WKUTM
- Beredar informasi perihal banyaknya oknum panitia Pengenalan Kehidupan Kampus
Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) yang mengajak
mahasiswa baru (maba) untuk mengikuti organisasi mahasiswa ekstra kampus
(ormek) tertentu. Menyikapi hal tersebut, reporter Lembaga Pers Mahasiswa
Spirit Mahasiswa (LPM SM) melakukan penelusuran lebih lanjut. Dalam hal ini,
titik fokusnya adalah ada atau tidaknya ajakan dari panitia PKKMB selama ospek
berlangsung di dalam kampus.
Setelah
dilakukan penelusuran dengan responden lebih dari enam puluh maba, reporter LPM
SM UTM menemukan adanya ajakan dari panitia PKKMB untuk mengikuti ormek
tertentu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) khususnya. Seperti yang diungkapkan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Nur Lukmana, bahwa dirinya mendapatkan tawaran
langsung dari Komisi Penegak Kedisiplinan (KPK) saat PKKMB sedang berlangsung
di gedung pertemuan UTM.
”Kalau
(organisasi, red) eksternal waktu itu saya diajak oleh salah satu komdis
ditawari PMII, tapi saya tidak minat di situ,” tuturnya ketika dimintai
keterangan.
Perkara yang sama terjadi pada Muhammad Mujtahidin,
dirinya mendapat tawaran dari KPK saat di gedung pertemuan. ”Saat setelah
PKKMB pernah ditawari oleh salah satu
KPK saat closing PKKMB,” ungkap
mahasiswa Manajemen tersebut.
Hal
lain tak jauh berbeda juga dialami Hisbul Malik, mahasiswa Teknik Informatika
tersebut mendapatkan ajakan tidak hanya di gedung pertemuan, melainkan juga di
taman kampus. Hal serupa juga dialami Sifa, Mahasiswa Ekonomi Syariah tersebut mengatakan
bahwa panitia bagian Layanan Operasional (LO) juga menawari saat mengerjakan
penugasan di gedung pertemuan. ”Ditawarin waktu mengerjakan penugasan kelompok
oleh LO saya,” terangnya.
Tidak
berhenti sampai situ, pola ajakan lain dari oknum panitia adalah dengan membanggakan
panitia lain yang ikut PMII. Menurut sepengakuan Randy Gustiawan, bahkan maba dipanggil
satu-satu agar ikut organisasi tersebut. ”Dari perkataannya ada unsur (ajakan,
red), membanggakan senior yang ikut PMII. Kami dipanggil satu-satu sama panitia
dan ngajak ikut organisasi PMII,” akunya.
Sampai
saat ini ormek seperti PMII, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan lain-lain
belum memiliki alasan kuat untuk bergerak di internal UTM. Belum adanya
keputusan resmi dan pembinaan bagi ormek dari pimpinan kampus menjadi alasan
kuat agar tidak aktif di internal kampus. Meskipun pada 2018 silam terdapat
wacana terkait kembalinya ormek di dalam kampus sesuai Peraturan Kementrian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018
untuk menangkal wabah radikalisme dan intoleransi dalam kampus. Akan tetapi hal
tersebut harus dilakukan melalui Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang akan dibina oleh pimpinan perguruan tinggi.
Seperti yang dipaparkan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi saat
sosialisasi Permenristekdikti di lantai dua gedung D Kemenrsitekdikti (2/18).
”Peraturan
menteri ini ada untuk menjembatani wawasan kebangsaan dan bela negara melalui
unit kegiatan mahasiswa,” Jelas Mohamad Nasir.
Mohamad
Nasir juga menambahkan bahwa untuk menangkal radikalisme dan intoleransi
diupayakan dengan cara membentuk UKM Pembinaan Ideologi Bangsa, yang terdiri
dari gabungan organisasi intra dan ekstra kampus. ”Apakah nanti semua
komisariat dibuka di kampus? Tidak. Yang kami dorong adalah UKM Pembinaan
Ideologi Bangsa, anggotanya dari mahasiswa tergabung dalam organisasi ekstra
kampus. Perwakilan satu persatu dari mereka, HMI, PMII, GMKI, GMNI, PMKRI,
Hikmahbudhi, KMHDI, maupun organisasi mahasiswa lainnya. Sehingga mereka dapat
bergabung untuk menyuarakan pemikiran-pemikiran mereka,” paparnya.
Salah satu data yang memperkuat alasan dibentuknya UKM
Pembinaan Ideologi Bangsa juga survei dari Alvara
Reseach Center dan Mata Air Foundation yang menunjukan masih banyak
mahasiswa terindikasi paham menyimpang dari ideologi Indonesia. ”Kami
menanyakan ideologi negara dengan pernyataan ‘Negara Islam perlu diperjuangkan
untuk penerapan ajaran Islam yang lebih kafah’. Hasilnya, 23,5% mahasiswa
setuju,” kata CEO Alvara, Hasanuddin Ali, di Restoran Batik Kuring, SCBD,
Jakarta Selatan, pada Selasa, 31 oktober 2017 silam.
Selain itu, pihaknya merinci dari survei bahwa 18,6 %
mahasiswa memilih ideologi Islam sebab dinilai lebih tepat untuk Indonesia,
17,8% mahasiswa menyatakan setuju
khilafah sebagai bentuk negara, 23,4% siap jihad untuk tegaknya Islam dan khilafah, dan 29,5% tidak mendukung pemimpin non-muslim.
Survei ini dilakukan pada 1 September – 5 Oktober 2017, terhadap 1.800
responden mahasiswa dari 25 perguruan tinggi favorit di Indonesia dengan
jurusan tertentu, dengan margin of error
2,35%.
Adapun
titik fokus dari program ini, Nasir menjelaskan bahwa hal itu untuk mendorong
perguruan tinggi membuka organisasi bertajuk kebangsaan. ”Adapun fokus dari
Permenristekdikti adalah untuk perguruan tinggi membuka UKM yang kegiatannya
untuk pembinaan empat pilar kebangsaan (Pancasila, Undang-undang Dasar 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika),” terangnya.
Selain
itu, Mohamad Nasir juga melarang dengan tegas pendirian sekretariat organisasi
eksternal di dalam kampus, termasuk segala aktivitas partai politik. ”Peraturan
ini tidak mendorong atau mengatur ormek untuk membuka cabang atau komisariat di
dalam perguruan tinggi. Sedangkan untuk partai politik memang saya larang
beraktivitas di kampus, karena kampus bukan tempat politisasi bagi suatu
golongan politik tertentu,” tegasnya. (Tim/Wuk)