Praktik Politik Praktis Panitia PKKMB Sakera 2019

Praktik Politik Praktis Panitia PKKMB Sakera 2019

LPM Spirit - Mahasiswa
Rabu, 07 Agustus 2019


WKUTM - Beredar informasi perihal banyaknya oknum panitia Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) yang mengajak mahasiswa baru (maba) untuk mengikuti organisasi mahasiswa ekstra kampus (ormek) tertentu. Menyikapi hal tersebut, reporter Lembaga Pers Mahasiswa Spirit Mahasiswa (LPM SM) melakukan penelusuran lebih lanjut. Dalam hal ini, titik fokusnya adalah ada atau tidaknya ajakan dari panitia PKKMB selama ospek berlangsung di dalam kampus.

Setelah dilakukan penelusuran dengan responden lebih dari enam puluh maba, reporter LPM SM UTM menemukan adanya ajakan dari panitia PKKMB untuk mengikuti ormek tertentu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) khususnya. Seperti yang diungkapkan Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Nur Lukmana, bahwa dirinya mendapatkan tawaran langsung dari Komisi Penegak Kedisiplinan (KPK) saat PKKMB sedang berlangsung di gedung pertemuan UTM.

”Kalau (organisasi, red) eksternal waktu itu saya diajak oleh salah satu komdis ditawari PMII, tapi saya tidak minat di situ,” tuturnya ketika dimintai keterangan.

Perkara  yang sama terjadi pada Muhammad Mujtahidin, dirinya mendapat tawaran dari KPK saat di gedung pertemuan. ”Saat setelah PKKMB  pernah ditawari oleh salah satu KPK saat closing PKKMB,” ungkap mahasiswa Manajemen tersebut.

Hal lain tak jauh berbeda juga dialami Hisbul Malik, mahasiswa Teknik Informatika tersebut mendapatkan ajakan tidak hanya di gedung pertemuan, melainkan juga di taman kampus. Hal serupa juga dialami Sifa, Mahasiswa Ekonomi Syariah tersebut mengatakan bahwa panitia bagian Layanan Operasional (LO) juga menawari saat mengerjakan penugasan di gedung pertemuan. ”Ditawarin waktu mengerjakan penugasan kelompok oleh LO saya,” terangnya.

Tidak berhenti sampai situ, pola ajakan lain dari oknum panitia adalah dengan membanggakan panitia lain yang ikut PMII. Menurut sepengakuan Randy Gustiawan, bahkan maba dipanggil satu-satu agar ikut organisasi tersebut. ”Dari perkataannya ada unsur (ajakan, red), membanggakan senior yang ikut PMII. Kami dipanggil satu-satu sama panitia dan ngajak ikut organisasi PMII,” akunya.
Sampai saat ini ormek seperti PMII, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan lain-lain belum memiliki alasan kuat untuk bergerak di internal UTM. Belum adanya keputusan resmi dan pembinaan bagi ormek dari pimpinan kampus menjadi alasan kuat agar tidak aktif di internal kampus. Meskipun pada 2018 silam terdapat wacana terkait kembalinya ormek di dalam kampus sesuai Peraturan Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018 untuk menangkal wabah radikalisme dan intoleransi dalam kampus. Akan tetapi hal tersebut  harus dilakukan melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang akan dibina oleh pimpinan perguruan tinggi. Seperti yang dipaparkan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi saat sosialisasi Permenristekdikti di lantai dua gedung D Kemenrsitekdikti (2/18).

”Peraturan menteri ini ada untuk menjembatani wawasan kebangsaan dan bela negara melalui unit kegiatan mahasiswa,” Jelas Mohamad Nasir.

Mohamad Nasir juga menambahkan bahwa untuk menangkal radikalisme dan intoleransi diupayakan dengan cara membentuk UKM Pembinaan Ideologi Bangsa, yang terdiri dari gabungan organisasi intra dan ekstra kampus. ”Apakah nanti semua komisariat dibuka di kampus? Tidak. Yang kami dorong adalah UKM Pembinaan Ideologi Bangsa, anggotanya dari mahasiswa tergabung dalam organisasi ekstra kampus. Perwakilan satu persatu dari mereka, HMI, PMII, GMKI, GMNI, PMKRI, Hikmahbudhi, KMHDI, maupun organisasi mahasiswa lainnya. Sehingga mereka dapat bergabung untuk menyuarakan pemikiran-pemikiran mereka,” paparnya.

Salah satu data yang memperkuat alasan dibentuknya UKM Pembinaan Ideologi Bangsa juga survei dari Alvara Reseach Center dan Mata Air Foundation yang menunjukan masih banyak mahasiswa terindikasi paham menyimpang dari ideologi Indonesia. ”Kami menanyakan ideologi negara dengan pernyataan ‘Negara Islam perlu diperjuangkan untuk penerapan ajaran Islam yang lebih kafah’. Hasilnya, 23,5% mahasiswa setuju,” kata CEO Alvara, Hasanuddin Ali, di Restoran Batik Kuring, SCBD, Jakarta Selatan, pada Selasa, 31 oktober 2017 silam.

Selain itu, pihaknya merinci dari survei bahwa 18,6 % mahasiswa memilih ideologi Islam sebab dinilai lebih tepat untuk Indonesia, 17,8%  mahasiswa menyatakan setuju khilafah sebagai bentuk negara, 23,4% siap jihad untuk tegaknya Islam dan khilafah,  dan 29,5% tidak mendukung pemimpin non-muslim. Survei ini dilakukan pada 1 September – 5 Oktober 2017, terhadap 1.800 responden mahasiswa dari 25 perguruan tinggi favorit di Indonesia dengan jurusan tertentu, dengan margin of error 2,35%.

Adapun titik fokus dari program ini, Nasir menjelaskan bahwa hal itu untuk mendorong perguruan tinggi membuka organisasi bertajuk kebangsaan. ”Adapun fokus dari Permenristekdikti adalah untuk perguruan tinggi membuka UKM yang kegiatannya untuk pembinaan empat pilar kebangsaan (Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika),” terangnya.

Selain itu, Mohamad Nasir juga melarang dengan tegas pendirian sekretariat organisasi eksternal di dalam kampus, termasuk segala aktivitas partai politik. ”Peraturan ini tidak mendorong atau mengatur ormek untuk membuka cabang atau komisariat di dalam perguruan tinggi. Sedangkan untuk partai politik memang saya larang beraktivitas di kampus, karena kampus bukan tempat politisasi bagi suatu golongan politik tertentu,” tegasnya. (Tim/Wuk)