Langkah
gemulai, rambut hitam panjang, lekuk tubuh tanpa lemak, kulit seputih awan, dan
wajah penuh riasan, diidentikkan dengan perempuan cantik yang siap dipuja seluruh
mata manusia. Tidaklah heran, setiap perempuan rela menghabiskan waktunya untuk
berkutat pada pernak-pernik di meja riasnya.
Cantik
kini menjadi kebutuhan mutlak perempuan yang terdefinisi bahwa segala
sesuatunya harus menyenangkan mata manusia lain. Mereka menelan dogma bahwa untuk
cantik, menarik, dan terlihat sempurna, perempuan harus berhias. Mereka juga
percaya bahwa wanita akan dikatakan cantik ketika tubuhnya tidak gemuk,
wajahnya tak kusam berjerawat, kulitnya tidak gelap dan kasar, rambutnya harum
dan nyaman dipegang.
Ketika
saya menolak berpikir seperti itu, Tidak ber make-up, tidak suka berpakaian seperti perempuan seperti memakai
rok, sepatu heels, dan segala tetek
bengeknya. Apakah saya tetap dianggap sebagai perempuan?
“Aku menentang makeup dan sepatu hak tinggi,
dan segala hal yang berbau kecantikan.” Kata penulis mesir, El Nawal Sadaawi.
Semua itu jelas menyusahkan perempuan hanya demi memuaskan mata orang lain,
utamanya laki-laki. Saya mengamini hal tersebut. Perempuan menyusahkan dirinya
sendiri agar kata ‘cantik’ terlekat padanya hingga mereka melupakan hal yang
penting dalam diri seorang perempuan yakni kebebasan.
Banyak
orang berkata bahwa kini perempuan bisa bebas : menjadi dirinya sendiri,
memilih apa yang sudah menjadi haknya, memutuskan
ia ber make up atau tidak, memiliki badan gemuk atau tidak, memiliki wajah berjerawat
atau tidak, berkawan dengan jeans, denim,
pisau, batu dan benda-benda sangar lainnya.
Bullshit!
Nyatanya jika ada perempuan seperti itu di depan umum, masih saja di caci maki.
Menjadi
perempuan adalah sulit. Tidak semua hal serta-merta diterima publik jadi tak
perlu takut untuk tidak cantik. Kita bisa mencontoh Nawal yang bangga dengan
kerutan-kerutan di wajahnya, karena itu menggambarkan kisah hidupnya.
Menjadi
perempuan adalah menjadi diri perempuan itu sendiri dengan tak bercermin
standar yang orang lain miliki. Kecantikan perempuan tidak diukur atas berapa
banyak uang yang mereka habiskan untuk pergi ke dokter kecantikan, namun
kecantikan perempuan diukur dari apa yang telah mereka lakukan untuk
membahagiakan diri sendiri tanpa siksaan dan paksaan.
Milenia Nur Putri R
Mahasiswi Program Studi Sastra Inggris