Massa kembali berkumpul di Gedung Rektorat tuntut kejelasan pengadaan buku pedoman kemahasiswaan. Foto: Yul.
WKUTM- Menindaklanjuti gugatan
adanya dugaan penyelewengan pembuatan buku oleh bidang kemahasiswaan, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan mahasiswa
Universitas Trunojoyo Madura (UTM) kembali melakukan demonstrasi kedua di
depan Gedung Rektorat UTM (02/04). Sebelumnya, pada Jumat
(29/03) telah dilakukan demo untuk menjelaskan permasalahan pembuatan buku
pedoman kemahasiswaan. Namun hal ini malah menimbulkan kekecewaan dan
ketidakpuasan dari massa yang menganggap masih banyak kejanggalan seperti
ketidakkonsistenan jumlah pengadaan dan pendistribusian buku pedoman
kemahasiswaan, ketidakwajaran perubahan harga buku tiap eksemplar, serta perubahan harga buku tiap
eksemplar
yang tidak wajar.
Massa yang berunjuk rasa langsung ditemui oleh ketua Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan dan
Perencanaan Sistem Informasi (BAAKPSI) , Suprianto, Kepala Subbagian Administrasi, Sri Mulyani
Budianingsih, dan terutama Wakil Rektor
(Warek) III, Boedi Mustiko, yang sedari aksi kemarin
ditunggu oleh para demostran untuk menjelaskan
mengenai gugatan para mahasiswa. ”Kemarin saya di Jogja satu hari dan
langsung ke Jember, jadi saya tidak tahu kalau sorenya ada aksi. Sekali lagi
ini tidak mengada-ada selama saya diberi amanah,” katanya menjelaskan didepan
para unjuk rasa.
Masalah pertama
menyebutkan adanya ketidaksinkronan ujaran penjelasan jumlah buku yang dicetak,
oleh bidang Kabiro Kemahasiswaan yang menyatakan adanya 880 eksemplar, dan
Kabag Kemahasiswaan berujar hanya 200-300 eksemplar saja. Supriyanto
menjelaskan bahwa terkait hal tersebut, ia benar-benar tidak mengetahui apabila
telah terjadi perubahan jumlah.
“Jadi diawal saya
bilangnya 880 karena saya diberitahu seperti itu. Kalau ada perubahan saya
belum tahu karena harus ada laporan dari bawahan terlebih dahulu. Maka dari
itulah saya tetap berpedoman pada jumlah 880,” ujarnya.
Boedi Mustiko mengatakan,
bahwa
terkait pembuatan buku ia hanya bertugas sebagai instruksi dikarenakan telah
ada koordinator yakni Yahya Surya Winata.
”Semuanya sudah dalam proses, akan tetapi uangnya mepet,” katanya. ”Dan saya
berjanji dalam minggu ini harus segera terselesaikan,” tambahnya
seraya meyakinkan.
Ia juga menjelaskan
bahwa ia tidak mengerti berapa besaran anggaran untuk pembuatan buku pedoman
kemahasiswaan karena semua itu ada ditangan Kabiro dan Kabag, ”karena itu bukan
ranah saya. Tetapi saya bertanggungjawab untuk menyelesaikan sampai dengan tuntas,”
ujarnya.
Selanjutnya, terkait permasalahan buku
pedoman yang tersedia sebanyak 17 kardus (16 kardus di Gudang, 1 kardus di
ruangan Kabag) setiap kardus berisi 17 buku pedoman, berjumlah 289 eksemplar
(belum dibagikan) ditambah 100 eksemplar (sesuai bukti surat terima) yang telah
dibagikan menjadi 389 eksemplar, Mahrus Imam selaku demonstran menambahkan bahwa telah terjadi
perbedaan bukti serah terima antara hari Senin dan Jumat.
”100 menjadi 169 dan
289 menjadi 373,” katanya. ”Hari Senin, Bu Yani menunjukkan pada saya kontrak
Unit Layanan Pengadaan 550 dan harganya
pereksemplar 220 ribu. Kemudian sempat bertanya kepada percetakan kalau buku
seperti itu paling tinggi 30 ribu,” ujarnya.
Mahrus juga menjelaskan bahwa selain indikasi
manipulasi harga pereksemplar, juga terdapat manipulasi pendistribusian. Ia
mengatakan fakultas mendapat buku sebanyak 169. Namun ia menemukan fakta data
bahwa jumlah masing-masing yakni FISIB (Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya)
sebanyak 7, FKIS (Fakultas Keislaman) sebanyak 3, FH (Fakultas Hukum) sebanyak
4, FEB (Fakultas Ekonomi dan Bisnis) 12, FT (Fakultas Teknik) 9, sedangkan FIP
(Fakultas Ilmu Pendidikan) dan FP (Fakultas Pertanian) belum diketahui.
Sri Mulyani Budianingsih pun kemudian menjawab bahwa terkait
pengadaan buku kemahasiswaan tercatat di DIPA 3900 untuk mahasiswa, dan
ditambah 500 untuk dosen dengan harga 27 500. Sayangnya buku tersebut tebal
dengan 288 bolak-balik, ”itu sesuai dengan rincian yang ada pada kontrak.
Alasan kita tidak memberikan kontrak, karena peminjaman kontrak itu juga ada
mekanismenya,” jawabnya.
Ia juga melakukan klarifikasi bahwa jumlah kardus yang isinya 17
merupakan kesalahan besar, ”karena kardus itu isinya 23, dan yang 17 itu di
ruangan saya. Terkait buku kemahasiswaan
mungkin penjelasannya itu saja,” ucapnya. Sri Mulyani juga menegaskan bahwa
terkait pemeriksaan, rektor sudah memerintahkan SPI (Satuan Pengawasan
Internal) untuk memeriksa kasus ini.
“Kita tunggu saja hasilnya seperti apa.”
Seraya berupaya menenangkan massa. Boedi Mustiko menjelaskan
bahwa Ini semua proses pembelajaran dan akan menjadi catatan BAAK pada umumnya,
”dan yang terakhir dari saya, tuntutan akan secepatnya saya sampaikan kepada
Rektor. Saya bertanggung jawab terhadap omongan saya,” ujar Warek III tersebut.
Tidak puas terkait penjelasan tersebut,
para unjuk rasa mendesak pimpinan untuk segera memberhentikan jabatan dan
menggantikan Boedi Mustiko selaku bidang kemahasiswaan. Mereka juga mengancam
akan menyegel ruangan Warek III.
Namun Boedi Mustiko
tidak menolak hal tersebut, ”tidak apa-apa jika maunya begitu (segel ruangan).
Saya tidak mau ada keributan,” ucapnya. Sehingga para unjuk rasa kemudian
melakukan penyegelan ruang.
Sejumlah pihak ikut
merespons dan menyayangkan kejadian tersebut. ”Ketika disegel, yang paling
mengkhawatirkan adalah berhentinya pelayanan akademis,” keluh Sri Mulyani
Budianingsih. (Ben/Dic)