UTM Belum Sepenuhnya Terapkan Kurikulum MBKM

UTM Belum Sepenuhnya Terapkan Kurikulum MBKM

LPM Spirit - Mahasiswa
Jumat, 26 Maret 2021

 

Gedung Graha Utama UTM. Foto : Mel

WKUTM - Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, salah satu proses pembelajaran mahasiswa dapat dilakukan dengan metode pertukaran pelajar. Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, Universitas Trunojoyo Madura (UTM) belum sepenuhnya menerapkan hal tersebut.

 

Kurniyati Indahsari, selaku ketua Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LP3MP), mengungkapkan metode pembelajaran pertukaran pelajar dalam kurikulum Kampus Merdeka-merdeka Belajar (MBKM), baru bisa diterapkan pada mahasiswa yang berada di semester lima sesuai dengan Permendikbud RI Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 18.

 

‘’Metode pembelajaran pertukaran pelajar ini baru bisa diberlakukan pada mahasiswa semester lima, mengingat mahasiswa yang ingin mengambil program tersebut, minimal telah menyelesaikan mata kuliah wajibnya terlebih dahulu,’’ ujarnya (19/03).

 

Pihaknya menerangkan bahwa yang berhak menentukan diberlakukan program tersebut adalah program studi (Prodi), mengingat prodi dinilai lebih mengetahui kemampuan mahasiswanya. Selain itu, menurutnya prodi harus menentukan mata kuliah untuk program pertukaran pelajar dengan baik, sebab berkaitan dengan pencapaian pembelajaran prodi.

 

”Prodi tidak boleh sembarangan dalam menentukan mata kuliah yang akan dimasukkan dalam program pertukaran pelajar, karena ini juga berkaitan dengan capaian pembelajaran prodi masing-masing mahasiswa,’’ imbuhnya.

 

Slamet Subari, selaku dekan Fakultas Pertanian (FP), menjelaskan syarat yang harus dipenuhi mahasiswa untuk mengambil program pertukaran pelajar, yakni  minimal telah mengambil sebanyak delapan puluh Satuan Kredit Semester (SKS). Pihaknya merekomendasikan bagi mahasiswa yang ingin mengambil program ini setidaknya telah menyelesaikan mata kuliah wajib di masing-masing prodi.

 

‘’Saya merekomendasikan bahwa bagi mahasiswa yang ingin mengambil program ini adalah mahasiswa yang telah menyelesaikan mata kuliah wajib di masing-masing program studi,’’ ungkap pria lulusan Institut Pertanian Bogor tersebut.

 

Berbeda dengan Subari, Shofiyun Nahidloh selaku Dekan Fakultas Keislaman (FKis), mengungkapkan bahwa sekalipun banyak mahasiswa yang antusias menyambut hadirnya program ini, sebagian mahasiswa yang lain masih  perlu mempertimbangkan terkait biaya hidup saat menjalani program tersebut.

 

”Meskipun banyak mahasiswa yang antusias, namun ada juga mahasiswa yang masih mempertimbangkan tentang biaya hidup ketika menjalani program pertukaran pelajar ini,” ujar perempuan lulusan IAIN Raden Fatah Palembang tersebut.

 

Menurut Shofiyun, sejauh ini FKis belum memiliki kendala serius. Dia menjelaskan bahwa FKis sebenarnya telah melakukan kerja sama dengan lembaga non-perguruan tinggi, seperti halnya lembaga keuangan Syariah.

 

Kita sudah melakukan kerja sama dengan lembaga non-pergurun tinggi, bahkan lembaga tersebut meminta kepada kami, agar memberikan izin kepada mahasiswa Fkis untuk melakukan magang di lembaga mereka,’’ jelasnya.

 

Berbeda dengan dua fakultas di atas, meski telah menerapkan kurikulum MBKM, Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya (FISIB) masih memerlukan penyesuaian yang lebih. Mengingat, Surokim, selaku Dekan FISIB mengatakan bahwa meskipun kurikulum MBKM sudah diterapkan, namun kendala masih saja ditemukan,  seperti permasalahan teknis.

 

Secara kurikulum, prodi harus menentukan mana mata kuliah yang wajib dan tidak. Kemudian terkait hal teknis yang berkaitan dengan portal siakad UTM, masih sering terkendala sehingga belum bisa mengakomodasi kepentingan mahasiswa,” ujarnya.

 

Aliviya Camelia, selaku salah satu dosen prodi Ilmu Komunikasi yang juga pengampu mata kuliah MBKM, menurutnya  mahasiswa UTM sudah semestinya siap. Sehingga kecil kemungkinan akan timbulnya suatu kendala.

 

Arni Zuha, selaku mahasiswa prodi Sosiologi,  mengambil program MBKM tersebut mengaku bahwa di awal pendaftaran dirinya sulit untuk mendapatkan informasi. Hal ini terjadi karena tidak adanya tahap sosialisasi kepada mahasiswa. Beruntung, hingga berita ini terbit dirinya belum mengalami kendala terkait jalannya perkuliahan.

 

”Di awal masa pengisian KRS, saya kesulitan untuk mendapatkan informasi. Mengingat, tidak adanya sosialisasi yang diberikan. Untungnya, sampai sekarang tidak ada kendala yang serius dalam menjalankan perkuliahan,” ujarnya. (Tha/Why).