Pasal Baru. Pict : WM |
Beberapa bulan yang lalu satu pasal khusus mengenai Peran Tuhan Dalam
Negara telah disahkan. Pasal ini disetujui setelah perdebatan dan proses yang
amat panjang. Kira-kira seperti ini bunyi pasal itu, “Segala perbuatan yang
dilakukan atas perintah Tuhan diperbolehkan.”
Awalnya semua orang takut jika pasal ini akan disalahgunakan. Namun
seorang DPR yang kebetulan merangkap menjadi ahli agama meyakinkan bahwa
seseorang yang beriman, apalagi jika keimanannya sudah pada tingkat yang tinggi
maka tidak akan berani mempermainkan perintah Tuhan.
Aktivitas di negera itu akhirnya berjalan bersama pasal baru itu. Pada
bulan pertama tidak ada masalah berarti mengenai pasal ini bahkan, pasal itu
terkesan membawa progresivitas. Aktivitas ibadah masyarakat lebih padat dari
biasanya dan sikap kemanusiaan ramai dikerjakan.
Namun seminggu setelahnya, seorang lelaki tertangkap basah telah mencuri
uang di rumah salah satu RT. Semua warga berbondong-bondong menyeret maling itu
ke kantor polisi dengan perasaan marah. Mereka merasa lelaki itu telah mengotori
kesucian desa.
“Kamu mencuri uang pak RT?” tanya polisi.
”Demi Tuhan tidak pak, saya hanya mengambil apa yang tidak seharusnya
dimiliki pak RT. Bukan mencuri. Tuhan memerintahkan saya mengambilkannya karena
sebenarnya uang itu merupakan bantuan dari pemerintah yang tidak disalurkan.
Saya ingin membagikan uang ini kepada yang berhak dan menjelaskan bahwa ini
adalah perintah Tuhan namun sudah dulu diseret ke sini,” kata lelaki itu.
Semua orang yang berada di situ terkejut bukan main. Selama ini mereka
mengenal pak RT sebagai sosok yang baik dan dekat dengan warga. Apa benar pak
RT telah melakukan perbuatan dzalim semacam ini?
“Benar kamu telah mendapat perintah seperti itu?”
“Benar pak. Saya berani bersumpah.”
“Baiklah. Karena kau mengatakan bahwa ini adalah perintah Tuhan, maka aku
akan membebaskanmu,” putus polisi. laki-laki itu pun lolos.
Tidak beberapa lama setelahnya, lelaki itu kembali tertangkap basah telah
mencuri harta milik Walikota. Bahkan, ia juga menyebarkan foto kolor Walikota.
Lelaki itu akhirnya dilaporkan kepada kepolisian, Walikota menuntut hukuman
yang seberat-beratnya.
“Kamu mencuri harta milik Walikota?” tanya polisi.
“Demi Tuhan, saya tidak mencuri pak. Saya hanya mengambilnya, bukan
mencuri. Tuhan telah memerintahkan saya untuk mengambil harta Walikota karena
ia telah melakukan korupsi. Saya ingin membagikan harta ini kepada warga dan menjelaskan bahwa ini perintah Tuhan,
namun sebelum menjelaskan saya telah diseret ke sini,” jelas lelaki itu.
“Lalu bagaimana dengan foto yang kau sebarkan itu, apakah itu juga
perintah Tuhan?”
“Benar pak, saya diperintahkan Tuhan untuk menyebarkan foto kolor
Walikota agar masyarakat lebih memperhatikan gaya kehidupan Walikota. Masyarakat
tidak sadar mereka telah ditipu Walikota,” kata lelaki itu.
“Kamu tidak sedang berdusta kan? Ini kedua kalinya kamu diseret ke sini
atas laporan pencurian. Jika kamu berdusta kamu bisa saja terkena pasal
pencemaran nama baik Walikota.”
“Saya bersungguh-sungguh pak. Apa bapak juga tidak menyadari kejanggalan
pada Walikota? Sebelum ia menjabat dan setelah menjabat kehidupannya sangat
berbeda, sedangkan di satu sisi ia tidak memiliki pekerjaan lain selain menjadi
Walikota. Sesuatu yang terjadi tiba-tiba itu tidak pernah beres.”
Polisi itu terdiam. Bisa saja apa yang dikatakan lelaki ini benar. Setelah
dipikir-pikir Walikota memang sering berganti mobil setelah menjabat. Ia sering
pergi berlibur bersama keluarganya. Selembar daun saja tidak jatuh secara tergesa-gesa,
apalagi datanganya selembar uang. Mana mungkin bisa datang secara tiba-tiba?
Namun masalah ini tentu saja tidak bisa disamakan dengan kasus pertama.
Jika ia membebaskan lelaki ini dengan mudah maka bisa saja dia dipecat.
Walikota benar-benar marah dengan kejadian ini, dia tidak mungkin mau melepas
kasus lelaki ini dengan mudah.
“Karena ini perintah Tuhan aku bisa membebaskanmu. Tapi kamu harus
membantuku, Walikota saja sangat marah jika kau bebas dengan mudah,” putus
polisi.
“Baiklah pak, saya mau. Tuhan baru saja juga memberi perintah untuk
membantu Anda. Tetapi bagaimana saya harus membantu anda?”
“Tinggallah di sini selama beberapa hari. Jika aku berhasil meyakinkan
Walikota bahwa kau telah mendapat hukumannya yang seberat-beratnya maka aku
akan membebaskanmu.”
“Baiklah pak. Saya bersedia.”
Setelah dua kejadian itu, polisi tersebut kembali banyak menangani kasus
pencurian serupa. Pencurian yang diperintahkan oleh Tuhan. Bahkan beberapa
kasus disertai kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran. Polisi itu
juga tidak dapat menahan kasus itu lebih lama karena di negara ini terdapat
pasal undang-undang yang mengatur peranan Tuhan dalam negara. Ironinya hal itu
dilakukan oleh satu lelaki yang sama.
***
Malam itu, setelah menangani beberapa kasus polisi itu berniat pulang.
Belakangan ini istrinya sering marah karena ia telalu sibuk dengan
perkejaannya. Hari ini kami harus menghabiskan waktu bersama sampai pagi,
begitu tekadnya. Namun dalam perjalanan pulang itu ia ditikam oleh seorang
lelaki.
“Sial, kenapa kau menikamku?” dengan menahan rasa sakit di dada polisi
itu bertanya. Darah segar mengalir membasahi baju dinasnya. Dia merasa pusing
namun masih memiliki cukup tenaga jika sekedar menembakkan beberapa peluru.
“Tuhan memerintahku untuk membunuhmu. Kata-Nya kau tidak melakukan
tugasmu dengan benar bahkan kau meragukanku sebagai utusan Tuhan yang beberapa
kali mampir ke kantormu. Kau menerima suap dan beberapa kali melecehkan
perempuan. Kau menutup mata dan telingamu dari kejahatan karena rasa takut
kepada manusia lain. Kau-”
Taik anjing dengan perintah Tuhan-mu, aku sudah telalu sering menanggani
kasusmu yang mengatasnamakan perintah Tuhan. Sekarang adalah waktuku bersama
istriku, pikir polisi.
“Lalu kau ingin membunuhku?”
“Tuhan memberi perintah seperti itu.”
“Huh, aku heran mengapa bukan kau saja yang seharusnya dibunuh. Kau
banyak melakukan pencurian, pemerkosaan, pembunuhan dan kejahatan lainnya
dengan dalih perintah Tuhan. apa benar Tuhan memerintahmu seperti itu?”
“Kau tidak pantas bertanya seperti itu. Aku yang memiliki kuasa di sini
karena diperintahkan oleh Tuhan.”
Lelaki itu kembali maju untuk menghunuskan pisau ke arah polisi. Namun
polisi itu tidak kalah cepat untuk menyadari gerakan si lelaki sehingga bisa
menghindar.
Dorrrr! Dorrr!
“Maafkan aku, tapi sepertinya pemilik senjata yang lebih canggihlah yang
berkuasa,” kata polisi itu. Esoknya, lelaki yang diperintah Tuhan itu ditemukan
mati dengan keadaan banyak luka tembak di tubuhnya. Di negara itu tidak lagi
ditemukan kasus atas nama perintah Tuhan.
Ulul
Faricha Luqman
Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Trunojoyo Madura