WKUTM - Universitas Trunojoyo Madura (UTM) menanggapi pernyataan gubernur Jawa Timur atas lonjakan kasus Corona Viruses Disease 2019 (Covid-19) di Madura dengan mempersiapkan gedung asrama sebagai tempat isolasi bagi Orang Tanpa Gejala (OTG). Namun, hal ini masih dalam tahap wacana karena hanya akan digunakan jika rumah sakit kelebihan kapasitas. Walaupun begitu, kabar ini mengundang banyak penolakan dari kalangan mahasiswa.
Menanggapi kabar ini, Amrin Rozali, selaku Kepala Barang Milik Negara (BMN) mengungkapkan bahwa kabar yang tersebar tersebut hanya merupakan opsi terakhir apabila rumah sakit di Bangkalan dan Surabaya tidak mampu lagi untuk menampung pasien OTG.
”Sesuai pernyataan gubernur, gedung ini baru akan dijadikan opsi terakhir sebagai tempat OTG apabila fasilitas Bangkalan dan Surabaya tidak cukup,” ungkapnya.
Namun, tercatat dalam aplikasi sistem informasi rawat inap rumah sakit sampai Jumat (11/6), jumlah tempat tidur kosong untuk isolasi dan penanganan Covid-19 di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu hanya tersisa 31, sedangkan yang terisi sebanyak 150. Tidak hanya itu, 6 rumah sakit di Surabaya yang dijadikan rujukan oleh RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu hanya menyediakan 250 tempat tidur saja.
Menanggapi hal tersebut, Vera Rizki Febrianti selaku salah satu mahasiswi prodi Teknik Mesin mengaku keberatan jika asrama UTM ditetapkan sebagai tempat penanganan dan perawatan pasien Covid-19. Dia khawatir hal itu akan berdampak pada semakin molornya rencana perkuliahan luring mengingat bagi mahasiswa teknik sendiri perkuliahan secara daring tidak dapat diandalkan. Praktikum seperti pengelasan, penggunaan mesin computer numerical control (CNC), dan lainnya harus dilakukan secara luring karena sangat penting untuk mengasah kemampuan mahasiswa.
”Untuk yang semester tua kan juga sangat berpengaruh karena mereka juga butuh lab untuk melakukan penelitian,” kata Vera.
Vera berharap agar UTM tidak dijadikan tempat penanganan Covid-19 mengingat masih banyak gedung-gedung yang ada di Bangkalan yang dapat digunakan untuk penanganan Covid-19 misalnya Gedung DPRD Bangkalan dan bangunan terbengkalai disekitar Suramadu.
”Gedung DPRD itu kan juga masih baru,” ujar mahasiswi prodi teknik mesin tersebut.
Senada dengan Vera, Ficky Dian Saputra selaku ketua umum UKM Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR PMI) mengaku keberatan jika UTM dijadikan tempat penanganan Covid-19 karena khawatir akan berdampak pada kegiatan mahasiswa yang sifatnya luring seperti kegiatan praktikum dan kegiatan UKM.
”Saya pribadi merasa keberatan karena keputusan ini nantinya dapat menimbulkan permasalahan bagi internal kampus sendiri,” ujar Ficky.
Ficky juga mengkritik protokol kesehatan yang diterapkan oleh UTM karena dinilai belum efektif. Misalnya saja ketika akan memasuki kampus, yang diarahkan untuk cuci tangan dan mengecek suhu tubuh hanya mahasiswa saja, sedangkan untuk pimpinan tidak diarahkan.
”Covid-19 sebenarnya tidak memandang jabatan dan siapapun bisa tertular. Jadi saya berharap agar kedepannya UTM dapat memperbaiki hal itu,” kata mahasiswa prodi ekonomi syariah tersebut.
Siti Masfufah, selaku ketua asrama putri mengatakan dirinya kurang setuju apabila asrama dijadikan tempat isolasi untuk OTG karena mengingat asrama menjadi tempat tujuan sebagian besar mahasiswa yang bertempat tinggal di luar kota.
”Mereka khawatir untuk menempati asrama ketika luring nanti,” katanya.
Fufah menjelaskan bahwa banyak petugas kebersihan yang khawatir akan tertular saat melakukan pembersihan jika gedung tersebut digunakan sebagai tempat isolasi nantinya. Selain itu, dirinya mengaku tidak lagi terkejut dengan kunjungan bupati, kepolisian, dan beberapa awak media pada (08/6) lalu. Hal itu disebabkan karena pada hari yang sama asrama telah dikunjungi dari pihak rektorat yang ingin melakukan peninjauan lokasi penanganan dan perawatan pasien Covid-19.
”Sekarang saya bukan lagi kaget, tapi sedih karena akhirnya akan digunakan juga,” jelas mahasiswi asal Sidoarjo tersebut.
Sebelumnya, Fufah menjelaskan bahwa pada bulan desember lalu, bupati Bangkalan telah meminta penggunaan gedung asrama sebagai tempat isolasi. Namun, hal itu ditolak oleh pihak asrama degan berbagai pertimbangan. Namun, jika saat ini memang terpaksa harus digunakan, ia berharap agar rute perjalanan dan keamanan pasien nantinya harus lebih diperhatikan.
”Semoga UTM dapat memperketat keamanan pasien yang akan dirawat di gedung asrama,” harapnya.
Sementara itu Anang Ma’ruf, sebagai salah satu penghuni asrama mengatakan sebelumnya tidak ada pemberitahuan mengenai UTM yang akan dijadikan tempat penanganan Covid-19. Hal tersebut disebabkan surat perintah yang dikirim oleh pusat langsung menuju kepada pengelola asrama.
”Kalau dari kampus untuk warga tidak ada pemberitahuan,” kata Anang.
Ia menceritakan bahwa bupati Bangkalan beserta jajarannya telah melakukan peninjauan keadaan asrama sekaligus menemui pihak pengelola asrama. Dari kunjungan tersebut diputuskan bahwa gedung E asrama sebagai lokasi penanganan Covid-19 dan Gedung D sebagai cadangan mengantisipasi jika seandainya terjadi lonjakan kasus.
Lebih lanjut, Anang menjelaskan pemilihan gedung D dan E didasarkan karena letaknya yang berada di belakang. Jika menggunakan gedung yang berada di depan, dikhawatirkan mahasiswa yang tinggal di gedung D dan E pun akan mudah tertular. Karena itu gedung tersebut dipilih supaya nantinya pasien bisa langsung masuk menggunakan jalur belakang.
”Saya sendiri tadi ikut membantu membersihkan gedung E. Selain itu juga memindahkan dan mengelompokkan barang sesuai pemiliknya kemudian dikosongkan,” ujar mahasiswa asal Blitar tersebut.
Ia menjelaskan jika pihak pengelola memutuskan untuk memulangkan para penghuni asrama dan hanya mengizinkan beberapa pengurus agar tetap tinggal. Hal itu ditujukan agar pengurus tersebut bisa menjadi fasilitator untuk pihak yang memakai asrama. Misalnya membersihkan asrama, air yang tidak mengalir, listrik yang mati, dan lain-lain. Sedangkan untuk penghuni asrama yang lain, belum diketahui dengan pasti boleh atau tidak mendatangi asrama jika memiliki keperluan seperti mengambil barang yang tertinggal dan sebagainya.
”Ya nanti nunggu instruksi dulu,” kata mahasiswa prodi teknik mesin tersebut.
Anang mengaku tidak ada pendanaan dari pemerintah bagi penghuni asrama untuk pulang, karena itu para penghuni asrama yang dipulangkan ini menggunakan uang pribadi untuk pulang ke rumah masing-masing.
Sedangkan Ningwar, selaku satuan tugas Covid-19 UTM ketika ditanyai terkait bantuan dana dari pemerintah dirinya masih belum mau berkomentar. Pihaknya baru akan angkat bicara ketika sudah ada instruksi untuk menggunakan gedung asrama sebagai tempat isolasi OTG.(Ari/Uya)