Kondisi food court UTM yang masih menunggu pembukaan resmi dari Uiversitas. Foto: Dico.
WKUTM
– Pembangunan Food court Universitas Trunojoyo Madura (UTM) mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Kebijakan
baru terkait pedagang yang menetap di food
court belum diresmikan. Selain itu, konsep, tata kelola serta regulasi
mengenai legalitas kepemilikan tempat di sana masih belum jelas. Keluhan yang lain
berkaitan dengan kebijakan, di mana
pedagang kaki lima diharuskan pindah dari tempat pangkalan
semula.
Dian salah satunya, pedagang nasi campur itu
mempertanyakan regulasi pengelolaan food
court serta kebijakan penggusuran yang berimbas pada pedagang. Menurutnya
kebijakan pemindahan pedagang ke Food court yang tak
kunjung diresmikan merugikan dirinya dan pedagang yang lain. Belum jelasnya tata
kelola penyewaan memaksa dirinya menyewa tempat di koperasi mahasiwa (Kopma).
Hal tersebut, menurut Dian berpengaruh pada
pendapatannya sekarang. Dirinya mengeluhkan tempatnya berdagang saat ini begitu
sepi lantaran jalan yang biasa dilewati mahasiswa di depan tempat tersebut saat
ini tengah ditutup.
”Disini sepi, pendapatan sekarang jadi turun, nggak seperti di Kantin Fakultas Hukum (FH)
yang digusur itu. Mahasiswa juga jarang lewat sini gara-gara jalanan di depan
masih ditutup. Food
court sendiri sampai sekarang masih belum ada kabarnya,” keluhnya.
Keluhan lain datang dari salah satu pedagang di Koperasi Mahasiswa (Kopma), ia merasa keberatan
jika harus menyewa kios food court
yang harganya terlalu tinggi.
"Dahulu tempat ini memang ramai dikunjungi oleh mahasiswa, namun
kini tidak seramai dulu. Jadi saya rasa, saya hanya bisa berjualan disini
dengan pajak sewa yang murah dan harga dagangan saya yang tetap murah" ungkap perempuan paruh baya yang tak mau disebut
namanya.
Selain permasalahan food court,
kondisi pedagang lain seperti penjual buah, Makhmud yang mulanya bertempat di
Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)
yang kini berpindah di samping Fakultas Teknik (FT), hal ini karena
pihak atasan menganggap keberadaannya kurang enak dilihat.
”Pihak rektorat mengatakan
bahwa tamu selalu menyoroti dan menanyai keadaan kami karena terlalu mencolok
dan menarik perhatian. Pedagang kaki lima seperti saya lebih baik tidak
terlihat mata, karena terlihat kumuh"
paparnya.
Masduki, pemilik kantin di gedung Cakra
saat ditemui, Kamis (03/05) mengeluhkan bahwa sejauh ini pihak atasan terlalu menggantung
para pedagang karena tidak langsung melakukan peresmian food court. Dirinyanya menilai pihak atasan kurang mempertimbangkan hal-hal yang berdampak
bagi para pedagang . ”Harusnya meresmikan tempat itu terlebih dahulu (food court). Kemudian baru disuruh pindah. Bukan langsung
dihancurkan, seperti diputus kontrak kerja,” keluhnya.
Pihaknya juga menambahkan adanya kebijakan baru yang masih belum jelas maka peresmian food court dinilai cukup penting. ”Saya rasa jika ingin
menjadikan para pedagang lebih teratur ya harus dimatangkan sistemnya, agar
para pedagang tidak terkesan ditelantarkan,” ungkap Masduki.
Menanggapi masalah tersebut, Agung, Staff Badan
Administrasi Urusan Keuangan (BAUK) Subbagian Rumah Tangga mengungkapkan, untuk
masalah penempatan pedagang dan Food court masih sampai saat ini masih belum ada petunjuk. Hal ini, menurutnya
dilatarbelakangi oleh belum turunnya Surat Keputusan (SK) rektor yang membahas Food court.
”Sampai saat ini masih
belum ada SK rektor yang turun mengenai pembukaan food court,” ucapnya.
Selain itu, Agung secara teknis sudah membicarakan hal ini kepada pihak Unit
Layanan Pengadaan (ULP). Hanya saja, dirinya belum berani mengumbar hasil pembicaraan
tersebut lantaran belum adanya SK yang turun.
”Kita dan teman teman lantai tiga ini juga
ngomong dengan pihak ULP bagaimana untuk food
court itu sendiri, tapi mau bagaimana lagi belum ada surat keterangan (SK)
yang turun, yang diurus juga bukan masalah food
court saja,” kilahnya. (Uda/Yah/Raj/Wuk)