WKUTM - Puluhan mahasiswa Program studi Ekonomi Pembangunan Universitas Trunojoyo Madura (Prodi EP UTM) menggelar
aksi di halaman gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis UTM (25/11). Dalam aksi
tersebut para mahasiswa menyerukan perlawanan atas intimidasi dan kekerasan
yang dilakukan oleh Koordinator Prodi EP, Slamet Joko Utomo pada sharing hearing yang digelar di
laboratorium sosial pada hari Rabu, 20 November 2019.
Adapun kronologi kejadian dalam press release sebagai berikut, sewaktu sharing hearing, mahasiswa EP angkatan
19 tidak ada yang datang, kemudian Naufal yang merupakan salah satu korban
datang untuk mewakili angkatan 19, tak lama kemudian datang Johan. Joko memberi
waktu pada keduanya untuk mengajak teman-temannya. Sedikit demi sedikit
teman-temannya hadir namun Koorprodi marah dan menuduh bahwasannya
ketidakhadiran para mahasiswa disebabkan ada intervensi dari pihak tertentu.
Dirinya juga mengancam tidak akan memulangkan mahasiswa jika tidak mengaku atas
tuduhan yang dilontarkan.
Joko naik pitam hingga menarik
kerah baju Johan bahkan kedua kening mereka menempel dan korban ditampar.
Adapun pada Naufal didorong ke belakang sebab dikira merekam kejadian tersebut
karena pada peristiwa tersebut dirinya memegang ponsel.
Dari peristiwa tersebut para mahasiswa mengajukan tuntutan, beberapa
diantaranya; Dekanat harus menghentikan intimidasi yang dilakukan oleh
koorprodi, diberhentikan dari jabatan sebagai koorprodi maupun dosen di prodi
EP UTM karena perbuatan dan perkataan yang tidak pantas terhadap mahasiswa,
menindak tegas pelaku kekerasan, jika permasalahan ini tidak mampu diatasi atau
diselesaikan oleh pihak fakultas maupun
universitas maka dari keluarga pihak 2 akan membawa kasus ini ke ranah hukum.
Dari peristiwa tersebut Wakil Dekan III, Ahmad Yahya Surya Winata menilai
bahwa Joko emosi sebab undangan tidak dihiraukan kemudian lepas kendali karena
lama menunggu. Pihaknya juga memberikan
keterangan bahwa apapun itu kontak fisik seharusnya tidak dilakukan. Terkaithal
ini, dari pihak dekanat, pasti ada tindakan.
”Ada kode etik yang dilanggar dosen sehingga akan ada tindakan. Terkait
tuntutan pemberhentian jabatan itu nanti. Proses tetap jalan, tapi hasil akhirnya
tuntutan teman-teman saya tidak bisa menyampaikan sekarang.”
Pihaknya menilai bahwa ini
kejadian luar biasa, karena di UTM belum
ada kejadian yang dilaporkan seperti ini. selain itu, Yahya juga menambahkan bahwa akan ada pemanggilan,
sidang, penjelasan. Proses itu akan dilakukan secepatnya tidak menunggu minggu
depan. ”Proses tidak berhenti di sini saja, bisa sampai rektorat, kalaupun
perlu bisa sampai dilaporkan ke kementerian.”
Di akhir aksi, Joko memberikan
keterangan bahwa tidak ada maksud intimidasi atau membatasi kebebasan
mahasiswa. Menurutnya tidak ada satupun
mahasiswa angkatan 19 yang menghadiri acara resmi padahal acara kemarin dinilai
sangat penting untuk menyusun program prodi ke depan agar semakin baik dan
sebagai upaya penyadaran untuk meningkatkan kualitas prodi. Dari insiden itu
pihaknya mengaku khilaf karena terlalu keras dalam menghadapi mahasiswa.
”Kepada kedua korban saya secara
pribadi dan selaku kaprodi mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya,
itu diluar kendali saya. Jadi, saya minta kelapangan hati kalian untuk
memberikan maaf karena tidak ada maksud apapun selain untuk menyadarkan kalian.
Karena acara sharing hearing kemarin
sangat penting bagi prodi agar prestasi prodi EP menjadi lebih baik. Adapun kegiatan yang berlebihan pada kalian tentunya
tujuan saya bukan untuk mendiskriminasi tapi untuk meningkatkan kualitas
akademik dan non akademik dan tidak ada unsur kesengajaan bagi saya untuk
melakukan itu.”
Mahasiswa EP angkatan 2019, Ahmad
Afafi memberikan keterangan tambahan bahawasannya malam itu ada mata kuliah
rata semua kelas. Pengumuman ada muswa tidak sampai ke kelas-kelas. Bahkan selesai kelas dirinya langsung mencari
makan dengan teman-teman. Ketika sudah
selesai dan dia datang melihat Naufal
dan Johan sudah di depan dan dipukul pak Joko.
”Saya datang kira-kira pukul
setengah sembilan. Johan kerah bajunya dipegang dan keningnya menempel pada
kening Pak Joko. Lalu dipukul pipinya dengan keras, sampai kepalanya menoleh. Pak
Joko juga mengeluarkan kata bangsat, dan kata kasar lainnya yang tidak pantas,”
ungkapnya.
Untuk tuntutan penggantian
Koorprodi dirinya berharap agar diganti sebab tindakan yang dilakukan kurang
pantas. ”Kalau bisa ya diganti, kalaupun tetap pasti akan menimbulkan trauma. Sekalipun
tujuannya baik, tapi apakah harus menggunakan cara seperti itu? Saya harap jika diganti ya semoga yang jauh
lebih baik.
Adapun dari pihak korban, Naufal
mengungkapkan jika tuntutan tidak dipenuhi maka akan dibawa ke ranah hukum dan
tidak ada negoisasi. (Wuk)