Buku Ajar Internasional Belum Menjadi Output Utama UTM

Buku Ajar Internasional Belum Menjadi Output Utama UTM

LPM Spirit - Mahasiswa
Sabtu, 11 September 2021


WKUTM – Berdasarkan Peraturan Rektor Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Nomor 3/UN46/HK.01/2020 tentang Rencana Strategis (Renstra) UTM tahun 2020-2024. UTM berencana mendorong kinerja Sivitas Akademika pada tingkat nasional maupun internasional dengan meningkatkan publikasi internasional. Namun, secara implementasi buku ajar tingkat internasional masih belum menjadi output yang diutamakan. 

Achmad Amzeri, selaku sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), mengungkapkan setiap tahun selalu ada penelitian yang diterbitkan dalam bentuk jurnal dari UTM. Baik jurnal tingkat nasional maupun internasional, banyak dari jurnal ini yang dijadikan sebagai bahan ajar bagi dosen UTM karena bersifat lebih fleksibel dan dihasilkan langsung dari lapangan, sehingga berujung pada tidak terpublikasinya buku ajar tingkat internasional.

”Kita setiap tahun menghasilkan jurnal yang dipublikasi secara internasional, sehingga buku ajar ini jadi tidak ke internasional akhirnya, buku ajar ini digunakan dosen dan mahasiswa sendiri, yang dipublikasi secara internasional itu jurnal ini,” ungkapnya.

Lebih lanjut Amzeri mengungkapkan jika buku ajar internasional umumnya berasal dari jurnal penelitian yang dikembangkan menjadi buku ajar. Pihaknya secara pribadi lebih menyukai jurnal untuk bahan ajar, terutama yang terindeks Scopus.

”Kita itu sebenarnya didorong ke arah jurnal, bukan ke arah buku ajar,” ungkap pria asal Bangkalan tersebut.

Amzeri, menuturkan jika artikel dapat menggantikan buku ajar dalam media pembelajaran dikarenakan buku ajar sifatnya lebih kaku dan bukan prioritas. Namun, buku ajar tingkat internasional bisa saja direalisasikan mengingat kerjasama yang dijalin UTM dengan kampus luar negeri seperti Malaysia atau Ceko.

”Tidak ada buku ajar internasional, karena itu menggunakan bahasa inggris, sedangkan (buku ajar) dari luar negeri juga tidak ada yang datang ke kita,” tuturnya.

Selain itu, dirinya mengungkapkan bahwa pada tahun ini telah direncanakan penelitian sebanyak 383 riset. Pihaknya menambahkan bahwa penelitian merupakan output wajib bagi dosen, sedangkan buku ajar merupakan output tambahan dari penelitian yang dihasilkan.

”Tahun ini ada penelitian sekitar 383 riset, Insyaallah buku ajar akan banyak sekali,” jelasnya ketika ditemui di ruangannya.

Adapun Tolib Effendi, selaku Koordinator Pusat Jaminan Mutu (PJM) Lembaga Pengembangan  Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3MP) UTM, mengungkapkan bahwa buku ajar atau referensi internasional yang dihasilkan masih tergolong rendah. Hal itu berdasarkan data yang terdapat pada Akreditasi Perguruan Tinggi (APT) UTM 2018.

”Untuk spesifik buku ajar atau referensi internasional memang masih rendah (data terakhir 2018),” ungkapnya ketika dihubungi via WhatsApp.

Sedangkan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB), Surokim selaku Dekan FISIB memaparkan bahwa Fakultasnya belum pernah menghasilkan buku ajar tingkat internasional dikarenakan Program Studi (Prodi) masih berakreditasi B sehingga lebih memfokuskan pada peningkatan akreditasi terlebih dahulu sebelum beranjak pada internasionalisasi. Karena hal tersebut, buku ajar belum menjadi target utama FISIB dan perlu dilakukan kajian sistem nasional. 

”Sepertinya belum sampai ke buku ajar target kita. Kita mahasiswa internasional saja belum punya, kalau memang arahnya kesana tidak boleh instan, harus dipersiapkan kajian sistemnya,” ungkapnya.

Senada dengan FISIB, Shofiyun Nahidhloh selaku Dekan Fakultas Keislaman (Fkis) juga belum pernah menghasilkan buku ajar tingkat internasional. Namun, pihaknya menambahkan bahwa telah melakukan publikasi internasional dalam bentuk lainnya, salah satunya adalah jurnal ilmiah.

”Administrasi sudah, publikasi internasional sudah, kalau buku ajar internasional belum dihasilkan,” ungkapnya ketika ditemui secara langsung.

Zulfa Iffah Fauziyah, Mahasiswa Psikologi mengungkapkan bahwa buku ajar internasional diperlukan adanya, terutama untuk mempermudah mahasiswa dalam mencari referensi untuk mata kuliah yang dipelajari.

“Penting, sebagai bahan referensi bagi mahasiswa. Kalau tidak ada, mahasiswa kesulitan mencari bahan referensi” ungkap mahasiswa asal Bangkalan tersebut (06/09).

Senada dengan Zulfa, Listya Dewi Surya, selaku Mahasiswa Sosiologi menuturkan bahwa buku ajar tingkat internasional dapat menyebabkan pemikiran mahasiswa menjadi lebih terbuka. Dirinya, meyakini di dalam buku ajar tingkat internasional akan terkandung ilmu-ilmu yang bersifat baru, terutama bagi mahasiswa yang terbiasa dengan jurnal.

”Menurutku dengan tidak adanya buku ajar tingkat internasional kita hanya terus-menerus memikirkan, mempelajari itu-itu saja. Mungkin dengan adanya buku ajar tingkat internasional ini akan mengubah pemikiran mahasiswa menjadi terbuka,” tuturnya (07/09).

Begitu pula dengan M. Hafdhoh An Nazil, Mahasiswa Hukum Bisnis Syariah mengharapkan dengan adanya buku ajar tingkat internasional, UTM dapat lebih mudah menjalin kerjasama dengan kampus lainnya.

”Menurut saya, di saat UTM menerbitkan buku ajar tingkat internasional, maka akan semakin mempermudah UTM untuk bekerjasama dengan kampus lain atau mendapatkan kepercayaan dikarenakan prestasinya” harap pria yang kerap disapa Ifdho tersebut. (Dit/Ahr)