Pembuatan Kartu Tanda Mahasiwa Masih Molor

Pembuatan Kartu Tanda Mahasiwa Masih Molor

LPM Spirit - Mahasiswa
Jumat, 28 Februari 2020

WKUTM – Pembuatan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) untuk Mahasiswa UTM angkatan 2019 masih belum selesai. Belum diterimanya KTM tersebut mendapat banyak keluhan di kalangan mahasiswa baru.


Salah satu keluhan datang dari Imatus Solicha, mahasiswa Prodi Sastra Inggiris tersebut merasa kesulitan saat mengakses buku di perpustakaan mengingat KTM yang juga berfungsi sebagai Kartu Perpustakaan.

Senada dengan Imatus, Syahrany Safitry juga mengeluhkan sulitnya mengajukan peminjaman buku di perpustakaan. Selain itu, tidak adanya KTM juga menyulitkan dirinya dalam mengajukan beasiswa di luar kampus.

”Mau ngurus apa-apa jadi susah. Seperti saat ingin meminjam buku dari perpustakaan kampus, menghadiri acara-acara mahasiswa, hingga saat saya ingin mengajukan beasiswa kepada Ibu wali kota. Saya harus mencantumkan KTM pada saat itu sebagai tanda pengenal bahwa saya benar-benar mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura,” ujar Mahasiswa asal Surabaya tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Supriyanto, Kepala Badan Akademik dan Kemahasiswaan (BAK), mengaku kendala saat ini berasal dari Mahasiswa 2018. Sebanyak 1000 mahasiswa belum mendapatkan KTM. Dengan rincian, 500 belum menyetor foto. Dan 500 belum mengambil KTM di Bangkalan. Pihaknya mengatakan, keterlambatan KTM 2019 berasal dari mahasiswa 2018.

Di lain pihak, Ferry Fernando, mahasiswa Prodi Sastra Inggris angkatan 2018 menganggap sistem pembuatan KTM terlalu rumit. Untuk membuat KTM Ferry harus menyetor data diri beserta foto ke BNI di Bangkalan terlebih dahulu untuk selanjutnya melakukan pengisian saldo rekening bank.

“Sistem KTM di angkatanku itu memang baru. Jadi sistemnya bisa dibuat ATM juga. Lalu, uang yang seratus ribu itu akan masuk ke rekening ATM. Makanya, sempat ada masalah,” ungkap mahasiswa asal Lamongan tersebut.

Banyaknya persoalan yang muncul akibat sistem KTM yang baru, dinilai tidak lebih baik dari pada sistem KTM lama. Ferry menilai sistem KTM yang lama lebih efektif daripada yang diterapkan saat ini.

“Daripada banyak kendala seperti ini, mending KTM kembali difungsikan menjadi KTM biasa. Jujur saya agak keberatan dengan diwajibkannya membayar.” Ujar mahasiswa asal Lamongan tersebut.

Terkait hal tersebut, Supriyanto memberi tanggapan kalau sistem tersebut memang sengaja diterapkan. Harapannya agar mahasiswa lebih bisa menjaga KTMnya dengan baik. Sebab, di tahun-tahun sebelumnya angka kehilangan KTM dinilai cukup tinggi. Dengan adanya sistem ATM pada KTM yang baru, dia berharap agar mahasiswa lebih menjaga KTM.

“Berdasarkan pengalaman sebelumnya, mahasiswa seakan meremehkan adanya KTM. Tidak kurang dari seratus kasus kehilangan KTM di setiap minggunya  sebab keteledoran mahasiswa,” paparnya.

Dengan berlarutnya persoalan terkait KTM ini, Syahrany hanya bisa berharap agar pihak rektorat lebih tanggap dalam menanganinya agar mahasiswa tidak menemui kesulitan untuk mengurus beberapa perkara yang memerlukan KTM.

Hal yang sama juga disampaikan Imatus, persoalan ini menurutnya harus bisa menjadi evaluasi ke depan untuk pihak rektorat, ”Kalau bisa, nanti pas masuk langsung diadakan sesi foto untuk pembuatan KTM supaya tidak lama seperti sekarang,” pungkasnya. (TSB/CIM/S)