WKUTM – Belakangan ini jagat internet semakin diramaikan oleh promosi dan permainan judi online yang sebenarnya dilarang oleh pemerintah Indonesia. Hal tersebut tercantum dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik didalam pasal 27 ayat 2 terkait peraturan hukum terhadap promosi bermuatan judi online dan pasal 303 bis KUHP yang mengatur terkait sanksi pelaku judi. Tidak hanya masyarakat umum, godaan judi online juga menyebar pada civitas academica. Fenomena tersebut menuai tanggapan dari sejumlah dosen Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
Ahmad Agus Ramdlany, dosen Fakultas Hukum (FH) menyatakan bahwa kegiatan ini sudah jelas tidak dibenarkan, baik judi biasa maupun judi secara online. Perkembangan teknologi yang pesat menjadi salah satu alasan mudahnya akses judi online dilakukan bahkan oleh kalangan terpelajar maupun aparat negara.
“Mirisnya, pelaku judi online tidak hanya dari kalangan masyarakat biasa, melainkan didominasi kalangan terpelajar seperti mahasiswa, siswa sekolah menengah, bahkan dari kalangan aparat negara,” ungkap Agus (15/09).
Agus juga menuturkan bahwa bentuk dan model judi online sekarang sudah berkembang seiring dengan berkembangnya sosial masyarakat saat ini. Agus menjelaskan, modus judi online dikemas menjadi permainan seperti Multi Level Marketing (MLM) yang mana didalamnya seolah menjual barang dan ternyata didalamnya ada unsur perjudian.
“Seiring berkembangnya teknologi itu yang menyebabkan makin banyaknya modus judi, bukan semakin berkurang dan bahkan tidak disadari,” tuturnya.
Dari sisi dosen Program Studi Sosiologi, Yudhi Rachman menyampaikan faktor yang melatar belakangi semakin maraknya judi online terjadi. Yudhi menuturkan, hal tersebut berasal dari pihak pengelola yang menawarkan kegiatan tersebut dalam rupa aplikasi sehingga mudah diakses di mana pun dan kapan pun.
“Aktifitas bersifat hiburan yang menjebak, pengelola membuat pelaku judi menggantungkan harapannya pada permainan ini sehingga mengakibatkan pelaku akan kecanduan,” jelasnya (15/09).
Yudhi menambahkan, aparat kepolisian harus memaksimalkan patroli cyber untuk menertibkan pengelola judi online. Pencegahan juga perlu dilakukan untuk banding bahwa semua jenis judi itu tidak dapat membuat pelakunya kaya raya. Namun, semua kembali pada kesadaran orang yang bermain judi.
“Aparat penegak hukum harus bisa membaca modus-modus baru yang semakin berkembang dan bisa optimal dalam menegakkan hukum. Jangan sampai hukum itu hanya tajam ke bawah tumpul ke atas,” tegasnya saat ditemui dikediamannya (15/09).
Agus juga menyampaikan untuk mengatasi semakin maraknya judi online ini hukum perlu berjalan dengan baik. Dalam hal ini, aparat harus mampu menciptakan criminal justice system atau sistem peradilan pidana yang didalamnya terdapat aparat polisi, jaksa, dan hakim yang sejalan.
“Sesuai dengan teori Lawrence M. Friedman, hukum bisa dikatakan bagus jika antara substansi hukum, aparat penegak hukum, dan budaya hukum pada suatu negara itu sejalan dan seimbang.” pungkasnya. (LRS/GIE)