Acara Nonton
Bareng & Bedah Film Di Balik Frekuensi pada Rabu (08/05/13) malam Pkl 19.00
WIB, di Auditorium Universitas Trunojoyo Madura (UTM). Menarik banyak minat,
khususnya orang-orang dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), Mahasiswa dan
Dosen-Dosen. Sehingga acara yang diadakan oleh seluruh LPM Se-Universitas Trunojoyo
Madura (UTM) menjadi berbeda. Walaupun dengan persiapan yang singkat tetapi
acara pun berjalan lancar.
Acara
sempat molor dari waktu yang di tentukan, yaitu Pkl 19.00 WIB menjadi Pkl 20.00
WIB. Acara Nonton Bareng & Bedah Film Di Balik Frekuensi ini membuat banyak
sekali penonton menjadi penasaran.
Meski acara ini
mengalami sedikit keterlambatan kedatangan film, sebab dalam aturan main, film tidak
boleh dicopy dan selalu diawasi oleh pihak pembawa film, demi meminimalisir
kebocoran atau pengandaan film. Dengan durasi 2 jam lebih, antusiasme penonton
yang notabene berasal dari macam-macam golongan terdiam dalam suasana remang
dan gema suara speaker, sampai ada yang tertidur dikarenakan dimulainya acara tak
sesuai dengan jadwal, sehingga terkesan acaranya “molor”.
Tapi, sebelum
pemutaran film, sambutan demi sambutan yang di mulai dari Toto Pratomo sebagai Ketua
Pelaksana (KETUPEL), Muhammad Suwardono sebagai perwakilan Pimpinan Umum (PU) LPM
se-UTM, dilanjut oleh Samsuki sebagai Presiden Mahasiswa (PRESMA) UTM dan terahkir
adalah Yudi Widagdo Harimurti sebagai Pembantu Rektor 3 (PR3) UTM yang
sekaligus memulai pemutaran film.
Sampai pada akhir pemutaran film, wajah-wajah heran dan kaget dimana fakta mengenai media massa yang dikuasai oleh pemodal, kejahatan-kejahatan media, permainan redaksi, wartawan yang tak tahu apa-apa, dan banyak hal mengenai media massa dan orang-orang yang berjuang demi keadilan dan kesejahteraan yang tersirat dalam film Di balik Frekuensi. Dengan hadirnya tiga pembedah yang sudah ahli dalam permediaan yaitu; pembedah I Imam Sofyan S.Sos.M.Si adalah dosen Ilmu Komunikasi yang juga aktif dalam permediaan, pembedah II Defy Firman Al-Hakim adalah Sekertaris Jendral Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (SEKJEND PPMI) dan pembedah III Khoirul Rhosyadi Ph.D aktif dalam permediaan, pernah aktif di PPMI, saat ini menjadi dosen sosiologi di UTM. Saat pembedahan film dan diskusi serta sesi tanya-jawab, baik mahasiswa, anggota LPM, dan ada juga dari wartawan Radar Madura yang antusias dalam pembedahan film Di Balik Frekuensi. Dalam pembedahan film, masing-masing pembedah menyimpulkan film dengan sudut pandang yang berbeda. Pembedah I lebih dominan dalam teknis film dan kritik terhadap film, sedangkan pembedah II lebih ke efek dan fakta tentang permediaan jika semua media massa di Indonesia masih di kuasai oleh pemodal di tambah dengan materi media alternatif sampai berujung segitiga perselingkuan media umum. Pembedah ketiga mendeskripsikan dengan gamblang mulai dari peran media, fungsi, fakta media sekarang, efek media jikalau terus-terusan seperti ini, berujung jika harusnya media seperti ini maka sekarang malah menjadi seperti ini dan apa yang harus dilakukan.
Walaupun waktu
sudah larut. Antusiasme penonton masih semangat, dikarenakan banyak yang kaget
dengan fakta yang di tunjukkan oleh film Di Balik Frekuensi tentang kebobrokan
media kekinian, sehingga terpancing
kemarahan sampai greget penonton yang
berasal dari berbagai macam golongan. Pertanyaan demi pertanyaan tentang media
di pertanyakan kembali seperti, independensi media, kepentingan pemilik atau
pemodal, tentang wartawan yang tak bisa apa-apa terhadap redaksi dan pemilik
media itu sendiri. Kesejahtraan dan keadilan buruh termasuk wartawan, karena
wartawan belum menjadi profesi dan masih di pertanyakan, lalu banyak lagi pertanyaan-pertanyaan
yang tak mungkin disebutkan di sini hingga akhir acara selesai. Para peserta
lantas meninggalkan lokasi acara. Namun, tidak untuk anggota pers mahasiswa.
Acara selanjutnya dilanjutkan dengan serasehan bagi anggota LPM Se-Madura dan Surabaya
yang tergabung dalam naungan PPMI pada tengah malam. Sampai selesai.(nof)