Foto: Dokumentasi DPM-KM
Institut
Bisnis Informatika Stikom Surabaya kunjungi Universitas Trunojoyo Madura (UTM)
pada Jumat (12/10) untuk melakukan studi banding. Acara yang bertempat di
gedung rektorat lantai 4 ini dihadiri oleh Wakil Rektor III, Presiden Mahasiswa
(Presma), Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma), Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa
(DPM) dan DPM Fakultas, Ketua Mahkamah
Konstitusi Mahasiswa (MKM), Kepala Bagian (Kabag) Kemahasiswaan, serta Pengurus
Dewan Mahasiswa (Dema) Stikom.
Acara
ini dimulai pada pukul 09.00-11.30 kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Setelahnya,
mahasiswa Stikom diajak berkeliling kampus UTM untuk lebih mengenal kampus di
sini. Kunjungan ini bertujuan untuk menggali informasi lebih dalam terkait tata
kelola sistem kerja Dewan Perwakilan Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa (DPM-KM) UTM.
”Tujuan
kita ke sini untuk belajar secara langsung bagaimana undang-undang dan struktural UTM. Karena kita masih sedikit pengetahuan
terkait ilmu politik maupun demokrasi” ungkap Valiant Ryvanthapala, Ketua Dema
Stikom.
Dalam
kunjungan siang itu, dibahas program-program kerja DPM-KM UTM dan Mahasiswa
Stikom seperti, rapat kerja ormawa, bakti sosial, maupun pengontrolan 6 bulan
sekali terhadap cara kerja Ormawa maupun Himpunan Mahasiswa (Hima), serta Advokasi.
Terkait
Advokasi Stikom, menurut Halimi selaku ketua DPM-KM, UTM merasa belum memiliki
komisi tersebut. ”Kita mendapat banyak pelajaran, terutama terkait advokasi. Adanya
advokasi memudahkan mahasiswa mengemukakan aspirasi kepada lembaga serta
organisasi mahasiswa, sedangkan hal itu tidak dimiliki oleh kami (baca: pihak
UTM). Mungkin saya rasa, di tahun berikutnya perlu ada peningkatan untuk
tambahan komisi, yakni advokasi,” ungkapnya.
Berbeda
dengan Viliant, pihaknya memaparkan perbedaan yang begitu terlihat antara
Stikom dan UTM yakni terkait sistem regulasi dan koordinasi kepimpinan. Di UTM,
sistem kebijakan merupakan hak dari Ormawa, sedangkan di STIKOM sendiri semua
masih ada campur tangan pihak rektorat.
”Di
Stikom, sistem kebijakan merupakan hak persetujuan dari pihak rektorat. Di sana
juga belum ada undang-undang tertulis terkait Ormawa. Jadi semua hanya dari
omongan turun temurun saja. Belum ada hukum yang menegakkan” keluhnya.
Halimi
menilai bahwa Ormawa di sini, lebih memiliki kemerdekaan penuh terkait sistem
kebijakan maupun koordinasi kepemimpinan.
”Ketika
kita melakukan diskusi, saya melihat perbedaan kontras terkait kebijakan.
Sistem kebijakan di sini murni semua hak Ormawa dan tidak terinvestasi dari
atasan (rektorat). Sedangkan di Stikom, semua masih ada campur tangan Warek III
terkait pembuatan regulasi. Saya rasa, kemerdekaan Ormawa UTM lebih terealisasi
di sini,” paparnya.
Halimi
mengaku bahwa ini baru pertama kali adanya studi banding kali dari kampus lain ke
UTM. Oleh karena itu, selanjutnya ia berharap bukan hanya UTM saja yang sering berkunjung
ke kampus lain, melainkan universitas lain juga lebih tertarik pada UTM.
”Semoga kunjungan-kunjungan pihak luar ke UTM tidak
hanya di tahun ini, tetapi juga akan berkelanjutan. Semoga ada ketertarikan
terkait sharing program, kebijakan UTM. Karena ini baru pertama kali DPM
universitas Trunojoyo mendapat kunjungan” pungkasnya. (Ben/Wuk)