Massa saat masuk kedalam ruang BAAKPSI UTM guna meminta penjelasan dari pihak BAAKPSI. Foto: Bir.
WKUTM – Kecurigaan terhadap
pengelolaan keuangan Biro Akademik Administrasi Kemahasiswaan dan Perencanaan
Sistem Informasi (BAAKPSI), menjadi alasan massa yang tergabung dalam
organisasi dan badan kelengkapan mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura (UTM)
melakukan aksi pada Jumat (26/03) di Lantai Satu Gedung Graha Utama.
Kecurigaan ini berawal
dari Presiden mahasiswa UTM, Jailani Muhtadhy, yang mendapat laporan anggaran tahun 2018 kalau BAAKPSI terindikasi melakukan tindak korupsi. Indikasi tersebut didasarkan pada kejanggalan beberapa
hal, seperti
pembuatan buku pedoman mahasiswa yang anggarnnya senilai Rp121.000.000,-. Dalam laporan pertanggungjawaban, disebutkan jumlah buku pedoman yang dicetak
sebanyak 4.400 eksemplar dengan harga
per item sebesar Rp27.500,- untuk dibagikan pada 3900 mahasiswa serta
500 dosen.
Adanya hal tersebut dibantah
oleh Kepala BAAKPSI, Supriyanto, mengaku pihaknya cuma tahu kalau buku yang dicetak
hanya 880 eksemplar sesuai kontrak. Namun, pihak BAAKPPSI tidak memberi
tanggapan
ketika yang ditemukan
hanya
406 eksemplar
buku saat mahasiswa masuk menggeledah ruang BAAKPSI.
Dari Buku, Pekan Seni, Sampai
Resepsi Wisuda
Kepala Subbagian Administrasi,
Sri Mulyani Budianingsih, mengaku laporan yang menjadi tuntutan ada pada dana DIPA dan dalam kenyataan berbeda
dengan yang dilaporkan. Diketahui penyusunan buku pedoman 2018 diketuai oleh
Yahya Surya Winata dan pada tahun 2019
ini juga diajukan lagi, namun masih menunggu tim untuk mengerjakannya. ”Kalau terkait DIPA, memang rinciannya seperti
itu, tapi kadang kita laporannya tidak seperti itu dan untuk tahun 2019 kita
menganggarkan lagi, tapi belum ada tim untuk membuat buku pedoman tersebut,” paparnya.
Sri Mulyani menambahkan
bahwa buku pedoman tersebut dibagikan dari jajaran rektorium sampai prodi. ”Kita
mulai bagikan dari rektorat sampai prodi bahkan prodi bisa dapat tiga,” imbuhnya.
Pernyataan tersebut dibantah
oleh Khoirul Amin, sebagai mahasiswa Fakultas Hukum (FH) dirinya sudah mengkonfirmasi
ke pihak dekan FH kalau pihak fakultas belum menerima buku tersebut.
”Sudah saya konfirmasi ke Dekan
FH, ternyata belum
menerima buku pedoman tersebut, justru pihak fakultas membuat buku pedoman
sendiri,” terang anggota BEM UTM itu.
Senada dengan Amin, Jailani
juga mengatakan
di Fakultas Keislaman belum mendapat buku pedoman.
Selain indikasi kecurangan
pada pembuatan buku pedoman, aksi tersebut juga menyoroti laporan uang wisuda,
peksimida, dan peksiminas. Dalam laporan tersebut tertera bahwa juara dalam ajang
Pekan Seni Minat Mahasiswa Daerah (Peksimida) mendapatkan hadiah sebesar Rp500.000,- tiap mahasiswa. Jika
ditotal sejumlah 25 mahasiswa, hasilnya Rp12.500.000,-. Jailani selaku mantan pengurus UKM Nanggala sekaligus Koordinator Peksimida pada tahun tersebut menyatakan
laporan tersebut tidak benar, “Bahkan lima puluh ribu saja tidak diberi,” katanya.
Adapun total anggaran untuk
Peksimida dan Peksiminas adalah Rp218.720.000,-.
Permasalahan lain yakni terkait
uang pembinaan kepada UKM yang membantu dalam wisuda. Dalam laporan anggaran BAAKPSI
terkait uang saku untuk UKM Nanggala, dilaporkan bahwa total uang saku sebesar
enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah, dengan rincian empat puluh lima
mahasiswa dengan uang saku sebesar seratus lima puluh ribu per mahasiswa.
”ini sangat
berbeda dengan kenyataannya” ungkap Jailani.
Selain itu, anggaran untuk
Duta kampus pada saat itu dianggarkan juga sebesar seratus lima puluh ribu
untuk 30 Duta kampus, dengan total anggaran sebanyak empat juta lima ratus ribu
rupiah.
Menurut salah satu duta
kampus pada tahun 2018, Prince Purba, keadaan tidak sesuai seperti yang
dianggarkan. Sepengakuannya, duta yang bertugas saat resepsi wisuda hanya empat sampai delapan pasang. Selian itu, duta kampus tidak mendapat uang saku sebanyak yang disebutkan dalam acara wisuda.
”Tiap orang dikasih
seratus dua puluh ribu, buat make up
saja sudah enggak cukup,” keluhnya.
Menyikapi hal tersebut, Sri
Mulyani mengungkapkan bahwa ada anggaran lain yang tidak dicantumkan, jadi
harus dilaporkan yang lain. ”Terkait wisuda, sekali lagi saya tekankan, kalau
baca di DIPA itu tidak pasti persis, kita juga dalam wisuda ada satpam dan cleaning service, tapi di situ kan tidak
dicantumkan,” kilahnya. (bdi/is/s)
|