Universitas Trunjoyo Madura (UTM) merupakan universitas negeri dengan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah dengan latar belakang agama yang berbeda. Berdasarkan AMDAL Data Center UTM per-2019, sebanyak tiga persen mahasiswa UTM beragama non muslim.
Namun terdapat keluhan dari beberapa mahasiswa non muslim terkait fasilitas peribadatan di area kampus serta fasilitas lainnya. Salah satunya dari mahasiswa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Unit Kegiatan Kerohanian Mahasiswa Kristen (UK3) yang merupakan satu-satunya UKM di UTM yang bergerak dalam bidang kerohanian kristen.
Meiza Graciella, mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Hukum yang aktif mengikuti UKM UK3 mengungkapkan bahwa kegiatan peribadatan atau keagamaan lainnya berjalan dengan lancar, namun kerap mendapat kendala di fasilitas ruang peribadatan yang berpindah-pindah berdasarkan slot kosong di SIGERU. Seringnya UK3 mendapatkan ruang di gedung Auditorium lantai satu.
”Dibilang memadai ya Puji Tuhan memadai. Tapi ya namanya Persekutuan Doa, yang biasa kami lakukan setiap hari Senin, pasti nya kami menginginkan ruangan khusus untuk kami bersekutu, yang memang benar- benar untuk ruang doa,” ungkapnya (7/3/2023).
Kegiatan keagamaan yang sering terhambat karena permasalahan tempat, tidak serta merta membuat semangat ibadah mahasiswa UKM UK3 surut.
Kegiatan ibadah mereka tetap berjalan sembari terus melakukan pengajuan pengadaan rumah ibadah ke pihak Rektorat. Meiza juga menambahkan jika UK3 sempat mendapatkan penawaran Gedung Softskill di lantai 4. Namun karena fasilitasnya tidak memadai, pihak UK3 memutuskan tidak menindaklanjuti tawaran tersebut.
”Ibadah kami pasti membutuhkan sound system, hal tersebut menjadi pertimbangan karena tidak adanya lift sehingga tidak mungkin kami bisa menaiki tangga dengan membawa barang berat,” tambahnya.
Setelah disurvei oleh pihak UK3, lantai empat Gedung Softskill dinilai sudah rusak dan tidak layak digunakan jika tidak direnovasi. Karena kegiatan keagamaan UK3 dilakukan setiap minggu, pihaknya membutuhkan gedung yang sudah tersedia untuk digunakan secepatnya.
(Kondisi ruangan Lt. 4 Gedung Softskill)
Lebih lanjut, Meiza mengungkapkan pengajuan pengadaan rumah ibadah pada tahun lalu tidak mendapatkan tanggapan baik. Pihak Rektorat rektorat beralasan semua gedung sudah penuh. UK3 juga mengajukan ruangan di salah satu gedung Labsos, namun tidak diterima.
”Tahun lalu mengajukan ruangan di Labsos, tapi tidak di-ACC,” pungkasnya.
Senada dengan Meiza, Sarah Octavia yang juga merupakan mahasiswa aktif UKM UK3 mengungkapkan bahwa ruangan yang kerap digunakan UK3 beribadah tidak memadai. Padahal menurutnya mahasiswa beragama Kristen yang beribadah berjumlah 100 lebih.
”Kampus negeri, mahasiswa datang dari berbagai agama. Namun ruangan khusus untuk mahasiswa kristen bisa berdoa bersama tidak ada. Padahal mahasiswa kristen di sini lebih dari 100 orang,” ungkapnya (14/3/2023).
Sarah berharap UKM UK3 mendapatkan ruang ibadah untuk berdoa. Karena setiap ibadah Minggu, mereka harus booking untuk kegiatan peribadatan, jika ruangan lain sudah terpakai, maka UK3 tidak dapat beribadah di dalam kampus.
”Berharap ruang doa diadakan untuk agama kristen. Kami setiap minggu harus booking gedung dahulu, jadi kalau tidak dapat gedung karena keduluan, masa tidak ibadah,” harapnya.
(Dokumentasi UK3 melakukan Persekutuan Doa Senin yang dilakukan di lapangan Badminton gedung Cakra)
Amrin Rozali selaku Analis Barang Milik Negara, mengatakan bahwa pihaknya sejauh ini tidak mengetahui adanya pembahasan mengenai pembangunan rumah ibadah bagi mahasiswa Non muslim. Amrin menyarankan UKM UK3 untuk langsung menunjuk gedung atau ruangan yang diinginkan untuk ibadah secara permanen.
”Saya tidak pernah tahu ada pembahasan mengenai pembangunan rumah ibadah agama lain. UK3 bisa mengajukan permintaan ruangan yang bisa digunakan permanen untuk ibadah,” ujarnya (7/3/2023).
Wajib gunakan jilbab saat masuk asrama
Selain fasilitas peribadatan yang tidak memadai, asrama UTM yang berbasis pesantren juga dianggap dikhususkan untuk mahasiswa muslim. Selain itu mahasiswi yang tinggal atau datang ke kawasan asrama UTM diwajibkan mengenakan hijab. Peraturan tersebut dianggap tidak mencerminkan kampus negeri, karena cenderung seperti kampus berbasis Islam. Keluhan diungkapkan oleh Putri, bukan nama sebenarnya, mahasiswa Prodi Sosiologi yang pernah mendapatkan perilaku diskriminasi pada tahun 2019 dikarenakan tidak memakai jilbab.
”Saya kurang paham bagaimana aturannya, namun meski menjemput teman di asrama saja disuruh mengenakan hijab,” ungkapnya.
Serupa dengan apa yang dialami Putri, Devi, bukan nama sebenarnya, juga mendapatkan perlakuan yang sama. Devi bersama tiga temannya yang dua diantaranya merupakan penghuni asrama memasuki area gedung asrama untuk mengambil barang. Devi yang saat itu tidak memakai hijab ditegur pihak keamanan yang berjaga agar mengenakan hijab. Baik Devi serta Putri mengaku tidak nyaman dengan hal tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Amilatus Sholihah selaku Ketua Umum (Ketum) Asrama Mahasiswa periode 2022-2023 menjelaskan bahwa peraturan saat ini tidak harus mengenakan hijab, asal berpakaian tertutup dan sopan.
Sedangkan peraturan mewajibkan berhijab saat memasuki asrama tersebut berdasarkan keputusan Ketum terdahulu sebelum pandemi Coronavirus Disease of 2019 (Covid-19). Peraturan tersebut mengharuskan perempuan siapa saja yang akan memasuki asrama mengenakan jilbab, peminjaman jilbab juga sudah tersedia di pos keamanan asrama. Namun setelah Covid-19 kebijakan tersebut telah diubah.
”Tergantung kebijakan Ketum, setelah Covid-19 ini kebijakan Ketumnya berubah. Di periode saya ini masih belum merevisi terkait hal tersebut. Tidak harus berhijab, yang penting sopan dan tertutup” jelasnya (16/3/2023).
Lebih lanjut Amilatus juga menjelaskan terkait sistem penerimaan penghuni asrama yang tidak hanya diperuntukkan mahasiswa muslim saja. Asrama UTM juga menerima mahasiswa yang beragama non muslim.
Menurutnya, ada kemungkinan mahasiswa non muslim merasa kurang cocok dengan lingkungan asrama yang diprogram mirip dengan pesantren. Salah satunya adalah warga asrama diwajibkan mengikuti semua kegiatan asrama.
”Mungkin bagi yang non muslim merasa kurang cocok dengan lingkungan asrama yang dipogram agak mirip dengan pesantren. Pastinya juga merasa gak nyaman dengan kegiatan-kegiatan yang ada. Karena kalau sudah menjadi warga asrama maka wajib baginya mengikuti semua kegiatan asrama,” tambahnya.
Meski demikian, warga asrama yang non muslim diperkenankan mengikuti kajian sunnah dan pengembangan. Sedangkan untuk kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan tidak diwajibkan.
”Jadi untuk warga asrama yang non muslim diperkenankan ikut kajian sunnah dan pengembangan. Untuk kegiatan yang berhubungan keagamaan tidak diwajibkan,” ujarnya.
Pada audiensi Badan Eksekutif mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) bersama UKM serta Surokim selaku Wakil Rektor bidang kemahasiswaan (27/3/2023), Ketum UK3, Halim Ishak Herlangga menyampaikan keluhannya terkait rumah ibadah yang tidak memadai.
Saat ditemui di ruangannya, Surokim menanggapi perihal keluhan tersebut sebagai aspirasi mahasiswa. Namun ia menyebut keluhan terkait rumah ibadah tersebut masih belum menjadi prioritas, karena ada skala prioritas serta risionalisasi terkait anggaran. Tetapi Surokim tidak memungkiri bahwa semua anak didik harus diperlakukan adil.
”Aspirasi tersebut bisa dibilang ekspektasi mereka, kami berusaha memperpendek jarak antara ekspektasi dan aksi, masih ada skala prioritas lain. Tapi semua anak didik memang berhak diperlakukan adil,” pungkasnya.
Oleh: Ika Andina (LPM Spirit Mahasiswa)
***
Liputan ini menjadi bagian dari program pelatihan dan hibah Story Grant “Anak Muda Ciptakan Ruang Aman Keberagaman di Media” yang dilaksanakan oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK). Terlaksana atas dukungan rakyat Amerika Serikat melalui USAID. Isinya adalah tanggung jawab SEJUK dan tidak mencerminkan pandangan Internews, USAID, atau pemerintah AS.