menolak berpikir seperti itu, Tidak ber make-up, tidak suka berpakaian seperti perempuan seperti memakai rok, sepatu heels, dan segala tetek bengeknya. Apakah saya tetap dianggap sebagai perempuan?

          “Aku menentang makeup dan sepatu hak tinggi, dan segala hal yang berbau kecantikan.” Kata penulis mesir, El Nawal Sadaawi. Semua itu jelas menyusahkan perempuan hanya demi memuaskan mata orang lain, utamanya laki-laki. Saya mengamini hal tersebut. Perempuan menyusahkan dirinya sendiri agar kata ‘cantik’ terlekat padanya hingga mereka melupakan hal yang penting dalam diri seorang perempuan yakni kebebasan.

Banyak orang berkata bahwa kini perempuan bisa bebas : menjadi dirinya sendiri, memilih apa yang sudah menjadi haknya,  memutuskan ia ber make up atau tidak, memiliki badan gemuk atau tidak, memiliki wajah berjerawat atau tidak, berkawan dengan jeans, denim, pisau, batu dan benda-benda sangar lainnya.

Bullshit! Nyatanya jika ada perempuan seperti itu di depan umum, masih saja di caci maki.
Menjadi perempuan adalah sulit. Tidak semua hal serta-merta diterima publik jadi tak perlu takut untuk tidak cantik. Kita bisa mencontoh Nawal yang bangga dengan kerutan-kerutan di wajahnya, karena itu menggambarkan kisah hidupnya.

Menjadi perempuan adalah menjadi diri perempuan itu sendiri dengan tak bercermin standar yang orang lain miliki. Kecantikan perempuan tidak diukur atas berapa banyak uang yang mereka habiskan untuk pergi ke dokter kecantikan, namun kecantikan perempuan diukur dari apa yang telah mereka lakukan untuk membahagiakan diri sendiri tanpa siksaan dan paksaan.

Sekali lagi, menjadi cantik itu tidak harus memakai gaun mewah, perhiasan, dan berias. Namun menjadi cantik adalah bagaimana kita natural dalam berpikir, natural untuk diri kita sendiri, dan natural bagi orang lain. Jangan memaksakan karena kemampuan seseorang berbeda-beda karena suatu yang dipaksakan akan menjadi derita. Kalau kamu perempuan ingin melakukan sesuatu, maka lakukanlah itu dengan logika berpikirmu dan ajaran yang telah tertanam di hatimu. Begitu juga sebaliknya. Selama masih bisa membedakan baik-dan buruk, dengan bantuan Tuhan, perempuan bisa menjadi hebat dengan sederhana.

Milenia Nur Putri R
Mahasiswi Program Studi Sastra Inggris