Bantuan Daring Semester Ganjil Belum Pasti

Bantuan Daring Semester Ganjil Belum Pasti

LPM Spirit - Mahasiswa
Minggu, 09 Agustus 2020


WKUTM – Berdasarkan Surat Edaran Rektor Nomor B/1459/UN46.2/HK.01/2020, Universitas Trunojoyo Madura (UTM) menyatakan bahwa perkuliahan daring akan tetap dilaksanakan hingga tahun ajaran 2020/2021. Namun, belum ada kejelasan terkait  bantuan dalam jaringan (daring) semester depan. 


Wakil Rektor II Bidang Administrasi dan Keuangan, Abdul Aziz Jakfar ketika dikonfirmasi terkait bantuan daring tersebut, pihaknya tidak  memberikan keterangan apapun. Sedangkan Kepala Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan Perencanaan dan Sistem Informasi (BAAKPSI), Supriyanto, menolak memberikan keterangan dan melemparkan kepada Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan, Agung Alif Fahmi hingga saat ini  tidak dapat dihubungi. 


Kepala Keuangan, Mudassir mengatakan bahwa terkait pendanaan adalah kebijakan Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) dan pihaknya berdalih tidak mengetahui terkait bantuan daring tahun ajaran 2020/2021. 


”Langsung ke PPKnya saja, saya kurang tahu prosesnya sekarang,” ujarnya. 


Kepala Bagian Perencanaan dan Kerja sama, Trimulyani Budianingsih,  juga menolak untuk memberikan keterangan dan melimpahkan pada staf BAAKPSI, R. Sri Kentjanawati. 


Ketika dikonfirmasi, pegawai orang yang kerap dipanggil Bu Wati tersebut, juga menolak memberikan keterangan dan melempar kepada Rizal Zulkarnain, namun Rizal saat diwawancara hanya memberikan tanggapan jika hal tersebut ranah pembuat kebijakan. 


“Ini masuk dalam ranah bidang pemberi kebijakan,” ujar Kepala subbagian akademik tersebut.


Mahasiswa program studi (prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Agam Failasuf mengungkapkan bahwa bantuan sebelumya cukup meringankan beban mahasiswa terkait dengan pembelajaran daring. Namun, ia juga merasa bahwa pihak kampus tidak serius dalam merealisasikan bantuan tersebut. Dikarenakan pihak kampus terkesan tidak mau ambil pusing terhadap permasalahan-permasalahan dalam perealisasian bantuan. 


”Harapan saya semoga pihak kampus lebih serius dalam perealisasian bantuan kuota internet kepada mahasiswa. Semoga di semester depan ini ada pendataan ulang bantuan data, sehingga mahasiswa yang semester ini tidak dapat bantuan data akan mendapatkan bantuan data  pada semester selanjutnya. Sebab kita juga punya hak yg sama dengan mahasiswa lainnya,” tulis mahasiswa asal Bangkalan tersebut.


Mahasiswa prodi Ilmu Hukum, Farhan Kamil juga mengungkapkan hal sama. Ia merasa bahwa bantuan kouta yang diberikan oleh kampus sudah cukup untuk membantu perkuliahan daring.


”Saya rasa semua butuh proses. Dan pemberian secara bertahap saya rasa sudah tepat karena dapat meminimalisir borosnya mahasiswa terhadap kuota,” ungkapnya.


Berbeda dengan Farhan, mahasiswa semester dua prodi Sastra Inggris, Alif Fairuz mengaku bahwa bantuan yang diberikan oleh pihak kampus sangat tidak cukup. Hal ini karena ia merasa subsidi yang berupa paket data di semester kemaren sepertinya tidak cukup tepat waktu karena diterima oleh mahasiswa saat akan menjelang Ujian Akhir Semester, bukan pada saat kuliah daring awal. 


”Tentu hal seperti ini sangat tabu bagi saya jika mengurus pembagian subsidi atau kuota saja memakan waktu yang sangat lama. Mengingat UTM adalah kampus negeri. Saya harap Kemendikbud dan lembaga-lembaga perguruan tinggi dapat mengerahkan ide dan tenaga dengan maksimal dalam menanggapi situasi dan kondisi saat ini. Selain itu juga benar-benar menjadikan keluhan-keluhan pelajar dan mahasiswa sebagai catatan serius,” harap mahasiswa asal Sampang tersebut.


Sementara itu, salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku bahwa Ia sangat tidak puas dengan bantuan daring yang diberikan oleh pihak kampus. Pasalnya kuota sebesar 15 gigabyte (GB) yang diberikan oleh pihak kampus tidak bisa digunakan dan hal ini membuatnya harus memberli kuota sendiri.


”Saya ingin bertanya kepada pihak kampus apakah memang pihak kampus memberikan bantuan ini secara ikhlas atau tidak? Masalahnya kenapa ketika saya pakai kuotanya tidak bisa. Hal ini membuat saya membeli kuota sendiri, percuma dikasih kalo akhirnya seperti ini. Jadi menurut saya, bantuan yang paling baik adalah uang sehingga mahasiswa bisa menggunakannya untuk membeli kouta sendiri. Jadi saya menilai bantuan kouta ini tidaklah efektif,” ungkapnya dengan rasa kecewa.


Karena itu, mahasiswa dengan inisial AP ini merasa akan lebih baik jika perkuliahan dilakukan secara luring (luar jaringan) dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Kelas bisa dilakukan secara babak per-babak. Namun jika tidak memungkinkan ia berharap pihak kampus memberikan bantuan berupa uang saja.


”Tolong berikan bantuan berupa uang saja dan rekening yang digunakan bisa memakai rekening milik keluarga mahasiswa. Yang penting sudah koordinasi, Saya juga meminta Uang Kuliah Tunggal agar diturunkan secara adil dan seadil-adilnya. Kalo misal ingin memberi bantuan penurunan UKT tolong jangan dipersulit dengan mengirim banyak dokumen. Kan seharusnya pihak kampus sudah memiliki data-data anak yang kurang mampu. tapi mungkin percuma juga sih, jika melihat data mahasiswa yang kurang mampu, sebab dulu ketika sedang melakukan verifikasi saya bilang gaji orang tua saya sedikit tapi tetap saja saya merasa kena UKT tinggi. Lalu saya juga ada harapan, dulu saya sudah menyiapkan banyak dokumen untuk penurunan UKT ke pihak Badan Eksekutif Mahasiswa namun mana hasilnya? Tolong jangan dipersulit,” ungkapnya di akhir wawancara. (Cha/Cim/uya)