WKUTM – Mahkamah Konstitusi Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (MKM KM) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) telah menggelar sidang pendahuluan Judicial Review terkait gugatan enam mahasiswa terhadap substansi Undang-Undang (UU) Pemilu E-vote yang dilaksanakan secara online di Google Meet pada Senin (14/12).
Adapun enam mahasiswa tersebut antara lain, Mohammad Lutfi Hidayat,
selaku ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Teknik (FT), Muhammad Jailani,
selaku ketua DPM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB), Abdul Khoir
Attonani, selaku wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH),
Amiruddin, selaku ketua DPM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Kholilur Rohman,
selaku mahasiswa FH, dan Alex Akbar Ainun Yakin, selaku ketua DPM Fakultas
Hukum (FH),
Alex Akbar Ainun Yakin, selaku ketua DPM FH mengatakan bahwa pengajuan Judicial Review dilakukan karena dalam
UU Pemilu E-vote terdapat beberapa
pasal yang dianggap dapat merugikan mahasiswa.
”Saya turut mengajukan Judicial
Review karena dalam UU tersebut terdapat pasal yang merugikan mahasiswa,
salah satunya yakni Pasal 22 Ayat 2 Huruf b, yang mana isinya bertentangan
dengan AD/ART dan GBHO KM UTM,” ujarnya ketika diwawancarai melalui WhatsApp.
Adapun isi dari Pasal 22 Ayat 2 Huruf b yang dimaksud adalah, calon
anggota DPM Fakultas KM UTM, Gubernur Mahasiswa dan Wakil Gubernur Mahasiswa
adalah Mahasiswa UTM sekurang-kurangnya telah menempuh studi tiga semester.
Adapun Moh. Sofyan, selaku pihak terkait dan ketua MKM KM menolak memberi
keterangan lebih lanjut dengan alasan masih sibuk.
”Karena kami (baca : MKM KM UTM) masih sibuk, jadi mohon maaf saat ini
belum bisa memberikan keterangan terkait hal itu,” ungkapnya.
Di lain sisi, salah satu anggota kepaniteraan MKM KM yang tidak mau
disebut namanya, mengatakan bahwa, enam mahasiswa pengaju Judicial Review tersebut mengatasnamakan dirinya sebagai perwakilan
mahasiswa UTM.
”Dalam legal standing surat permohonan
yang mereka buat, semuanya mengatasnamakan dirinya sebagai mahasiswa UTM,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa pelaksanaan persidangan pendahuluan akan dilaksanakan
hari Senin dengan waktu kurang lebih selama tiga minggu, serta kelengkapan berkas-berkas
pengajuan sudah selesai dilakukan.
”Berkas pengajuan Judicial Review
sudah lengkap, dan rencananya pada Senin depan akan siap dilangsungkan sidang
pendahuluan secara virtual. Kemungkinan Judicial
Review ini akan berlangsung selama tiga minggu. Sedangkan hari ini, akan
kami layangkan surat pemberitahuan kepada DPM KM UTM sebagai pertimbangan
pelaksanaan Pemilu E-vote,” jelasnya
(10/12).
Moh. Kurdi, selaku ketua DPM KM mengatakan bahwa Pemilu E-vote ini akan tetap dilanjutkan
pelaksanaannya dan tidak ada penundaan.
”Terkait pelaksanaan Pemilu E-vote
kemungkinan tidak akan kami tunda, dengan kata lain akan tetap berlangsung
sesuai dengan jadwal yang sudah dikeluarkan,” ungkapnya.
Mengetahui hal itu, salah satu mahasiswa Fakultas Hukum (FH) yang tidak
mau disebut namanya mengatakan, bahwa Pemilu E-vote tidak memiliki dasar hukum yang jelas karena pelaksanaan
pemilu E-vote tetap dijalankan di
tengah proses Judicial Review.
”Pemilu E-vote ini agenda
hukum, melibatkan banyak pihak, juga bersifat publik. Sudah pasti dalam pelaksanaannya
pun memerlukan dasar hukum yang jelas. Jika UU nya saja masih dalam proses Judicial
Review lantas dasar hukum apa yang akan dipakai? Apa iya, akan dilakukan
secara awur-awuran?,” ujar mahasiswa asal Kota Udang tersebut.
Selain itu, Tazkiyatul Wildani, selaku mahasiswa Program Studi Sastra
Inggris mengungkapkan bahwa, seharusnya pelaksanaan Pemilu E-vote ini bisa ditunda terlebih dahulu, mengingat masih ada hal
yang perlu dibenahi.
”Harusnya diselesaikan satu persatu terlebih dahulu, dan tidak terburu-buru
untuk dapat segera melaksanakan Pemilu E-vote,”
ujar mahasiswa asal Pamekasan tersebut. (Wah/Dya)