Pilih Dia atau Aku

Pilih Dia atau Aku

LPM Spirit - Mahasiswa
Minggu, 28 April 2019


Suka makan gula? Atau suka yang manis-manis? Namun sadar tidak kalau yang manis bisa mematikan? Tidak percaya?

Tahukah saat ini konsumsi gula terbesar dipegang oleh Chili, Belanda, Honggaria, dan Israel? Hasil ini diukur dari konsumsi gula yang melebihi 100 gram/hari. Padahal WHO (World Health Organization) sudah memberikan peringatan dengan batasan untuk mengonsumsi gula seminimal mungkin hanya 25 gram/hari.

Lalu di sisi yang lain bahwa saat ini Indonesia menyatakan dirinya darurat narkoba. Hingga memiliki tekad bersih dari narkoba di tahun 2015. Namun slogan ini hanya slogan basi dikarenakan sampai detik ini penyalahgunaan dan peredaran narkoba masih ada.

Banyak pengguna, pengedar, bahkan gembong narkoba sudah bersarang di bui sampai berakhir mati di tangan algojo. Mulai dari pejabat, artis, pengusaha, pengangguran, kampret, dan para kecebong sudah terkena ciduk.

Kenapa penulis membandingkan antara gula dan narkoba? Sebab keduanya ternyata memiliki kesamaan risiko yang amat berbahaya bagi kesehatan. Zat yang dikandung gula tak kalah mematikannya dengan peredaran narkotika di pasaran. Bahkan salah satu informasi mengatakan, ekstrak gula dapat digunakan dalam pembuatan bahan peledak. Hmmm.. ngeri nggak lu yang penyuka gula?

Siapa pula yang tidak ingin melahap donat gembul yang penuh dengan toping lucu dan mencicip manisnya coklat serta lelehan dari es krim yang lembut? Tentu rasa manis tersebut karena kandungan gula. Umumnya manis disukai.

Dulu gula adalah barang yang sangat mahal. Tidak salah bila pemerintah kolonial Belanda memerintahkan tanam paksa dan mendirikan banyak pabrik gula untuk meraup keuntungan. Namun, sejak abad 19, gula menjadi makanan murah. Saat itulah awal industri manis mulai menggeliat.

Gula itu manis. Semua kalangan pasti suka dengannya. Apalagi di saat puasa, kita yang muslim dianjurkan untuk berbuka dengan yang mau manis.

Tetapi fatal kalau kita mengonsumsinya dengan serakah. Konsumsi gula secara berlebih dapat mengakibatkan obesitas, diabetes, dan penyakit jantung. Si manis ini sedikit demi sedikit yang akan menggerogoti kita secara perlahan-lahan bilamana kita tetap mengonsuminya dengan serakah.

Betul tidak bahwa saat ini kita hanya berpikir narkoba adalah satu-satunya zat berbahaya? Pemikiran tersebut mungkin akan tertanam seperti itu terus. Sedangkan gula dianggap zat yang aman dan tidak perlu khawatir dalam mengonsumsinya. Namun, bagaimana bila gula turut bisa mematikan jiwa?

Ini layaknya Kurawa yang antagonis namun dengan keantagonisannya menyimpan cinta yang amat mendalam dengan Shinta. Mungkin narkoba mirip dengan Kurawa yang sebenarnya punya sisi baiknya, bukan? Karena di balik dampak narkoba menyimpan kandungan yang biasa dipakai dalam medis untuk pengobatan dengan takaran yang cukup. Kita boleh tertipu dengan mulut manis, tapi cobalah menahan godaan dari si manis.

Rasakan saja. Bila penggunaan narkotika secara berlebihan, ini dapat mengakibatkan ketergantungan. Organ-organ manusia akan cepat rusak bilamana takaran yang dipakai berlebihan ancaman overdosis dan kematian bisa saja terjadi kapanpun.

Narkoba sendiri telah memakan 3,3 juta penduduk Indonesia mati dengan tidak hormat gara-gara narkoba dan mengakibatkan dampak sosial yang luas. Sedangkan jumlah pasien diabetes mencapai 10 juta jiwa dan menduduki peringkat ke tujuh di dunia. Penderita diabetes ternyata tidak hanya menyerang usia tua, namun yang masih muda pun, kita, bisa saja mengidap diabetes.

Efek gula tak sekadar omong kosong. Efek gula yang kita konsumsi menimbulkan efek yang sama dengan nikotin, kokain, maupun morfin. Keduanya sama memacu kinerja otak karena memberikan perasaan puas dan hati gembira. Sifatnya juga membuat candu layaknya zat narkotika.

Lalu kira-kira seberapa jauh sih kita berpikir sedangkal ini tentang gula dan dampaknya? Manis tapi racun, emang kamu mau? BNN dengan lantang berbicara generasi muda yang mati karena narkoba. Namun sadar atau tidak, banyak generasi muda yang mati pula lewat gula.

Hukum Indonesia telah mengatur tentang narkoba serta ancaman yang jelas. Para gembong narkoba terpaksa harus dihukum mati ditangan algojo sebab hukum telah berkata. Para pengguna sudah dijerat dan banyak yang sudah masuk kandang rehabilitasi.

Kedua zat ini sama-sama berbahaya, namun nyatanya tak ada larangan dan batasan mengonsumsi gula, bila dilihat dari dampak yang dimiliki. Mungkin saja karena negeri ini memandang apa yang tidak boleh dan boleh dari faktor halal dan tidak halal, bukan dari yang timbul darinya.

Gula memang disepelekan. Kalau berpikir mendalam, mungkin Belanda masih menjajah kita, mewariskan pabrik-pabrik gula untuk bangsa ini. Sehingga pabrik ini terus mengepul menyebarkan zat-zat racun yang berasa manis dan menggerogoti nyawa-nyawa di negeri ini (hanya menduga saja).

Masihkah kita harus mencari gembong-gembong narkoba dan menyatakan perang terhadapnya sedangkan ternyata ada bom waktu yang ada di pojok rumah-rumah kita? Nyatanya, si manis lebih jahat ketimbang narkoba.


Bingar Bimantara
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum