Emansipasi Dalih Menyalahi Kodrat

Emansipasi Dalih Menyalahi Kodrat

LPM Spirit - Mahasiswa
Senin, 24 Februari 2014
Emansipasi wanita juga termasuk gerakan feminisme dewasa ini sudah semakin diakui oleh masyarakat Indonesia dan dunia. Tetapi saat ini pengertian dari feminisme itu sendiri telah disalahgunakan oleh kaum wanita untuk dalih menyalahi kodratnya sebagai kaum hawa. Feminisme adalah suatu pergerakan yang bertujuan untuk menuntut adanya keseteraan gender, antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. 

Feminisme terlahir dari pemberontakan para wanita di abad ke 19 karena merasa tidak terima, dengan perlakuan kaum pria terhadap wanita yang semena-mena. Para wanita dipandang sebagai mahluk cacat sehingga dinilai tidak memiliki hak apapun di dunia ini. Tetapi pada saat ini, setelah kedudukan wanita diakui dan berhak menentukan, mendapatkan apa yang diinginkannya. Hak-hak itu justru disalah gunakan oleh kaum wanita untuk menyalahi kodratnya sebagai kaum hawa. Salah satu bukti nyatanya adalah keadaan bahwa sekarang ini wanita sering berada di luar rumah dan melupakan tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga. Selain itu wanita juga menginginkan kedudukan yang sama dengan lelaki, padahal agama Islam dengan jelas menyatakan bahwa wanita walau bagaimanapun tetap harus menghormati laki-laki sebagai imam dan sebagai yang melindungi mereka. Kesetaraan gender atau emansipasi memang baik, tetapi yang paling penting adalah kesadaran diri manusia atas tugas mereka masing-masing. 

Kaum wanita yang tidak melupakan kodrat dan tugas mereka sebagai kaum hawa dan kaum pria yang menyadari tugas mereka sebagai imam yang harus melindungi dan memberi contoh kepada kaum wanita. Kesadaran tentang kewajiban dari diri masing-masing adalah hal yang paling baik yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena dengan menyadari tugas dari masing-masing individu, manusia akan lebih menghargai dirinya sendiri dan orang lain. Saling menghargai antar sesama manusia dan tidak mengklasifikasikan hak-hak manusia hanya berdasarkan faktor bentuk fisiknya saja, tetapi lebih kepada kemanusiaan dan tugasnya sebagai manusia yang memiliki perbedaan gender. Penyetaraan hak harus dilakukan tetapi tetap tidak boleh melewati batasan-batasan yang tetap harus dijaga dan dipatuhi. 

Karena batasan itulah yang akan membuat manusia tetap berada pada keadaan yang semestinya, tanpa harus merusak tatanan kehidupan yang seharusnya. Batasan mutlak diperlukan, karena jika manusia dibiarkan bebas tanpa batas bukan tidak mungkin manusia akan kehilangan jatidirinya dan menganggap suatu kebenaran sebagai pengekang dari kebebasannya, kemudian mulai membenarkan hasil dari pemikirannya sendiri tanpa memperhatikan kewajibannya yang sebenarnya sebagai seorang manusia. Jika penyalahgunaan arti dari feminisme tetap dilanjutkan, bukan tidak mungkin kerusakan-kerusakan akan semakin bermunculan. 

Apabila para wanita telah melukai kewajibannya sebagai seorang wanita, jadi siapa yang akan menggantikan tugas-tugasnya? Jika seorang ibu rumah tangga telah melupakan tugasnya sebagai seorang ibu dan istri lalu sibuk dengan urusannya di luar rumah, maka tidak akan ada rumah tangga yang harmonis, dan kemungkinan besar rumah tangga tersebut tidak akan bertahan lama. Jadi, bukankah lebih baik jika kita tetap menjaga batasan-batasan yang tidak boleh kita langgar dalam melaksanakan keadilan? Stereotipe yang dibangun tentang penyetaraan gender saat ini telah dipersalah gunakan oleh segelintir orang untuk kepentinganya sendiri. Bukankah lebih baik jika sekarang kita mulai menyadari kewajiban dari diri kita sendiri dan menghargai hak-hak orang lain sambil mencari pembenaran dari hak-hak diri sendiri. Dengan begitu tidak akan ada lagi penindasan terhadap hak seseorang dan tidak ada anggapan bahwa diri sedang tertindas.