MKM-KM Gelar Sidang Jawaban, Pemeriksaan Alat Bukti, dan Saksi Sengketa AD/ART KM UTM

MKM-KM Gelar Sidang Jawaban, Pemeriksaan Alat Bukti, dan Saksi Sengketa AD/ART KM UTM

LPM Spirit - Mahasiswa
Sabtu, 27 April 2024

WKUTM- Mahkamah Konstitusi Mahasiswa Keluarga (MKM) Mahasiswa (KM) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) menggelar sidang jawaban, pemeriksaan alat bukti dan saksi perkara Nomor 001/SKMA/MKM-UTM/III/2024 permohonan sengketa Angaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga Keluarga Mahasiswa (AD/ART KM), di Laboratorium Sosial, ruang Mootcourt pada pukul 15.24 WIB, Jumat (26/4). 

Dalam sidang tersebut, Amir Fal Alfarizi selaku kuasa hukum termohon menjelaskan bahwa MKM-KM tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan sengketa. Karena pihak Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) KM belum ada penyelesaian langsung atau pernyataan sikap dan pendapat mengenai sengketa ini.

”Perkara sengketa keanggotaan merupakan perkara sengketa keanggotaan internal DPM-KM,” jelasnya di ruangan Mootcourt (26/4).

Amir menambahkan, dalam aturan DPM-KM Nomor 1 tahun 2023, pasal pokok umum, DPM-KM mempunyai hak prerogatif. Hak prerogatif adalah hak yang bersifat istimewa, mandiri, dan mutlak yang diberikan oleh konstitusi. Kemudian pada ART KM pasal 14 ayat 2, tercantum bahwa Ketua DPM-KM UTM dapat membentuk struktur kepengurusannya sesuai dengan kebutuhannya.

”Adanya hak prerogatif membuat ketua dapat menambah anggota DPM-KM di masa pengurusannya, kemudian sesuai pasal 14 ayat 2, apa yang dilakukan ketua DPM-KM tidak melanggar aturan AD/ART KM," ungkap kuasa hukum termohon tersebut.

Menanggapi jawaban tersebut, Veby Hidayatur Rohmad selaku kuasa hukum pemohon mengungkapkan bahwa dalam peraturan yang dimaksud adalah pembentukan struktur kepengurusan, bukan proses rekrutmen anggota DPM-KM. Veby juga menegaskan bahwasanya pada pasal 7 ayat 1 Pembentukan DPM-KM berbunyi pemilihan DPM-KM dilakukan melalui Pemilihan umum (Pemilu) mahasiswa.

”Struktur bukan berarti menentukan anggotanya sendiri padahal jelas-jelas di AD/ART KM sudah dijelaskan bahwa di DPM-KM harus melalui Pemilu mahasiswa," ungkap kuasa hukum pemohon tersebut (26/4).

Lebih lanjut, Veby menjelaskan bahwa DPM-KM melakukan rapat bersama anggota DPM-KM untuk melakukan penambahan Anggota, dalam pengambilan rapat tersebut berdasarkan AD/ART KM UTM pasal 21 ayat 3 bahwa mekanisme pengambilan keputusan KM UTM dilaksanakan melalui rapat DPM-KM.

Ihwal pembelaan dari Amir kuasa hukum termohon, rapat penambahan anggota dalam AD/ART tidak diatur secara jelas, hal ini bukan tidak diperbolehkan untuk menambah anggota DPM, berdasarkan pasal 14 ayat 2 ART KM UTM, bahwa Ketua DPM-KM UTM dapat membentuk struktur kepengurusannya sesuai dengan kebutuhan, bukan penambahan anggota.

Terkait penambahan anggota baru DPM-KM tanpa melalui Pemilu mahasiswa, Amir menjelaskan bahwa rapat pengambilan keputusan penambahan anggota tidak dilakukan secara sepihak, melainkan dilakukan melalui voting pada rapat internal DPM-KM. 

”Pengambilan keputusan dilakukan melalui voting yang sudah diakui oleh pihak pemohon,” ujar mahasiswa Program studi (Prodi) Ilmu Hukum tersebut.

Veby menilai voting yang disebutkan termohon merupakan pokok permasalahannya. Bahwa mekanisme yang disepakati adalah bukan pembentukan kesepakatan berdasarkan pasal 14 ayat 2 bahwa ketua DPM KM UTM dapat membentuk struktur kepengurusannya sesuai kebutuhan.

”Sehingga pernyataan voting tidak relevan, karena DPM-KM dibentuk melalui Pemilu Mahasiswa” ungkapnya.

Pemeriksaan Alat Bukti dan Saksi

Amir, kuasa hukum termohon mempermasalahkan saksi Moh. Zaynul Alim dan Galih Laras Pritayuniar. Karena keduanya masih anggota DPM-KM dibuktikan melalui Surat Keputusan (SK) rektor tentang pelantikan DPM-KM. Adapun dalam ART KM pasal 4 ayat 2, berbunyi patuh terhadap AD/ART yang berlaku dan pimpinan organisasi.

”Apakah saksi yang diajukan oleh pemohon sudah mendapatkan izin dari ketua DPM-KM itu sendiri? Karena saksi yang diajukan oleh pemohon saksi yang berada di DPM-KM,” tutur Amir.

Menanggapi pernyataan tersebut, Moh. Zaynul Alim selaku saksi pada rapat pembahasan penambahan anggota mengungkapkan ia sudah dikeluarkan dari DPM-KM melalui pengiriman surat peringatan oleh sekretaris DPM-KM, karena dirinya tidak aktif pasca pengambilan keputusan penambahan anggota, sehingga Zaynul tidak terikat lagi dengan DPM-KM. 

”Karena saya tidak mengakui kesaksian legal DPM-KM saat itu. Jadi pasca mereka membagikan penambahan itu, saya berhenti dari DPM-KM,” jelas Zaynul (26/4).

Adapun, Zaynul menjelaskan kronologi penambahan anggota DPM-KM dilakukan di Cafe Yatore pada malam hari, Sabtu (6/1). Pihaknya merupakan salah satu anggota yang menolak penambahan dan voting, karena merujuk pada ART DPM-KM pasal 7 ayat 1 pembentukan DPM-KM melalui Pemilu Mahasiswa. Selain itu, dari 12 orang yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM), hanya 9 orang yang menghadiri rapat penambahan anggota. Dalam rapat tersebut, 7 orang menyepakati melalui voting penambahan anggota karena khawatir kinerja DPM-KM dalam satu periode akan kurang maksimal karena kekurangan anggota.

"Jadi yang menyetujui 7 orang, yang menolak 1 orang, kemudian 1 orang lagi adalah saya yang menolak dari awal dan tidak ikut melakukan voting karena sudah jelas melanggar AD/ART,” ucap pria asal Madura tersebut.

Zaynul menjelaskan, struktur keanggotaan tidak semuanya menyesuaikan kebiasaan yang sebelumnya. Karena AD KM bab IV tentang Kepengurusan, Keanggotaan dan masa jabatan pada ayat 1 pengurus KM UTM pada masing-masing tingkat sekurang-kurangnya terdiri atas ketua umum, sekretaris, bendahara dan anggota, jadi meskipun anggota DPM-KM 12 orang tidak menjadi masalah.

”kita tidak harus fokus berapa anggota DPM-KM, selagi kita punya niatan dan rencana strategis untuk mengelola DPM-KM, maka berjalan mulus. Meskipun penambahan anggota dilakukan, jika tidak bekerja maksimal, maka sama saja,” jelasnya.


Galih Laras Pritayuniar, selaku saksi pelantikan DPM-KM yang dilakukan di gedung Graha Utama Lantai 10, Rabu (10/1), dalam keterangannya, pelantikan dihadiri oleh rektor dan jajarannya, beberapa dekan di setiap Fakultas, Presiden Mahasiswa (Presma), Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma) periode 2023-2024 dan periode 2024-2025, Ketua DPM-KM 2023-2024 dan anggota DPM-KM yang telah ditetapkan KPUM. Menurut penuturan Galih, yang mengikuti acara pelantikan tersebut hanya 10 orang yang telah ditetapkan KPU-M, sedangkan 2 orang lainnya tidak mengikuti pelantikan.

”Dihadiri 10 anggota DPM-KM, 2 orang lainnya tidak hadir, sedangkan yang 12 penambahan anggota tidak ada saat pelantikan," ungkap anggota DPM-KM dalam kesaksiannya (26/4).

Menanggapi hal itu, Amir selaku kuasa hukum termohon, kedudukan 2 orang yang tidak hadir, masih menjadi anggota DPM-KM. Karena dalam ketentuan ART KM bab 5 DPM-KM, pasal 7 ayat 4 berbunyi masa jabatan DPM-KM satu periode dan dinyatakan sebagai anggota DPM-KM apabila sudah dilantik dan disahkan melalui SK rektor.

”Jadi perihal kedudukan dua orang itu, menurut AD/ART adalah anggota DPM-KM, karena ada pada putusan sk rektor tentang anggota DPM-KM ,” ungkapnya.

Menanggapi pernyataan tersebut, Veby selaku kuasa hukum pemohon, mengungkapkan pihak termohon menyebutkan pasal pasal 7 ayat 4, harus adanya pelantikan rektor dan surat keputusan rektor, kemudian menurutnya secara kedudukan hukum tidak ada melalui KPUM, karena DPM-KM dibentuk melalui Pemilu Mahasiswa. 

"Karena 12 anggota yang ditambah tidak mengikuti suatu pelantikan dari rektor, hal ini berdasarkan saksi Galih Laras,” ucapnya.

Adapun Amir mengamini hal yang disampaikan oleh saksi Galih Laras. Ia menegaskan, terdapat penambahan anggota sebanyak 12 mahasiswa, 12 orang yang 2 di antaranya tidak dilantik merupakan anggota DPM-KM, karena hal ini berdasarkan sk rektor

”12 anggota DPM-KM itu sudah jelas, termasuk 12 anggota penambahan,"pungkasnya.

Khoirul Anam menutup sidang pada pukul 18.10 WIB, karena menilai penjelasan dari para saksi sudah cukup jelas. Pihaknya menyampaikan terkait sidang putusan 001/SKMA/MKM-UTM/III/2024 akan diumumkan melalui surat pemberitahuan tiga hari sebelum sidang putusan dilakukan. (KHA/GIE)