Minimnya Partisipasi Mahasiswa dalam Pemilihan Rektor Terhambat oleh Permenristekdikti dan Status PTN

Minimnya Partisipasi Mahasiswa dalam Pemilihan Rektor Terhambat oleh Permenristekdikti dan Status PTN

LPM Spirit - Mahasiswa
Jumat, 30 September 2022

WKUTM - Dalam penyampaian rapat visi misi bakal calon rektor yang digelar pada Selasa (27/09) di Gedung Pertemuan Universitas Trunojoyo Madura (UTM), mahasiswa belum memiliki kesempatan menyampaikan aspirasi dan hak suara dalam tahap pemilihan calon bakal rektor periode 2022 – 2026. Hal ini dikarenakan mengacu pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Permenristekdikti) Nomor 19 Tahun 2017 Pasal 9 Ayat (3)  mengenai pengangkatan dan pemberhentian pemimpin perguruan tinggi negeri, menteri memiliki hak suara sebesar 35% dan senat memiliki hak suara 65%. Selain itu, UTM belum menjadi Perguruan Tinggi Negeri berstatus Badan Hukum (PTN BH).

Belum Adanya Kesempatan Penyampaian Aspirasi dari Mahasiswa 

Ris Yuwono Yudo Nugroho, selaku Ketua Panitia Pemilihan Rektor UTM, menjelaskan bahwa panitia mengusulkan kepada senat mengenai pembuatan Google Form yang akan berisi pertanyaan dari mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasinya kepada bakal calon rektor. Nantinya usulan yang diberikan kepada mahasiswa berupa adanya interaksi dan untuk menilai calon rektor. Namun perihal diterima atau tidak usulan Google Form tersebut bergantung pada senat. 

”Kalau sekarang ini ada interaksinya ya untuk menilai. Calon kita sudah jelas bapak ini misal. Anggap saja itu sebagai penjaring aspirasi mahasiswa,” ujarnya saat ditemui di Gedung Pertemuan (26/09).

Ris menambahkan, jika berkaca  pada pemilihan rektor Universitas Gajah Mada (UGM), di sana terdapat forum untuk mengumpulkan semua civitas academica yang bernama tatanan ngawiji. Pihaknya memberikan gambaran jika forum tersebut nantinya akan mengumpulkan aspirasi dari civitas academica untuk didengarkan. 

”Kalau di UGM ada tatanan ngawiji jadi dikumpulkan keluh kesah dari semua civitas untuk didengarkan,” imbuhnya.

Menanggapi hal tersebut, Eko Setiyawan, selaku sekretaris senat, yang saat ini menggantikan posisi sebagai pemimpin rapat senat,  menyampaikan jika mahasiswa ingin mengemukakan aspirasinya kepada bakal calon rektor, langsung saja sampaikan jika rektor sudah terpilih. Artinya jika sudah terpilih mau tidak mau mereka diharuskan mendengarkan semua keluhan civitas academica. Jika mengenai permasalahan kampus saat ini dapat langsung disampaikan kepada rektor yang sekarang sedang menjabat. 

”Jika ada aspirasi mahasiwa langsung saja sampaikan kepada rektor yang sudah terpilih nantinya," ujarnya ketika ditemui di gedung fakultas pertanian (29/09).

Mengenai hal tersebut, Fathul Korib, mahasiswa dari Program Studi (Prodi) Ekonomi Pembangunan, berpendapat partisipasi mahasiswa dalam pemilihan rektor sangatlah penting dikarenakan mahasiswa juga termasuk dalam civitas academica yang seharusnya perlu dilibatkan dalam pemilihan rektor. Menurutnya, setidaknya terbentang pemikiran mengenai aspirasi dari mahasiswa agar terdengar oleh para calon rektor supaya nantinya tidak kecewa pada rektor yang terpilih.

”Partisipasi mahasiswa penting untuk dilibatkan dalam pemilihan rektor meskipun secara suara tidak diperlukan, namun perlunya penampungan aspirasi mahasiswa terhadap calon rektor,” ujarnya (27/09).

Belum Adanya Hak Suara Mahasiswa Dalam Pemilihan Rektor

Adapun Eko saat diwawancara perihal hak suara mahasiswa dan Google form dalam pemilihan rektor, menyampaikan bahwa hal tersebut hanya usulan saja dari panitia pemilihan rektor. Menurutnya, semua yang memiliki wewenang dalam tahapannya hanya senat. Dalam senat sudah mewakili dari masing-masing civitas academica, meliputi dosen, mahasiswa, dan tenaga pendidik. 
”Kalau perwakilan dari mahasiswa itu ada pada Wakil Rektor (Warek) III, dan dosen ada perwakilannya dari salah satu dosen di setiap fakultas,” ungkapnya.

Pihaknya juga menambahkan bahwa mengenai pemilihan rektor UTM mengacu pada Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017, mengenai penetapan dan pemberhentian pemimpin Perguruan Tinggi Negeri yang mana nantinya akan ada empat tahapan dalam pelaksanaannya. 

”Tahap pertama penjaringan, tahap kedua penyaringan, tahap ketiga pemilihan dan tahap terakhir pelantikan,” ujarnya.

Eko menegaskan dalam hal ini tidak hanya mahasiswa, akan tetapi semua civitas academica UTM tidak memiliki hak suara dalam menentukan rektor terpilih kecuali hak suara milik senat dan kementerian. Berbeda halnya dengan UGM yang sudah berstatus PTN BH.

"Bukan hanya mahasiswa, yang lain juga tidak ada kontribusi dalam pemilihan ini,  kecuali UTM sudah menjadi BH," jelasnya.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Tolib Effendi, selaku anggota senat dari Fakultas Hukum (FH) jika dalam pemilihan rektor, mahasiswa tidak memiliki kontribusi dalam pemilihannya. Hal tersebut dikarenakan peraturan  oleh Kementerian sudah memiliki kebijakan yang telah dipertimbangkan bahwa hanya melibatkan senat dan pihak kementerian.

”Soal penting dan tidaknya keterlibatan mahasiswa pada pemilihan rektor dua periode sebelumnya melibatkan seluruh civitas academica dan  itu memakan banyak energi dan biaya,” tuturnya ketika diwawancara melalui WhatsApp (27/09).

Adapun tanggapan dari Ahmad Fakhri Zulfikar, selaku gubernur dari Fakultas Teknik sekaligus perwakilan dari mahasiswa, menuturkan meskipun ada peraturan dari Permenristekdikti seyogianya mahasiswa memiliki andil dalam menentukan siapa nantinya yang akan menjadi pemimpinnya.

”Seyogianya mahasiswa bisa memilih atas siapa pemimpinnya," tuturnya saat diwawancara (27/09). (SHA/TAL)