Pasal Baru

Pasal Baru

LPM Spirit - Mahasiswa
Minggu, 07 Maret 2021

 

Pasal Baru. Pict : WM

Beberapa bulan yang lalu satu pasal khusus mengenai Peran Tuhan Dalam Negara telah disahkan. Pasal ini disetujui setelah perdebatan dan proses yang amat panjang. Kira-kira seperti ini bunyi pasal itu, “Segala perbuatan yang dilakukan atas perintah Tuhan diperbolehkan.”

 

Awalnya semua orang takut jika pasal ini akan disalahgunakan. Namun seorang DPR yang kebetulan merangkap menjadi ahli agama meyakinkan bahwa seseorang yang beriman, apalagi jika keimanannya sudah pada tingkat yang tinggi maka tidak akan berani mempermainkan perintah Tuhan.

 

Aktivitas di negera itu akhirnya berjalan bersama pasal baru itu. Pada bulan pertama tidak ada masalah berarti mengenai pasal ini bahkan, pasal itu terkesan membawa progresivitas. Aktivitas ibadah masyarakat lebih padat dari biasanya dan sikap kemanusiaan ramai dikerjakan.

 

Namun seminggu setelahnya, seorang lelaki tertangkap basah telah mencuri uang di rumah salah satu RT. Semua warga berbondong-bondong menyeret maling itu ke kantor polisi dengan perasaan marah. Mereka merasa lelaki itu telah mengotori kesucian desa.

 

“Kamu mencuri uang pak RT?” tanya polisi.

 

”Demi Tuhan tidak pak, saya hanya mengambil apa yang tidak seharusnya dimiliki pak RT. Bukan mencuri. Tuhan memerintahkan saya mengambilkannya karena sebenarnya uang itu merupakan bantuan dari pemerintah yang tidak disalurkan. Saya ingin membagikan uang ini kepada yang berhak dan menjelaskan bahwa ini adalah perintah Tuhan namun sudah dulu diseret ke sini,” kata lelaki itu.

 

Semua orang yang berada di situ terkejut bukan main. Selama ini mereka mengenal pak RT sebagai sosok yang baik dan dekat dengan warga. Apa benar pak RT telah melakukan perbuatan dzalim semacam ini?

 

“Benar kamu telah mendapat perintah seperti itu?”

 

“Benar pak. Saya berani bersumpah.”

 

“Baiklah. Karena kau mengatakan bahwa ini adalah perintah Tuhan, maka aku akan membebaskanmu,” putus polisi. laki-laki itu pun lolos.

 

Tidak beberapa lama setelahnya, lelaki itu kembali tertangkap basah telah mencuri harta milik Walikota. Bahkan, ia juga menyebarkan foto kolor Walikota. Lelaki itu akhirnya dilaporkan kepada kepolisian, Walikota menuntut hukuman yang seberat-beratnya.

 

“Kamu mencuri harta milik Walikota?” tanya polisi.

 

“Demi Tuhan, saya tidak mencuri pak. Saya hanya mengambilnya, bukan mencuri. Tuhan telah memerintahkan saya untuk mengambil harta Walikota karena ia telah melakukan korupsi. Saya ingin membagikan harta ini kepada warga  dan menjelaskan bahwa ini perintah Tuhan, namun sebelum menjelaskan saya telah diseret ke sini,” jelas lelaki itu.

 

“Lalu bagaimana dengan foto yang kau sebarkan itu, apakah itu juga perintah Tuhan?”

 

“Benar pak, saya diperintahkan Tuhan untuk menyebarkan foto kolor Walikota agar masyarakat lebih memperhatikan gaya kehidupan Walikota. Masyarakat tidak sadar mereka telah ditipu Walikota,” kata lelaki itu.

 

“Kamu tidak sedang berdusta kan? Ini kedua kalinya kamu diseret ke sini atas laporan pencurian. Jika kamu berdusta kamu bisa saja terkena pasal pencemaran nama baik Walikota.”

 

“Saya bersungguh-sungguh pak. Apa bapak juga tidak menyadari kejanggalan pada Walikota? Sebelum ia menjabat dan setelah menjabat kehidupannya sangat berbeda, sedangkan di satu sisi ia tidak memiliki pekerjaan lain selain menjadi Walikota. Sesuatu yang terjadi tiba-tiba itu tidak pernah beres.”

 

Polisi itu terdiam. Bisa saja apa yang dikatakan lelaki ini benar. Setelah dipikir-pikir Walikota memang sering berganti mobil setelah menjabat. Ia sering pergi berlibur bersama keluarganya. Selembar daun saja tidak jatuh secara tergesa-gesa, apalagi datanganya selembar uang. Mana mungkin bisa datang secara tiba-tiba?

 

Namun masalah ini tentu saja tidak bisa disamakan dengan kasus pertama. Jika ia membebaskan lelaki ini dengan mudah maka bisa saja dia dipecat. Walikota benar-benar marah dengan kejadian ini, dia tidak mungkin mau melepas kasus lelaki ini dengan mudah.

 

“Karena ini perintah Tuhan aku bisa membebaskanmu. Tapi kamu harus membantuku, Walikota saja sangat marah jika kau bebas dengan mudah,” putus polisi.

 

“Baiklah pak, saya mau. Tuhan baru saja juga memberi perintah untuk membantu Anda. Tetapi bagaimana saya harus membantu anda?”

 

“Tinggallah di sini selama beberapa hari. Jika aku berhasil meyakinkan Walikota bahwa kau telah mendapat hukumannya yang seberat-beratnya maka aku akan membebaskanmu.”

 

“Baiklah pak. Saya bersedia.”

 

Setelah dua kejadian itu, polisi tersebut kembali banyak menangani kasus pencurian serupa. Pencurian yang diperintahkan oleh Tuhan. Bahkan beberapa kasus disertai kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran. Polisi itu juga tidak dapat menahan kasus itu lebih lama karena di negara ini terdapat pasal undang-undang yang mengatur peranan Tuhan dalam negara. Ironinya hal itu dilakukan oleh satu lelaki yang sama.

 

***

 

Malam itu, setelah menangani beberapa kasus polisi itu berniat pulang. Belakangan ini istrinya sering marah karena ia telalu sibuk dengan perkejaannya. Hari ini kami harus menghabiskan waktu bersama sampai pagi, begitu tekadnya. Namun dalam perjalanan pulang itu ia ditikam oleh seorang lelaki.

 

“Sial, kenapa kau menikamku?” dengan menahan rasa sakit di dada polisi itu bertanya. Darah segar mengalir membasahi baju dinasnya. Dia merasa pusing namun masih memiliki cukup tenaga jika sekedar menembakkan beberapa peluru.

 

“Tuhan memerintahku untuk membunuhmu. Kata-Nya kau tidak melakukan tugasmu dengan benar bahkan kau meragukanku sebagai utusan Tuhan yang beberapa kali mampir ke kantormu. Kau menerima suap dan beberapa kali melecehkan perempuan. Kau menutup mata dan telingamu dari kejahatan karena rasa takut kepada manusia lain. Kau-”

 

Taik anjing dengan perintah Tuhan-mu, aku sudah telalu sering menanggani kasusmu yang mengatasnamakan perintah Tuhan. Sekarang adalah waktuku bersama istriku, pikir polisi.

 

“Lalu kau ingin membunuhku?”

 

“Tuhan memberi perintah seperti itu.”

 

“Huh, aku heran mengapa bukan kau saja yang seharusnya dibunuh. Kau banyak melakukan pencurian, pemerkosaan, pembunuhan dan kejahatan lainnya dengan dalih perintah Tuhan. apa benar Tuhan memerintahmu seperti itu?”

 

“Kau tidak pantas bertanya seperti itu. Aku yang memiliki kuasa di sini karena diperintahkan oleh Tuhan.”

 

Lelaki itu kembali maju untuk menghunuskan pisau ke arah polisi. Namun polisi itu tidak kalah cepat untuk menyadari gerakan si lelaki sehingga bisa menghindar.

 

Dorrrr! Dorrr!

 

“Maafkan aku, tapi sepertinya pemilik senjata yang lebih canggihlah yang berkuasa,” kata polisi itu. Esoknya, lelaki yang diperintah Tuhan itu ditemukan mati dengan keadaan banyak luka tembak di tubuhnya. Di negara itu tidak lagi ditemukan kasus atas nama perintah Tuhan.


Ulul Faricha Luqman

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Universitas Trunojoyo Madura