Saya masih ragu kalau jodoh adalah kehendak Tuhan. Jargon yang sering terdengar bahwa "jodoh ada di tangan Tuhan" juga mustahil menurut saya. Pasalnya, sudah tentu bahwa Tuhan tidak menyerupai makhluk yang memiliki tangan.
Bagi remaja labil seperti saya, agak aneh memang jika membahas perjodohan. Untuk menetap pada satu betina aja masih sering kesandung, apalagi harus menetap untuk seumur hidup. Sulit.
Namun, saya masih yakin akan dengan keraguan saya bahwa sebenarnya jodoh bukan kehendak Tuhan. Eits, bagi yang percaya bahwa segala sesuatu termasuk perjodohan adalah kuasa Tuhan, saya bisa mengerti dan menghormati. Hanya asumsi saya saja masih belum menerimanya.
Sekarang begini, jika jodoh itu tolak ukur paling bisa diterima adalah dengan adanya ikatan perkawinan, lantas kenapa masih banyak kasus perceraian? Walaupun saat ini kabarnya banyak calon janda dan duda yang tertunda.
Berangkat dari sana, saya menolak bahwa perkawinan dapat dijadikan tolak ukur jodoh atau tidaknya insan-insani. Toh banyaknya kasus perceraian tidak terbantahkan.
Belum lagi fenomena dua insan yang melangsungkan perkawinan gara-gara pengrebekan Satpol PP, kasus seperti ini tidak sedikit, bukan? Atau yang biasa saya ketahui langsung di lingkungan tempat saya berkuliah, jika kepala desa mendapati mahasiswa-mahasiswi wik-wik maka akan langsung dinikahkan. Dua kasus diatas tentu tidak soswit sama sekali.
Lebih jauh, sebab nikahya baik-baik saja belum tentu bisa bertahan sampai akhir hayat, seperti jargon kisah percintaan remaja yang memanggil dengan sebutan ayah - bunda. Apalagi yang dalam tanda kutip nikah jalur ketidaksengajaan.
Memang tidak menafikan bahwa banyak sebab orang bercerai. Seperti keisengan saya datang ke Pengadilan Agama untuk mencari sebab orang bercerai, karena waktu itu saya membaca berita kota saya bahwa angka perceraiannya cukup tinggi.
Setelah menemukan emak-emak yang hendak mengambil sertifikat cerai, saya bertanya apa alasannya. Baiknya, panggil saja ibu Mawar (nama samaran) mau berbagi dengan saya. Alasannya berpisah dengan suaminya karena suaminya tidak memiliki itikad untuk mendapatkan penghasilan lebih darinya. Itu alasan utama yang disampaikan Bu Mawar, masih banyak alasan lain.
Tapi mau bagaimanapun alasannya, perceraian tetap terjadi. Sering juga saya mendengar ragam sebab orang bisa bercerai. Saya yakin pembaca memiliki versi yang lain.
Lalu, mungkin tidak ada seorang yang menikah dan bercerai sampai tiga kali? Naasnya, ada kasus seperti ini terjadi di dekat saya. Nyata adanya. Bercerai bukan karena kematian, karena memang sudah tidak cocok saja. Lalu saya menyimpulkan bahwa berarti dulu nikahnya bukan dengan jodohnya.
Sampai sini saya meyakini bahwa sebenarnya bahwa jodoh atau tidak itu orangnya sendiri yang menentukan. Nyatanya banyak juga yang bertahan dalam ikatan perkawinan sampai akhir hayatnya.
Jika pembaca tetap kekeuh bahwa jodoh adalah kehendak Tuhan, saya masih tetap menghormati keyakinan tersebut. Saya mau menyimpulkan tuhannya adalah kita sendiri karena manusia yang menentukan jodoh atau tidak, saya agak khawatir, takut nantinya ditabrak bemo sama ormas tertentu. Tentu saya tidak mau hak kebebasan berpendapat saya dikatakan penistaan.
Bagi pembaca yang masih selalu menjalani pendekatan dengan lawan jenis dan berhenti sampai mantan calon pasangan, harap sabar untuk tidak halu ingin segera menikah. Selain karena nikah kayak penafsiran yang banyak rumitnya, juga tidak mudah untuk menghadapi pelbagai persoalan setelah menikah.
Oh iya, terkait keisengan saya Pengadilan Agama tadi sebenarnya juga mau mengambil surat cerai orang tua saya. Walaupun saya harus kembali dengan tangan kosong karena harus ada tanda tangan dari orang tua saya, setidaknya saya bisa ngobrol dengan Mawar - the Name of the Rose.
Birar Dz.
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum