WKUTM - Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah pada pasal 29 ayat satu, bahwa setiap orang dilarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Namun, peraturan tersebut belum sepenuhnya diterapkan di Universitas Trunojoyo Madura (UTM). Hal tersebut lantaran terkendala dalam kerja sama mitra, sehingga menyebabkan sebagian sampah-sampah di UTM masih dibakar dan dibuang tanpa di pilah.
Dikutip dari kompas.com yang melansir dari DNR Wisconsin, Selasa (6/7/2021). Residu dari pembakaran mencemari tanah dan air tanah, hingga dapat memasuki rantai makanan manusia melalui tanaman dan hewan ternak. Bahan kimia tertentu yang dilepaskan oleh asap pembakaran sampah dapat terakumulasi dalam lemak hewan, yang bisa berbahaya saat manusia mengonsumsi daging, ikan, dan produk susu.
Ningwar, selaku kepala Biro Umum dan Keuangan menanggapi terkait peraturan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 pasal 29 ayat satu, tentang melakukan
larangan pembakaran sampah yang tidak sesuai dengan prosedur, bahwa hanya sebagian sampah kecil yang dibakar dan sebagian lainnya dibuang. Sedangkan terkait pemilahan sampah organik dan anorganik memang belum dilaksanakan.
”Di pusat jajanan serba ada terdapat pemilahan sampah organik dan anorganik, tapi yang lainnya memang belum dilaksanakan,” jelas pria asal Bangkalan tersebut.
Ningwar membenarkan bahwa UTM sudah tidak melakukan kerjasama mitra lagi terkait penanganan dan pengelolaan sampah dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Bangkalan, lantaran Dinas tersebut tidak bisa memberikan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan seperti kwitansi, sehingga kerja sama mitra tersebut diberhentikan.
”Dulu dikumpulin terus minta bantuan ke dinas sampah Bangkalan, karena disana perlu operasional namun tidak ada bukti yang bisa dipertanggungjawabkan maka cuma dibakar atau dibuang ke dekat gereja," ungkap Ningwar (27/09).
Aisyah, selaku petugas kebersihan wilayah asrama mengungkapkan bahwa UTM dulu sekitar tahun 2016 masih melakukan kerjasama mitra terkait penanganan dan pengelolaan sampah, namun setelah dua tahun berlalu hal tersebut diberhentikan sehingga menyebabkan sampah harus dibakar dan dibuang di belakang asrama tanpa adanya pemilahan.
"Kalau dulu masih ada yang mengangkut, tiap satu bulan sekali dengan pakai mobil pengangkut sampah," ungkapnya (27/09).
M. Fajar Shiddiq, selaku Ketua Dewan Racana Putra (KDR) Praja Muda Karana (Pramuka) mengeluhkan terkait polusi yang disebabkan oleh pembakaran sampah yang dilakukan petugas kebersihan di belakang Sekretariat Bersama (Sekber) lantaran mengganggu kegiatan mahasiswa yang berada disana dan juga orang-orang yang berada diluar kampus.
"Memang efektifnya ketika dibakar biar cepat selesai, akan tetapi saya juga pernah mendengar keluh kesah kalau membakar sampah asapnya menyebar dari Sekber sampai ke warga luar yang ada di warung itu," keluhnya (26/09).
Fajar, juga menambahkan bahwa UTM kekurangan tempat sampah yang besar sehingga membuat sampah berserakan dimana-mana. Hal tersebut juga didukung oleh kurangnya kesadaran dari mahasiswa juga.
"Yang saya tahu disamping gedung audit banyak sampah bertebaran lantaran tempat tersebut merupakan lalu lalang mahasiswa yang mau keluar dari kampus," jelas mahasiswa asal Lamongan tersebut.
Disisi lain Fajar juga berharap bahwa pihak universitas seharusnya mengadakan kerjasama mitra dengan pihak lain terkait penanganan dan pengelolaan sampah di UTM agar sampah organik dan anorganik dapat dipilah dan juga tidak sering melakukan pembakaran.
"Terkait mitra kalau bisa diadakan," ungkapnya. (TFa/Uya)