Simpang Siur Mahkamah Konstitusi Mahasiswa

Simpang Siur Mahkamah Konstitusi Mahasiswa

LPM Spirit - Mahasiswa
Selasa, 25 Juni 2019


WKUTM – Kinerja Mahkamah Konstitusi Mahasiswa (MKM) selaku organisasi mahasiswa yang bertugas dan memiliki wewenang dalam bidang yudikatif hingga saat ini masih dipertanyakan. Sebab, selain banyaknya mahasiswa yang belum mengetahui keberadaan MKM, tugas dan kinerja dari organisasi tersebut juga tidak banyak diketahui mahasiswa pada umumnya.

Sebagaimana yang diakui Zumrotul Azizah, mahasiswa Fakultas Hukum ini tidak mengetahui sama sekali perihal MKM beserta tugas dan fungsinya, ”Tidak tahu, memang MKM itu singkatan dari apa?” kata mahasiswa semester 6 itu.

Sama halnya dengan Zumrotul, Na’riful Ilmiah, mahasiswa Program Studi Agribisnis bahkan baru menyadari bahwa ada Mahkamah Konstitusi di Universitas Trunojoyo Madura ketika diwawancarai Warta UTM.

Di sisi lain, Rochman yang mengetahui keberadaan dan tugas MKM, justru merasa kecewa dengan kinerja MKM. Melihat dari sengketa mahasiswa pertanian tahun 2014, Rochman merasa kurang puas. Menurutnya, MKM kurang maksimal dalam menerjemahkan AD/ART di UTM, ”Jika dirasa kurang, ajukan dengan pasal dan bukti lain yang lebih akurat. Jika sudah selesai di MKM tidak perlu ada mediasi dengan dosen. Namanya MKM, ya, harus final and binding, ini yang menyebabkan demo. Sehingga ada MKM atau tidak, itu tidak berpengaruh,” tuturnya.

Menanggapi hal tersebut, Holel, selaku Ketua Umum MKM, mengatakan bahwa MKM selama ini hanya menyelesaikan satu sengketa, itupun saat pemilu gubernur pertanian tahun 2014. ”Saya masuk 2016. Setahu saya MKM cuma menyelesaikan 1 sengketa, kemarin di pemilu pertanian,” aku mahasiswa Fakultas Hukum tersebut.

Holel juga menjelaskan, untuk periode ini MKM mengadakan program kerja (proker) baru. Adapun proker yang dimaksud yaitu peraturan berencana. Untuk perkembangan MKM ke depannya, rencana yang harus tercapai adalah proker yang sudah disusun oleh teman-teman MKM, tambahnya.

Nurudin, Ketua Umum MKM 2018, mengatakan bahwa MKM sebenarnya tidak memiliki pekerjaan ”Jika berbicara tentang kegiatan dan fungsinya, secara logika hukum MKM memang tidak memiliki pekerjaan,” ujarnya.

Nurudin selanjutnya menganjurkan kepada mahasiswa untuk memberi perubahan kepada MKM dengan mengajukan sengketa, sengketa yang dimaksud bukan hanya tentang pemilu saja. Selain itu, mahasiswa yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa ini memberi saran untuk pengurus MKM saat ini, menurutnya untuk membuat mahasiswa lain mengetahui keberadaan MKM, seharusnya MKM mempublikasikan hasil sengketa dan melibatkan mahasiswa lain dalam persidangan.

”Jika ada suatu projek atau gugatan silahkan dipublikasikan agar bisa menunjukkan bahwa MKM sudah ada di UTM. MKM juga harus melibatkan mahasiswa dalam mengerjakan suatu kebijakan,” ujarnya.

Terkait hal ini, Agung Ali Fahmi selaku Wakil Rektor 3 berpandangan bahwa tugas MKM memang menyelesaikan sengketa yang diajukan, ”Tugas MKM menyelesaikan perselisihan, jika tidak ada orang yang ke MKM maka MKM tidak bertugas. MKM sebagai emergency exit (jalan keluar),” ujarnya saat ditemui kamis (20/6).

Selain dilihat dari tugas MKM sendiri, Agung juga berkata bahwa rujukan untuk menilai setiap UKM dilihat dari AD/ART yang dilaksanakan dan sesuai dengan visi misi universitas ”Kalau kerja MKM berlawanan dengan undang-undang negara atau universitas jadi tidak bisa diikuti putusannya,” pungkasnya. (dya/raj)