Sebelum tanggal 2 Mei yang bertepatan Hari
Pendidikan, beberapa minggu terakhir kita disuguhi berita yang menarik dari
bidang pendidikan. Mulai Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan Nomor 11-14-21-126
dan 136/PUU-VII/2009 mengenai uji materiil Undang-Undang No. 9 Tahun 2009
tentang Badan Hukum Pendidikan, prestasi Indonesia sebagai juara umum
International Conference of Young Scientists (ICYS) ke-17 di Denpasar, Bali
serta yang terakhir adalah hasil Ujian Nasional. Ini juga dibarengi dengan
peningkatan prestasi beberapa Universitas di Indonesia yang masuk dalam 500
Universitas terbaik di dunia. Prestasi demi prestasi yang diukir oleh anak
bangsa tidak mempengaruhi kehidupan di Indonesia. Meningat pendidikan sebagai
lokomtif pembaharuan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dikarenakan
pendidikan kita yang masih berorientasi pada pasar. Bahkan karena tuntutan
pasar sering manusia mengabaikan moral terhadap sesame maupun pada alam. Rumus
yang berlaku adalah apa yang pasar inginkan maka banyak sekolah maupun Perguruan
Tinggi yang berlomba-lomba memberikan kurikulum kepada anak didiknya. Penting
kiranya melakukan perombakan paradigma dalam sistem pendidikan kita demi
menjadi bangsa yang cerdas dalam mengelola potensi daerahnya masing-masing
tanpa terprovokasi oleh pasar. Sehingga, masing-masing daerah memaksimalkan
potensinya masing-masing.
Pendidikan Berbasis Lokalitas
Pada dasarnya Indonesia dengan letak
geografis, keberagaman budaya, adat istiadat menunjukkan ciri dan karakter yang
berbeda-beda dari masyarakat. Apabila dicermati, kita sering menemukan
pembangunan industri yang diusung oleh pemerintah tidak sinkron dengan kondisi
dan Sumber Daya Manusia (SDM) pada suatu daerah. Meskipun, industri yang
berdiri pada daerah tersebut memberikan lapangan pekerjaan pada masyarakat
sekitar. Akan tetapi, karena tidak dibarengi dengan SDM yang memadai, sehingga
penduduk di sekitar lokasi industri biasanya hanya menjadi buruh di tempat
tersebut. Apalagi pembangunan sebuah industri ataupun pembangunan dalam sektor
lain sering kali memiliki dampak pada lingkungan yang berubah ke arah lebih
buruk. Dalam hal ini pemerintah harus berperan semaksimal mungkin dengan
menyediakan sarana-sarana sosial seperti adanya ruang public sebagai tempat
proses pengembangan kualitas pendidikan yang didalamnya masyarakat kemudian
mengembangkan kreatifitas dan merupakan wujud aktualisasi untuk memanusiakan
manusia beserta lingkungan di sekitarnya.
Dalam proses memanusiakan manusia juga diperlukan
dalam penggalian akar-akar budaya, serta tidak ketinggalan dalam menggali
potensi-potensi Sumber Daya Alam (SDA) lokal. Dengan melihat potensi dan
karakter daerah di Indonesia perlu digali dan dikembangkan. Selama ini,
pendidikan umum yang diperoleh siswa hanya melihat kebutuhan pasar tanpa melihat
potensi daerah. Misalkan suatu daerah X memiliki potensi pariwisata maka
kurikulum sekolah maupun perguruan tinggi tersebut fokus terhadap permasalahan
pariwisata. Daerah Y memiliki potensi minyak yang besar sehingga kurikulum
daerah Y didasarkan potensi daerah Y, mulai dari teknik pertambangan,
pengelolaan minyak, dan penambangan minyak yang minim biaya dan ramah
lingkungan. Atau misalkan suatu daerah memiliki potensi pertanian, dimana
disana dikembangkan potensi pertanian yang diperlukan dalam memperoleh varietas
baru, menemukan produk yang bisa dimanfaatkan dari hasil pertanian tersebut.
Ini juga bermanfaat mengurangi penumpukan penduduk di suatu wilayah dan
memberikan persebaran wilayah pasar dan potensi pasar.
Maka daripada itu, kurikulum pada suatu daerah
bisa berbeda dengan daerah lain karena tiap daerah juga memiliki potensi SDA
yang berbeda. Perlu diingat juga kurikulum berbasis potensi daerah ini sudah
diajarkan pada sekolah paling rendah, sehingga sejak dini siswa mengenali
potensi dan semakin intensif terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya.
Dengan begitu masyarakat sekitar nantinya tidak melulu menjadi buruh apabila di
daerah tersebut dibangun pabrik. Dengan memaksimalkan potensi lokal tidak akan
terjadi penumpukan penduduk. Pengelolaan dan memaksimalakan potensi lokal
secara baik mampu menyerap tenaga kerja atau membuka usaha baru di tiap daerah.
Dominasi daerah yang memberikan peluang pekerjaan akan luntur dengan sendirinya
dan konsentrasi penduduk pun sedikit demi sedikit terkikis.
Pengenyahan Atas Nama Modernisasi
Modernisasi sering kali disalah tafsirkan dengan
mengenyahkan kearifan lokal. Pendapat ini berawal dari modernisasi yang
menimbulkan kerusakan lingkungan, sehingga memberikan gambaran bahwa
modernisasi mengabaikan moralitas. Disinilah kearifan lokal perlu diajarkan
dalam kurikulum pada setiaap jenjang pendidikan. Membahas moralitas tidaklah
selalu agama tetapi tiap-tiap daerah memiliki pandangan filosofis tentang
kehidupan, hubungan sesama dan hubungan dengan alam. Dengan kurikulum ini
menjadi seimbang antara intelektualitas dengan memperlakukan makhluk, karena
perusakan baik fisik dan psikis alam serta sosial tidak seimbangnya hal tadi.
Ada kerinduan individu di Indonesia untuk kepada nilai-nilai lama disebabkan
kondisi riil saat ini yang jauh dari harapan. Dulu kita menganggap nenek moyang
kita orang yang kolot dan kuno. Tetapi, sekarang kita tersadar bahwa apa yang
diajarkan dan diturunkan melalui peribahasa, pantun maupun lagu mengandung
makna serta pelajaran yang berhaga bagi kita, para penerusnya.
Irfa Ronaboyd
Pimpinan umum LPM Spirit Mahasiswa 2010