Akar Masalah, Titik Puncak Persaudaraan

Akar Masalah, Titik Puncak Persaudaraan

LPM Spirit - Mahasiswa
Sabtu, 12 September 2020

 

 

Persaudaraan tidak lain dan tidak bukan merupakan suatu hubungan yang terikat diantara saudara. Sedangkan arti saudara didefinisikan sebagai orang yang memiliki kesatuan ikatan baik dari darah, rahim, dan waktu kecil meminum air asi yang sumbernya sama. Tidak hanya itu saja, jika dalam adat batak misalnya, ikatan saudara juga dilihat dari marga. Penilaian atas siapa saudara kita ini sangat beragam karena tidak hanya dilihat dari saudara yang tinggal satu atap saja. 

Semua orang juga mengganggap bahwa jutaan orang di dunia adalah saudara kita. Tentu karena kepercayaan bahwa seluruh manusia di bumi adalah anak cucu cicit dari nabi yang diutus. Tetapi, jika semua orang adalah saudara, kenapa masih saja ada pertanyaan “berapa jumlah saudaramu?” dan kenapa anak tunggal dianggap tidak memiliki saudara? Jika makna saudara saja tidak mampu dinarasikan bagaimana kita tahu makna sebuah persaudaraan? 

Rata-rata orang awam menilai bahwa persaudaraan tidak akan pernah jauh dengan solidaritas, empati, peduli, dan hidup rukun tentunya. Persaudaraan layaknya ikatan yang mengandung unsur-unsur positif, harus positif. Rasanya, pertikaian dalam persaudaraan, dituntut untuk tidak ada. Bahkan persaudaraan ini ada nilainya. Tentu saja, selain nilai yang sudah saya jelaskan diawal, ada nilai baik dan buruk. Nilai baik dilihat dari seberapa erat hubungan persaudaraan mereka, namun jika persaudaraan tersebut terdapat pertikaian, persaudaraan tersebut secara otomatis dinilai mulai ada kerenggangan atau tidak akur, bahasa kasarnya yaitu persaudaraan yang buruk.

Ikatan persaudaraan dinilai baik sebab adanya tali kerukunan yang kuat. Penilaian tidak hanya berhenti disitu, kerukunan dinilai apabila sesesorang tidak ada rasa enggan ataupun marah jika kehidupannya diusik, seperti melakukan ini itu saudaramu harus tahu bahkan perlu kamu ajak saling merasakannya. Intinya apa yang kamu rasa, saudara kita harus mengetahui juga. Jika semua adalah saudara dan saudara harus rukun, dunia pasti akan terasa damai. Tetapi, itu sangat mustahil karena bukan begitu cara dunia bekerja.

Begini, jika persaudaraan diharuskan tidak ada pertikaian menurut saya itu tidak bisa. Bagaimana tidak, sangat terlihat jelas sekali, kita dengan saudara asli atau kandung pun sangat mustahil jauh dengan pertikaian. Salah dikit bertikai, gerak sedikit bertikai. Wajar sih, pengalaman pertama yang didapat tentu dari keluarga, begitu juga dengan kerukunan. Bahkan saudara seatap juga belum tentu mengetahui semua apa yang kita miliki, kita rasakan dan kita sembunyikan karena setiap orang pasti memiliki hal privasi yang tidak mau diberitahukan ke siapapun.

Menurut saya, ikatan persaudaraan tidak harus erat, bukan karena pertikaian memang pasti ada. Tetapi persaudaraan yang toxic juga tidak masalah, karena jika persaudaraan tidak terdapat pertikaian, rasanya persaudaraan itu akan hambar, monoton dan membosankan. Pertikaian adalah bumbu untuk menyatukan saudara dengan cara berbeda. Jika saudara pergi rasa kehilangan akan terasa, karena biasanya ramai dengan ucapan kotor dengan nada tinggi berubah menjadi hidup yang sunyi. Kenangan pertikaian dengan saudara juga akan mudah terkenang karena ingatan seseorang akan mudah sekali mengingat pengalaman yang buruk, menyebalkan dan lain sebagainya. Kabar baiknya, pengalaman buruk tersebut akan menjadi pengalaman yang lucu dikemudian hari. 

Lebih jauh jika persaudaraan penuh dengan pertikaian, tidak perlu khawatir. Banyak hubungan persaudaraan yang dulunya penuh pertikaian dilain waktu menjadi semakin erat. Lihat saja, saat ini banyak sekali yang menginginkan persaudaraan antar teman dengan cara toxic, misal banyak anak muda merasa tidak enak jika tidak menyapa kawan dekatnya yang sudah dianggap saudara sendiri dengan sapaan “cok”. Cok memang kotor dan digunakan untuk melontarkan amarah, tetapi ini sudah berbeda makna dalam pertemanan, hal ini lumrah dan tidak menyakiti hati. Justru persaudaraanmu akan terlihat lucu, jika saling sapa menggunakan “hai”, itu terlihat kaku dan menunjukkan adanya hubungan yang tidak erat. Lain halnya, jika itu digunakan untuk perkenalan. Tidak hanya perkataan, tindakan fisik juga kerap kali dilakukan,. Kedekatan-kedekatan seperti itulah yang menjadikan ikatan persaudaraan tidak saling canggung, kaku sehingga persaudaraan akan terasa luwes. Tapi tergantung juga, karena semua orang memiliki cara sendiri untuk mempererat tali persaudaraan tersebut, tidak harus terlihat baik-baik. 

Pengakuan terhadap “ini saudara” tidak perlu diberi stampel yang tebal dan tidak perlu butuh pengakuan semua orang . Karena pengakuan tersebut akan tertanam sendiri dalam hati kita, sekeras apapun pertikaian jika kita sudah menganggap saling saudara, tidak akan ada rasa sakit hati, dendam, benci atau yang lainnya. Karena hal-hal yang menyakitkan itu sudah lumrah saling dilakukan. Selain itu, dalam persaudaraan tidak perlu adanya tuntutan. Misalnya tuntutan bertukar cerita. 

“aku tidak mau tahu, kamu harus cerita ke aku”

Tuntutan seperti itu, justru membuat persaudaraan akan renggang. Jika persaudaraan sudah tercipta maka persoalan cerita akan mengalir dengan sendirinya, tidak perlu meminta. Bayangkan, jika hubungan kalian selalu baik-baik saja kemudian ada sedikit masalah seperti tidak saling cerita, melakukan tindakan fisik seperti memukul, pasti akan mudah sakit hati, begitu tidak enaknya jika persaudaraan tanpa musuhan. Terdengar jahat memang, tetapi perlu diingat sesuatu yang jahat tidak selamanya akan jahat dan yang baik tidak selamanya menjadi baik,- katanya. 



Widya Nova Lestari 
Program Studi Agribisnis 
Universitas Trunojoyo Madura