"Dananya seret. Bikin pusing. Istilahnya harus ada kepala bidang sakit kepala." -Dradjad Wibowo, politikus.
Masa kampanye untuk Pemilu 2019 dimulai 23 September 2018 hingga
13 April 2019. Sedangkan siklus roda kampanye untuk kemenangan itu butuh duit.
Biaya spanduk, sewa gedung, kendaraan, makan, iklan, aset, tim sukses, sampai
orang yang datang ke kampanye saja juga minta sangu. Bisa kita bayangkan,
berapa uang yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut.
Belum lagi, dana untuk mahar kepada partai-partai
agar menjadi kubu pemenangan. Seperti
pengalaman Ketua Kamar Dagang dan industri, La Nyalla Mahmud
Mattalitti, yang mengaku diminta Ketua Umum Partai Gerindra menyerahkan uang
sebesar 40 miliar. Jika dihitung keseluruhan, meskipun sudah mengeluarkan ratusan
miliar, toh terkadang dana tersebut masih tidak cukup untuk biaya berkampanye
dan keseluruhannya. Untuk itulah sumbangan berupa dana untuk kampanye sangat
dibutuhkan pasangan calon. Istilah lain, kita dapat melakukan 'donor duit'
kepada pemilu.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin juga telah
meluncurkan rekening dana kampanye pada Oktober 2018 lalu, yang kemudian kali
ini disusul oleh munculnya rekening donasi pasangan calon Prabowo - Sandiaga
yang sedang mengklaim kekurangan dana kampanye. Hal ini begitu dieluhkan oleh
pasangan calon yang menjadikan sedikit mandeknya kegiatan kampanye. Maka dari
itu, rakyat diharapkan dapat memberi sumbangan dana yang merupakan bentuk
aspirasi dan antusias masyarakat, terkait kesadaran politik untuk membantu
minimnya dana kampanye ini.
Berbicara terkait dana, tentunya komisi pemilihan umum (KPU) tidak
membolehkan dana berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan sumbangan dari pihak asing.
Apalagi sumber-sumber ketidakjelasan dana kampanye. Untuk membatasi dana
sumbangan kampanye, KPU juga telah menegaskan bahwasannya total bantuan yang
seharusnya, hanya boleh serah terima dari perorangan maksimal Rp 2,5 miliar per
tahun dan korporasi sebesar Rp 25 miliar per tahun.
Guna mempercayai hal tersebut, maka yang bisa kita telisik yakni
persoalan terkait pengolahan kejujuran dana keuangan tersebut. Karena kita juga
tidak bisa memungkiri suatu ketika akan terjadi adanya peluang masuk dana-dana
siluman yang melebihi batas wajar ketetapan sumbangan dana. Dana terselubung
ini menggiurkan dan memabukkan. Tentunya hal ini juga
membuat rasa bimbang antara menolak
maupun menerimanya. Karena jika dipikir-pikir lagi, dengan
dana besar, juga bisa sedikit membantu untuk mendongkrak kembali aktivitas
dalam berkampanye pada khalayak.
Melihat realitas ini, KPU memang tak tinggal diam. Buktinya segera
memiliki sebuah kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye. Semua
hasil laporan dana kampanye harus diinformasikan ke kantor akuntan. Hal
yang cukup baik, meskipun usut punya usut dana kampanye bisa saja tidak
dilaporkan. Hal ini bertujuan untuk mengakali sejumlah batasan sumbangan yang
sebenarnya berlebih-lebihan. Tentunya dengan dana gelap tersebut, mereka akan
bisa melakukan kampanye besar-besaran di berbagai wilayah supaya nama dan elektabilitas semakin naik.
Mereka akan melakukan nya dengan tenang sambil ngopi. Karena mereka mengerti berita bagusnya, jika dana-dana
tersebut dapat tidak terlihat dalam laporan. Mudah saja hal itu terjadi.
Keseluruhan data tak sepenuhnya ditulis, karena mereka tahu sistem kerja kantor
akuntan hanya memeriksa dana yang dilaporkan peserta pemilu. Mereka tidak mau
bersusah payah mengamati seluruh aktivitas kampanye peserta.
Supaya terpilih memang butuh biaya. Katanya , kampanye sebagai
bentuk pengenalan calon kepada masyarakat. Sedangkan berkampanye itu mahal.
Kasihan jika sudah menyumbang dana, akan tetapi masih tidak mengerti secara
jelas visi-misinya. Terlebih lagi jika tidak terealisasikan. Ini
tentu bukanlah perjudian. Jadi ketika dana kampanye
sudah bermain-main dengan api, maka nantinya jangan kepanasan ketika pihak
pemberi dana meronta-ronta menagih imbalannya. Entah itu masyarakat
maupun siluman.
Bena Icha Aisyah (Mahasiswa Program Studi Sastra Inggris)